"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 03
"Aku sudah ada di coffe shop langganan kita. Aku menunggu mu di sini, cepatlah datang."
Elena mengirimkan pesan suara pada nomor Vicky, setelah berkali-kali ponsel pria itu tak kunjung bisa di hubungi.
Mengesah pelan, ia menyandarkan punggung di sandaran kursi, memejamkan mata barang sejenak untuk mengusir fikiran- fikiran negatif yang sejak tadi menggelayuti.
Gadis bersurai ikal mayang sepinggang yang berwarna senada dengan iris matanya itu melirik arjoli di tangan kirinya, entah untuk yang ke berapa kali, padahal ia juga sudah melihat angka jam di layar ponsel, namun Elena tetap memeriksa nya hanya untuk memastikan Vicky akan menjemputnya sesuai janji pria itu.
Namun sudah satu jam terlewati, dan pengunjung cafe yang semula berkerumun layaknya semut kini sudah pergi satu persatu, meninggalkan nya sendiri di meja paling tengah dengan segelas capuccino yang mulai dingin.
Elena tercenung, menatap ke bawah dengan perasaan hampa. Sudah dua tahun hubungan nya dengan pria yang mengaku sebagai pegawai sipil itu terjalin, namun ia sama sekali tak bisa mengenal Vicky dengan baik.
Pikiran gadis itu mulai menerawang jauh, mengingat kembali tentang perjalanan hidupnya selama ini.
Menjalani hidup sendiri tanpa tahu hangatnya kasih sayang orang tua, membuat Elena sering merasa kesepian.Walaupun ibu Ratna, pengurus panti tempatnya tinggal sangatlah baik kepada nya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di panti asuhan milik wanita itu, ketika ia berumur sembilan tahun, kasih sayang bu Ratna sangatlah berlimpah ruah, namun tetap saja ia ingin merasakan kasih sayang sesungguhnya dari orang tua yang lengkap, yang sayangnya tak pernah ia dapatkan.
Elena terlahir dari keluarga sederhana, bisa di bilang kehidupan masa kecilnya cukup tragis. Ibunya meninggal saat melahirkan nya, ayahnya menyalahkan dirinya atas takdir kejam yang merenggut belahan jiwa pria itu. Pada akhirnya laki-laki yang seharusnya menjadi tulang punggungnya itu meninggalkan nya bersama nenek pihak dari ibunya yang sudah renta, pergi dengan wanita lain dan menghilang entah kemana.
Saat ia berumur sembilan tahun, Tuhan kembali mengujinya, neneknya meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak, ketika hendak menemaninya untuk mengambil raport kelas.
Di saat itu kehidupan Elena benar-benar redup hanya di kelilingi mendung, yang entah sampai kapan berubah menjadi pelangi yang indah. Hidup sebatang kara bukanlah keinginan Elena kecil, karena kasihan akhirnya setelah rembukan kepala desa tempatnya tinggal dan juga para tetangga, Erika di titipkan ke panti asuhan, dengan bekal yang hasil penjualan rumah sederhana peninggalan milik sang nenek satu-satunya.
Elena mau tak mau mulai harus beradaptasi, lewat malaikat tanpa sayap yang berwujud manusia, memperkenalkan diri nya sebagai bunda Ratna, Elena di kenalkan kepada teman-teman nya di panti, anak-anak yang bernasib sama seperti dirinya.
Ia mulai menyukai lingkungan barunya meskipun separuh jiwa nya sudah mati semenjak ayahnya yang meninggalkan nya dan kematian neneknya.
Meskipun hidup serba kecukupan bahkan bisa di bilang sering kekurangan namun semangat Elena untuk menempuh pendidikan tinggi tak pernah surut, berkat kegigihannya selama ini ia berhasil menyelesaikan S1 nya lewat titipan Tuhan pada pak Edy, donatur panti asuhan yang memberikannya beasiswa penuh karena tekad dan prestasi nya dalam menimba ilmu.
Barulah empat tahun lalu, atas desakan bunda Ratna, Elena mencoba peruntungannya di ibu kota, bersama Dea, temannya sejak masa SMP, hingga sudah seperti ia anggap saudara, mereka berdua sama-sama menggapai mimpi di kawasan metropolitan yang penuh persaingan.
Kini setelah sama-sama berhasil mendapat pekerjaan yang bagus, Elena dan Dea tinggal di sebuah dorm yang lumayan besar, dan mereka berbagi kamar bersama. Asam garam kehidupan sudah Elena rasakan, dari yang mulai ia hanya seorang OG yang sering di remehkan hingga banting setir menjadi pegawai tokoh, Elena lalui itu semua, meskipun kadang dengan air mata yang selalu ia curahkan setiap malamnya.Hingga kini ia menjadi seorang sekretaris yang merangkap sebagai personal assistan seorang CEO besar dengan jalan mudah yang terkadang tak pernah ia duga, membuat hidupnya menjadi lebih baik sampai detik ini.
Pun selain untuk kebutuhan nya ia bisa tetap rutin mengirimkan uang untuk anak-anak di panti asuhan dan juga bunda Ratna, meskipun tak bisa untuk membayar jasa bunda Ratna selama ini karena telah membesarkan nya, ia harap bisa selalu memenuhi kebutuhan orang-orang di panti dan tak akan pernah kekurangan.
Elena terbangun dari lamunan ketika seseorang menepuk pundak nya dari belakang, ia yang sedang menumpuk dagu di tangan sedikit terperanjat karena hal itu, menengok ke samping mendapati waiters yang ia kenali saat memesan menu kini berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
"Maaf ka,cafe kami sebentar lagi tutup." tutur wanita berapron hitam itu menginfokan.
"Apa kakak sedang menunggu seseorang?" timpalnya kemudian.
Elena terbelalak, di lihatnya jam sudah menunjukkan pukul hampir sepuluh malam, tersentak, ia seketika berdiri kaku.
"Kenapa kak?" tanya waiters muda itu yang terkejut karena sikapnya.
"Ah, tidak apa-apa." kilah Elena, ia sampai tak sadar sudah menunggu sampai selama itu, dalam hati ia ingin menangis karena Vicky yang mengingkari janjinya.
"Kalau begitu saya permisi dulu." Elena segera pamit undur diri membuat gurat tanda tanya besar di wajah pelayan cafe itu.
***
Malam semakin menggerus waktu, Elena melangkahkan kaki menelusuri jalan setapak beraspal yang sudah mulai sepi oleh lalu lalang orang- orang. Ia memeluk tasnya dengan hati yang teriris pedih, karena sampai saat ini nomor sang kekasih tak kunjung bisa di hubungi.
Kemana pria itu? apa dia melupakan janji yang sudah ia buat, hati Elena menangis pilu. Padahal ia sudah menyiapkan penampilan terbaiknya, menunggu dengan dada berdebar dan rasa bahagia yang membuncah berharap rindu selama seminggu tak bertemu ini segera terobati. Namun, bak hilang di telan bumi, keberadaan Vicky tak bisa ia deteksi, sudah semua nomor teman pria itu Elena hubungi, namun semua jawaban mereka sama,tak tahu menahu keberadaan Vicky di mana.
Terkadang ia merasa begitu bodoh, ia mencintai Vicky dengan segenap hati dan jiwanya namun pria itu semakin hari seperti semakin jauh dari nya, hanya awal-awal hubungan mereka saja pria itu bersikap manis bahkan terlampau manis, namun semakin kesini pria itu seperti menghilang dari jangkauannya.
Ia baru menyadari selama ini ia selalu bisa memberikan apapun untuk Vicky kecuali kehormatan nya sebagai seorang wanita, namun pria itu? tak pernah Elena lihat perjuangannya untuk hubungan mereka.
Gadis itu baru menyadari dua tahun jalinan cinta mereka selama ini, Vicky tak pernah sama sekali memberikan kontribusi atau keseriusan untuk ke jenjang yang lebih jauh. Yang hanya di inginkan pria itu adalah uangnya.
Bodoh, kemana saja ia selama ini hingga baru menyadari nya sekarang.
Elena menghentikan langkah termangu menatap jalan lalu mengingat kembali perkataan tuan Erick padanya.
"Jangan bersama Vicky, dia pria yang tidak baik."
Apakah kini ia mulai percaya dengan ucapan bos nya itu.
Bertepatan dengan dirinya yang masih menatap gamang aspal jalanan, sebuah mobil berhenti di sampingnya sambil menyalakan klakson yang mengagetkan nya membuat ia spontan menoleh untuk melihat.
Elena seketika membeku.Ia sangat tahu mobil siapa itu.