" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ronde atau bakso
Mobil itu menembus jalanan dengan kecepatan normal.
Pamungkas sesekali melihat wajah Ratih melalui kaca tengah,
perempuan itu terlihat masam sedari tadi,
rupanya ia kesal sekali karena Pamungkas mengikutinya.
Pamungkas membuang pandangannya keluar menembus kaca mobil.
Mereka melewati tol ngawi untuk mengambil jalur tercepat ke madiun.
" Berapa jam perjalanan yang kita tempuh untuk sampai kesana?" tanya Pamungkas pada si sopir.
" Empat jam an mas, kalau kita lewat tol terus.." jawab si sopir yang sepertinya usianya sepantaran dengan Pamungkas.
" Belum pernah ke sarangan mas?" tanya si sopir, sembari menyetir.
" Kebetulan belum pernah sama sekali.." jawab Pamungkas masih melihat jalanan.
" Wah.. sarangan sekarang sudah ramai mas, tidak seperti dulu.. tapi makin bagus..
banyak hotel juga jadi tidak perlu repot untuk menginap.." ujar si sopir,
" kalau dari sarangan ke tawangmangu jauh tidak pak?" tanya Ratih menyela.
" Dekat mbak, kurang dari sejam, tiga puluh empat puluh menitanlah.. mau lanjut tawangmangu?? atau menginap di sarangan saja?" tanya si sopir,
" Lihat saja nanti pak.. saya mau menikmati udara di sarangan dulu.." jawab Ratih.
" Oh.. nggih mbak.. tenang saja saya siap kemanapun kok mbak, asal jangan melebihi kota solo..
kalau mau tempat yang lebih indah untuk bulan madu ke tawang mangu saja.." ujar si sopir membuat wajah Ratih berkerut,
" Siapa yang mau bulan madu pak? saya tidak sedang bulan madu." sahut Ratih dengan nada menahan kesal.
" Lho, saya kira ini dalam rangka bulan madu.." kata si sopir meringis,
" dia itu om saya pak..!" tegas Ratih,
" Owalahhhh.. ngapunten ( maaf )lho mas, mbak?? di kira suami istri.. habisnya berdua saja.." si sopir meminta maaf, namun terlihat senyumnya yang aneh sekilas, seperti tak percaya bahwa keduanya adalah keluarga.
Di jaman sekarang ini banyak pasangan kekasih yang tidak mau mengakui bahwa keduanya memang berhubungan di hadapan orang lain,
entah karena mereka sedang bertengkar, atau memang sedang dalam hubungan yang terlarang.
" Kami benar benar satu keluarga mas.." ujar pamungkas dengan suara serius membuat si sopir mengangguk canggung.
Langit sudah gelap ketika keduanya sampai di Magetan.
Si sopir menambahkan kecepatan mobilnya karena jalanan mulai sepi dan menanjak.
" Pelan pelan saja, kita tidak sedang di kejar waktu,
mengutamakan keselamatan lebih baik." Suara Pamungkas mengingatkan,
" baik mas..." jawab si sopir.
Pamungkas menoleh ke belakang, keponakannya itu sudah terlelap sedari tadi, sayang sekali dia melewatkan pemandangan sekitar yang luar biasa.
Pamungkas diam diam senang, tidak percuma juga dia menjadi pengasuh Ratih sementara, ternyata pemandangan menuju sarangan amat memanjakan matanya,
jalanan menanjak dan perbukitan yang selalu mengikuti sepanjang matanya memandang sungguh mengusir rasa lelahnya.
" Mas? kita sudah sampai di jalan raya sarangan mas, telaganya sudah dekat.." ujar si sopir setelah menyetir dengan jalan menanjak cukup lama.
Jalanan memang sudah mulai datar, terlihat juga beberapa villa dan hotel di sekitar jalan.
Ramai sekali, lampu lampu terlihat riuh bersinar, kios kios di pinggir jalan pun masih ramai.
" Kita cari hotel dulu saja.." Pamungkas ingin segera mandi, tapi dirinya tiba tiba ingat, kalau tidak membawa baju ganti.
" Oh, ke toko pakaian terdekat ya?" ucapnya mengubah tujuan,
" tidak bawa baju ganti mas?"
" saya tidak sempat karena buru buru.."
" tapi, toko pakaian disini biasa biasa mas.. apa tidak masalah?" tanya si sopir takut salah membawa ke toko pakaian yang tidak sesuai karena penampilan Pamungkas cukup baik dan barang barangnya terlihat cukup bermerk.
" Saya tidak pilih pilih, yang penting pakaian pria dan pantas..
pakaian pakaian santai saja, toh sedang liburan.." sahut Pamungkas.
" Cari makan dulu..?!" ucap Ratih yang baru saja terbangun dari tidurnya.
" Aku lapar om.." imbuh Ratih menutup matanya kembali.
" Hemm.. ya sudah, kita cari makan dulu mas.." ujar Pamungkas mengalah.
" Mau makan apa mas?" tanya si sopir,
" terserah pak, yang penting tidak mengecewakan.. bapak kan sering kesini, pasti tau..?"
sahut Ratih dengan mata masih terpejam,
" benar ya terserah saya mbak?"
" iya terserah bapak saja".
Setelah makan dan mencari baju, keduanya langsung ke hotel yang di rekomendasikan oleh si sopir.
Hotel yang mereka pilih berlantai tiga, dan mempunyai banyak jendela.
Tidak semodern bangunan hotel hotel di malang, namun Pamungkas merasa hotel yang ia pilih adalah yang paling lumayan dari pada lainnya.
Pamungkas bukan orang yang rewel, namun ia wajib memilih tempat ternyaman untuk keponakannya.
" Aku tidak rewel om, karena yang terpenting bagiku adalah suasananya," ujar Ratih saat Pamungkas melihat kamar yang Ratih tempati.
" Aku disini menjadi pengganti orang tuamu.." tegas Pamungkas,
setelah ia mengecek semua jendela dan kamar mandi, ia segera pergi
menuju kamarnya sendiri yang berada di samping kamar Ratih.
Dingin menusuk kulit Pamungkas, rupanya jaket yang ia beli tadi kurang tebal, semenjak pindah keluar jawa, ia tak begitu kuat udara dingin,
meski Ratih berkata hawanya biasa biasa saja, namun tidak dengan Pamungkas.
Di buka tirai jendela kamarnya, ia berdiri disamping jendela sembari merokok.
Tak lama HPnya berdering,
" Kenapa?" tanya Pamungkas langsung,
" aku mau keluar om, cari yang hangat hangat sebentar.." suara Ratih terdengar,
" jam berapa ini?"
" masih jam sepuluh malam om, lagi pula kita sedang liburan, kulihat di luar masih ramai..
aku keluar sebentar ya om?"
" hemm.. tunggu sebentar.." Pamungkas mematikan sambungan telfon Ratih,
mengambil dompet dan rokoknya, memasukkannya ke saku jaket, lalu segera keluar dari kamarnya untuk mengikuti Ratih.
Pamungkas mengikuti Ratih dari belakang,
Pamungkas terlihat menonjol karena tubuhnya yang tinggi, sementara Ratih terlihat kecil disamping pamungkas.
Keduanya berjalan menyusuri jalan, dan Ratih semakin mendekat ke arah telaga.
" Wahh.. dulu beberapa tahun yang lalu, tidak seramai ini..?!" ujar Ratih terlihat senang melihat orang ramai berjualan di sekitar telaga.
" Mau lihat telaga apa orang jualan?" tanya Pamungkas datar.
" Karena telaganya tidak terlihat, jadi kita kulineran saja malam ini om," jawab Ratih terus berjalan menyusuri kios kios dan pedagang pedangan disamping telaga.
Lampu lampu dan gerobak yang menjual berbagai macam makanan mengundang Ratih untuk terus berjalan dan mendekat.
" Om mau ronde? atau kita makan bakso??" tanya Ratih berbalik dan memandang omnya itu.
Pamungkas yang tidak fokus dan melihat kanan kiri sembari merokok menghentikan langkahnya dengan cepat karena hampir saja menabrak Ratih.
" Wahh.. yang susah aku kok om yang melamun.." Ratih tersenyum lebar.
" Mau ronde atau bakso om?" tanya Ratih lagi lebih dekat,
" ah.. terserah kau saja.." jawab Pamungkas mundur karena Ratih di rasa terlalu dekat.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆