Dibuang karena Ramalan ... Kembali karena Dendam.
Novel ini mengisahkan tentang seorang putra dari Kaisar Langit yang hendak dibunuh oleh ayahnya sendiri karena suatu ramalan. Beruntung, sebelum anak itu berhasil di bunuh, dia di bawa pergi oleh seorang pria tua dan menyembunyikannya di alam Tengah.
Zhang Ziyi namanya...
Hari-hari dia lalui dengan penuh kemalangan dan kesialan. Hingga pada suatu ketika, kesialan itu membawa dia pada sebuah goa, dimana di situlah keberuntungannya ia temukan. Dari situ pula lah dimulainya suatu perjalanan. Perjalanan Menjadi Yang Terkuat Diantara Yang Terkuat... Perjalanan Menggulingkan Kaisar Langit....
"Aku Zhang Ziyi... Seorang Putra dari Kaisar Langit, akan kembali ke alam atas... Menemui kaisar langit dan Menggulingkan Kaisar Langit... Mereka yang menghalangi jalanku, akan ku tebas dengan Pedang Naga Langit!!" ~Zhang Ziyi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 3 ~ Zhang Ziyi
"Lihatlah, pemuda itu. Menjadi putra kesayangan Kepala Klan Zhang Cabang... Bukannya kuat, dia malah menjadi seorang sampah!"
"Kau benar. Kalau aku jadi kepala klan Zhang cabang, akan ku usir pemuda tak berguna ini dari klan! Tch. Dasar sampah ... taunya cuma buat orang susah!"
"Oi pemuda tak berguna... Kembalikan barang ku. Sialan Kau!"
Seorang wanita maju mendekati seorang pemuda yang saat ini di kelilingi oleh orang-orang yang ramai menghujatnya. Namun bukannya takut, ia malah menampakkan raut wajah biasa saja. Bahkan sesekali ia juga akan meledek balas mereka.
Wanita tersebut langsung menampar pemuda itu. Kantong kulit milik pemuda itu di geledah-nya. Beberapa saat ia menemukan benda yang ia cari.
"Ini ... ini adalah kalung giok milikku. Dasar PENCURI!"
Seketika semua yang mengelilingi pemuda tersebut heboh dengan berbagai kata umpatan di keluarkan. Menyerang pemuda tersebut dengan makian.
Pemuda tersebut sendiri nampak tetap santai menanggapi setiap racun yang keluar dari mulut mereka. Ya, dikarenakan setiap hari dirinya selalu menerima perkataan seperti itu, membuatnya menjadi kebal dan mati rasa.
"ZHANG ZIYI!!"
Suara yang menggema, layaknya Guntur langsung membuyarkan keributan tersebut.
Pemuda yang di kelilingi oleh banyaknya orang yang menghujat nya barusan bernafas lega. Kala tak ada lagi yang mengeluarkan kata umpatan terhadapnya. Namun ia mengetahui setelah ini sesuatu yang lebih buruk akan segera menimpanya.
Benar saja. Seorang yang berteriak tadi langsung menerobos keramaian. Berjalan di tengah-tengah, di mana pemuda yang di panggil Zhang Ziyi barusan berada.
Pemuda itu adalah Zhang Fei, saudara sepupu Zhang Ziyi. Zhang Ziyi sendiri merupakan anak angkat dari kepala klan Zhang cabang.
Tanpa ba-bi-bu, Zhang Fei langsung melayangkan tamparan keras pada pipi Zhang Ziyi. Membuat pemuda itu terguling-guling di tanah. Zhang Ziyi memegangi pipinya yang terasa panas.
Menatap Kakak sepupunya dengan tatapan menusuk. Zhang Ziyi mengutuk keras Pemuda yang menamparnya barusan. Namun apa daya nya. Dia hanya seorang pemuda lemah yang tahunya hanya bikin onar.
Usia keduanya sendiri hanya terpaut dua tahun. Zhang Ziyi 12 tahun sedang Zhang Fei 14 tahun. Meski begitu, Zhang Ziyi tak bisa di bandingkan dengan Zhang Fei. Dimana Zhang Fei saat ini berada di ranah Pendekar tahap 5 Sedang Zhang Ziyi sendiri masih tersesat di ranah Pendekar tahap 2.
Hal itu pula lah yang membuat Zhang Ziyi sering dibanding-bandingkan dengan Zhang Fei. Bahkan hampir di setiap harinya Zhang Ziyi mendengar ada saja orang yang mengumpati dirinya.
"SAMPAH!!!" Kata itu cukup pendek, namun kata itu lah yang paling Zhang Ziyi benci. Sebisa mungkin ia mencoba untuk tak terlalu mengambil hati kala kata itu keluar dari mulut setiap anggota klan. Perkataan umpatan yang sering dia dengar dari orang-orang klan atas dirinya berusaha ia abaikan. Namun, saat mendengar kata "Sampah" Entah mengapa dadanya selalu panas.
***
"Dasar tak tahu malu! ... Kau sama saja dengan ayahmu, sama-sama bodoh dan TAK TAHU MALU! ... Harusnya dulu ayahku yang menjadi kepala klan Zhang cabang. Bukan ayahmu! Namun kau tahu? Ayahmu melakukan cara curang untuk mendapatkan kepercayaan dari kepala klan utama Zhang."
Zhang Fei berucap dengan suara lantang. Ditambah Susananya yang sedikit hening di tempat itu, membuat siapa saja bisa mendengar apa yang ia ucapkan.
Koar-koar kembali tercipta. Semuanya saling berbisik-bisik, membicarakan tentang perkataan Zhang Fei barusan.
"Omong kosong!"
Zhang Ziyi merasakan panas di dadanya. Perkataan Zhang Fei barusan telah sukses membuat emosinya kian meluap.
Tak terima. Zhang Ziyi hendak bangkit dan meninju wajah Zhang Fei. Namun baru saja bergerak sedikit, dirinya telah lebih dulu mendapat injakan keras dari anak buah Zhang Fei.
"Uhk!"
Zhang Ziyi kembali menatap tajam Zhang Fei. Terlihat jelas urat matanya yang merah bercabang-cabang.
"Kau boleh menghinaku ... Tapi jangan sekalipun kau berani menghina kedua orang tua ku!"
Perkataan itu cukup pelan, namun dapat di tangkap oleh indera pendengar Zhang Fei.
"Hoi-hoi... Kau mau mengancam ku? Pemuda sampah seperti mu berani mengancam ku?" Zhang Fei berjongkok di hadapan Zhang Ziyi. Di tariknya rambut pemuda itu dengan kasar.
"Apa yang bisa kau lakukan Hah!" Tamparan keras kembali menghantam pipi Zhang Ziyi.
Tak sampai di situ, Zhang Fei kembali men-double tamparannya.
Darah mulai keluar dari dua lubang hidung Zhang Ziyi. Kepalanya sedikit pusing setelah menerima dua tamparan keras tersebut.
Tidak cukup sampai di situ, Zhang Fei menyuruh antek-anteknya untuk menghajar Zhang Ziyi habis-habisan.
Dengan senang hati, mereka menendang Zhang Ziyi. Memainkan kaki di tubuh pemuda tersebut.
Ringisan kesakitan tak berhenti keluar dari mulut Zhang Ziyi. Seiring dengan tendangan yang mendarat secara bergantian di tubuhnya.
Sisa-sisa kesadarannya. Zhang Ziyi menatap sayu Zhang Fei. Sebagai seorang sepupu, bukannya mendukung, Zhang Fei malah memojokkannya. Dalam hati ia bertekad akan membalaskan dendam atas penghinaan hari ini.
Sebenarnya bukan cuma kali ini, Zhang Ziyi mendapat perlakuan seperti ini dari sepupunya. Melainkan hampir setiap hari. Namun menurutnya hari ini Zhang Fei sudah melewati batas. Bahkan di hadapan orang banyak, pemuda itu berani menghina orang tua Zhang Ziyi.
Pandangan Zhang Ziyi perlahan tapi pasti mulai kabur, sebelum akhirnya semuanya tampak gelap.
***
Zhang Ziyi perlahan membuka kedua matanya. Cahaya yang begitu menyilaukan pertama kali ia tangkap. Sontak, matanya kembali ia tutup, bahkan lengannya juga ikut menghalau cahaya tersebut dari wajahnya.
Beberapa saat, matanya kembali ia buka. Namun di tutup kembali kala masih belum terbiasa dengan cahaya tersebut.
Selang beberapa saat, Zhang Ziyi membuka kembali kedua matanya. Tak ada yang bisa ia lihat. Semuanya tampak putih. Zhang Ziyi perlahan menggerakkan tubuhnya. Bangkit.
Diperhatikannya sekitar, tampak semuanya berwarna putih.
"Tempat apa ini?"
Zhang Ziyi memegangi kepalanya yang sedikit pusing.
"Kau sudah sadar, rupanya!"
Suara yang begitu menggema tiba-tiba saja terdengar. Kontan saja membuat Zhang Ziyi melompat dengan sendirinya, saking terkejutnya dia.
"Su-suara apa itu?" ucap Zhang Ziyi. "Siapa di sana?"
Tak ada jawaban. Suara yang membahana tersebut mendadak tak terdengar lagi.
"Zhang'er! Zhang'er!"
Kembali suara menggema terdengar. Zhang Ziyi menghentikan gumamannya dalam hati. Berusaha mendengar lebih jelas suara tersebut.
Suara yang begitu ia kenali. Persisi seperti suara ibunya. Beberapa saat, ia merasakan kesadarannya tersedot sesuatu.
"Uhuk!" terbatuk-batuk pelan. Zhang Ziyi membuka mata, yang semula terpejam. Siluet seorang wanita, pertama kali di lihatnya. Wanita itu sendiri tengah tersenyum bahagia, kala melihatnya mulai sadar.
"Ziyi'er! Akhirnya kau sadar juga!"
Wanita tersebut langsung memeluk tubuh Zhang Ziyi.
Bingung sesaat. Zhang Ziyi berusaha mencerna apa dan dimana dia saat ini.
"Eh, Ibu!" racau-nya kala otaknya berhasil mencerna situasi saat ini.
Dia saat ini tengah berada di kamarnya. Sedang wanita yang memeluk dirinya adalah Zhang Hai, ibunya. Terlihat juga di sana ada Zhang Mao, ayah Zhang Ziyi tengah berdiri di samping ranjang tempat tidurnya.