Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Kelakuan papa semakin menjadi, dulu papa hanya sesekali saja memukul mama, sekarang papa sering memukul mama.
Ini semua pasti karena selingkuhan papa.
Ya, samar kudengar dari perkelahian papa dan mama, kalau papa memiliki wanita lain. Sekarang papa hanya seminggu 2x pulang ke rumah, dan tiap pulang papa pasti memukul mama. Mama sebenarnya sudah meminta bercerai semenjak mengetahui papa berselingkuh, tapi itu hanya membuat papa semakin marah. Mungkin ego papa masih tinggi, ia tidak mau namanya jelek, bercerai karena berselingkuh.
Hingga malam itu tiba, papa pulang karena akan mengambil beberapa barangnya dari rumah. Seperti biasa papa akan marah hanya karena melihat mama. Kemudian adu mulut terjadi karena mama meminta bercerai lagi.
Karena tidak mau membuat papa semakin marah, aku hanya duduk di pojok kamarku, melipat kedua lututku dekat dengan dadaku, menutup kedua telingaku agar tidak mendengar rasa sakit mama, sambil berdoa agar papa segera pergi dari rumah.
Namun aku tidak tahan dengan kata-kata kasar yang papa lontarkan kepada mama.
"Jangan mas, aku mohon, Malika juga belum tidur mas...", samar kudengar rintihan mama.
Apa yang akan papa lakukan sampai mama berkata seperti itu?. Aku berlari ke ke kamar mereka, kulihat mama berada di tempat tidur dengan papa berada diatas mama, pakaian mama bagian atas sudah robek.
Aku mendorong papa sekuat tenaga dari arah samping. Tapi papa menyeretku masuk kamar dan mengunciku dari luar.
"Pa jangan papa!! Buka pa!!!", teriakku dari dalam kamar.
Lalu aku mendengar papa lari ke arah luar rumah, sambil berteriak, "Kembali kamu!!".
Aku berlari mengintip ke arah jendela, kulihat mama berlari keluar dari rumah, pergi mengendarai mobilnya. Saat itu dalam tangisku aku berdoa agar papa tidak berhasil menangkap mama.
Tidak lama kudengar papa membanting barang-barang yang ada di rumah, berarti mama berhasil kabur dari papa.
"Terima kasih Tuhan, Engkau mengabulkan doaku", kataku dalam hati.
Aku menangis semalaman. Mungkin aku baru tertidur menjelang subuh.
"Malika bangun", papa mengguncangkan badanku.
Kulihat sepertinya ini sudah siang.
"Papa mau pergi, ini atm untuk keperluanmu, nomor pin nya papa sudah tulis di belakang kartu".
Lalu papa pergi meninggalkan rumah dengan mobilnya.
Aku langsung mengecek HP ku, kulihat ada pesan dari mama.
"Malika sayang, maaf mama pergi dari rumah, mama berjanji akan menjemputmu keluar dari rumah itu ya", pesan itu mama kirim subuh tadi, sesaat sebelum aku tertidur.
Langsung aku menghubungi mama.
"Ma, apa mama baik-baik saja? Mama dimana sekarang?".
"Mama ga apa apa Ka, untuk sementara mama akan tinggal di rumah mba Mur dulu ya, mama belum siap pulang ke rumah".
"Iya ma, ga apa apa, mama disana dulu aja. Papa pergi ma, sepertinya papa ga akan pulang beberapa hari ini, tadi papa memberikanku atm miliknya".
"Jaga dirimu baik baik ya Ka, selalu kunci pintu rumah dan pintu kamarmu sebelum tidur ya Ka".
"Baik ma".
Aku keluar kamarku, dan melihat keadaan rumah dalam keadaan berantakan. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Aku membereskan rumahku, setelah 2 jam akhirnya keadaan rumah sudah terlihat lebih baik, aku mandi dan kembali ke kamarku.
"Malika... Malika...", samar suara Carlo membangunkanku.
Kulihat jam saat ini sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku berjalan membukakan pintu untuk Carlo.
"Apa kamu baik-baik saja?", ia memperhatikan wajahku, kemudian memeriksa lenganku juga kakiku, mencari apa ada luka ditubuhku.
"Aku baik-baik saja Lo", jawabku sambil menghentikan tangannya memeriksa tanganku.
"Ayo masuk", ajakku.
"Kamu sendiri Ka? Dimana tante?".
"Mama pergi Lo, aku sekarang sendiri", jawabku sambil menangis lagi.
Carlo berdiri dan kini duduk disampingku kemudian memelukku, sambil mengusap punggungku ia berkata,
"Kamu ga sendiri Malika, aku akan selalu ada untukmu".
Aku hanya membalas pelukannya dan menangis sepuasnya.
Cukup lama aku menangis dalam pelukan Carlo. Setelah aku berhenti menangis aku melepas pelukanku, dan duduk sambil memeluk lututku.
"Apa kamu mau menceritakannya padaku Ka?", tanya Carlo pelan sambil membelai rambutku.
Aku tidak menceritakan detail kejadian semalam, hanya intinya saja.
"Jadi sekarang entah sampai berapa lama, untuk sementara aku akan tinggal sendiri disini", kataku mengakhiri ceritaku.
"Apa kamu tidak mau tinggal di rumah tantemu saja Ka?".
Aku menggelengkan kepalaku dan berkata,
"Aku tidak mau membuat papa semakin marah dan mempersulit tanteku, lebih baik aku tinggal disini saja".
"Aku tidak tenang kamu tinggal sendiri di rumah Ka, bagaimana kalau kamu tinggal di rumahku".
Aku tersenyum mendengarnya.
"Papa tidak akan memukulku Lo".
"Ka, aku tidak buta, kamu suka menutupi lebam di tubuhmu kan".
"Itu terjadi hanya kalau aku menghalangi papa, tapi papa tidak pernah memukulku tanpa alasan, berbeda kasusnya dengan mama", aku kembali meneteskan air mataku.
Carlo memelukku lagi dan berkata,
"Andai usiaku lebih tua darimu, aku akan membawamu pergi sekarang Ka".
"Terima kasih Lo, kamu memang teman terbaikku".
"Jadi apa rencanamu sekarang Ka?".
"Aku ingin menemui mama besok".
"Biar aku antar ya Ka".
"Aku bukan anak kecil, aku bisa sendiri", jawabku sambil tersenyum.
"Bagiku kamu kaya anak kecil, tuh sekarang aja ingusan", canda Carlo sambil berjalan mengambil tissue.
Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala.
"Lagipula kamu harus bertanggung jawab Ka".
"Hah?", aku mengerenyitkan alisku.
"Lihat nih, basah sama ingus kamu, besok aku sekolah gimana?", tunjuk Carlo pada baju seragamnya.
Aku tersenyum lagi, "Baiklah berikan bajunya aku akan mencucinya", aku menjulurkan telapak tanganku dengan gerakan meminta.
"Besok sepulang sekolah tunggu aku, aku akan mengantarmu Ka", ucap Carlo sambil memegang telapak tanganku lalu menggenggam nya dengan kedua tangannya.
Mata kami saling bertatapan, kemudian perutku bunyi. Carlo tertawa mendengarnya.
"Apa seharian ini kamu belum makan?".
Aku menggelengkan kepalaku.
"Coba aku cari apa ada sesuatu yg bisa aku buat", ucap Carlo sambil berjalan ke arah dapurku. Ia menemukan persediaan mie instan dari lemari. Lalu memanaskan lauk sisa kemarin dan sedikit nasi dari kulkas.
Aku duduk di kursi makan menunggunya memasak mie instan dengan telur.
"Ayo makan dulu Ka".
Carlo menghidangkan semua makanan itu di meja makan, dan juga membawakan piring dan sendok untukku.
"Lo ikut makan ya, aku lagi ga nafsu makan, ini semua terlalu banyak, ga akan habis, lagipula ini makanan kemarin, sudah ga bisa lagi masuk kulkas".
"Baiklah", jawabnya sambil mengambil piring, kemudian duduk di sampingku.
Setiap isi piringku berkurang setengah, maka ia akan menambahkan lagi isi piringku.
"Udah Lo, cukup, aku udah kenyang".
"Biar kamu gemuk, soalnya kamu isinya cuma tulang", jawabnya sambil terkekeh pelan.
Carlo melarangku mencuci piring, ia memintaku duduk di kursi, lalu ia membereskan semuanya.
Setelah selesai ia pamit pulang.
"Besok kita berangkat bareng ya, terus tunggu aku pulang sekolah, jangan pergi sendiri ya".
"Iyaaaa", jawabku.
Ia tersenyum dan mengacak rambutku pelan kemudian melangkah menuju rumahnya.