NovelToon NovelToon
Asi Babysitter Penggoda

Asi Babysitter Penggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Ibu susu / Fantasi / Duda / Harem / Konflik etika
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah jujur.

Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.

Majikannya, Ardan Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.

Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.

Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.

“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”

“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”

“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Pertarungan dominasi dan berakhir ++

...0o0__0o0...

...Hening yang muncul setelah kalimat Naya bukan hening biasa. Itu hening yang menegangkan—hening yang membuat udara seolah berubah lebih berat....

...Arya masih menahan kedua pergelangan tangan Naya, namun genggaman itu kini bukan sekadar dominan… itu adalah bentuk pertahanan diri. ...

...Seolah dia perlu memastikan Naya tidak bergerak, padahal sebenar-nya Arya yang terpancing....

...“Kau pikir kau bisa membakar aku ?” Arya bertanya pelan....

...Nada suaranya berubah. Tidak lagi hanya mengancam—tapi menguji, lapar, dan gelap....

...Naya menatap-nya tanpa mundur sedikit pun. “Itu tergantung Tuan. Yang saya lihat… Tuan sudah mulai panas.”...

...Arya menarik napas dalam, mencoba menahan diri. Tulang rahang-nya mengencang, seolah menahan amarah dan sesuatu yang lebih berbahaya lagi—keterlibatan emosional....

...“Berhenti bermain,” gumam Arya, mencengkeram lebih erat....

...Naya tersenyum kecil. “Kalau saya berhenti, Tuan kehilangan alasan untuk marah. Dan saya tahu Tuan butuh itu.”...

...Arya hampir melepaskan tangan Naya—bukan karena kasihan, tetapi karena instingnya berteriak untuk menjauhi jebakan yang Naya buat. Namun ia menahan diri....

...“Naya,” katanya perlahan, nada rendah-nya membuat bulu kuduk gadis itu meremang, “kau tidak tahu batas bahaya permainan ini.”...

...Naya memiringkan wajah, tidak gentar sedikit pun....

...“Kalau begitu… tunjukkan batasnya, Tuan. Atau—” matanya menyempit, licik dan penuh perhitungan, “—Tuan hanya menakut-nakuti saya karena Tuan sendiri tidak yakin batas-nya di mana.”...

...Arya membeku sejenak. Itu pukulan tepat sasaran—dan ia tahu Naya menyadarinya. Ia mendekat tiba-tiba, wajah mereka hanya terpaut detik napas....

...“Naya,” katanya sangat pelan, “kau bukan tandingan ku.”...

...Naya menatap lurus masuk ke matanya. “Kalau benar begitu,” bisiknya, “kenapa Tuan selalu berhenti di tengah ? Kenapa Tuan butuh melihat saya goyah sebelum Tuan merasa menang ?”...

...Arya meremas udara. Napasnya berubah kasar, bukan karena marah—tapi karena Naya membaca dirinya terlalu tepat, terlalu cepat....

...Naya menambahkan, nada suara-nya turun menjadi sesuatu yang merayap, gelap, dan berbahaya:...

...“Tuan ingin menang, tapi Tuan takut kehilangan saya sebagai arena bertarung.”...

...Arya tersentak—lebih karena kebenaran itu memukulnya dari pada karena kata-kata Naya....

...“Cukup.”...

...Suaranya menggeram, benar-benar geram....

...Tapi Naya tidak berhenti. Ia sudah mencium kelemahan Arya dan ia menarik-nya tanpa belas kasih....

...“Saya bukan yang pertama yang Tuan kendalikan… tapi mungkin saya yang pertama yang bisa membuat Tuan kehilangan kendali.”...

...Genggaman Ariya pada tangan Naya akhirnya melemah—bukan karena kalah, tetapi karena emosinya melonjak terlalu tinggi untuk tetap tenang....

...Arya mendengus berat. “Kau benar-benar tidak tahu apa yang kau mainkan.”...

...Naya menatapnya, calm, tetapi tajam seperti pisau. “Saya tahu,” jawabnya pelan. “Saya memainkan-nya dengan Tuan.”...

...Hening jatuh lagi....

...Lebih berat....

...Lebih gelap....

...Dan lebih intens dari pada sebelum-nya....

...Arya menurunkan tangan Naya perlahan—bukan melepaskan, tapi menggeser cengkeraman ke sisi wajahnya....

...Jari-jarinya menahan pipi Naya, menengadahkan wajah gadis itu ke arahnya. ...

...Tatapan-nya bukan lagi hanya dominan. Bukan hanya gelap. Ada obsesi yang mulai terbentuk di sana....

...“Baik, Naya,” suaranya hampir seperti bisikan ancam. “Kalau kau ingin perang dominasi… kau akan dapat perang itu.”...

...Naya menatapnya balik, tidak gentar sedikit pun. “Saya sudah siap sejak tadi, Tuan.”...

...…Namun Naya Mengimbangi-nya dengan Manipulasi Tenang yang Menusuk....

...Udara di antara mereka menegang....

...Arya menatap Naya lama—terlalu lama—seakan pria itu sedang menghitung langkah, strategi, dan titik terlemah gadis itu....

...Lalu perlahan… Arya tersenyum....

...Bukan senyum ramah....

...Bukan senyum puas....

...Senyum yang sangat tenang—tenang dengan cara yang membuat bahaya terasa seperti sedang menunggu di ambang pintu....

...“Naya,” katanya, suaranya kini lebih lembut namun jauh lebih beracun, “kau mengira sudah membalikkan keadaan barusan, ya ?”...

...Naya tidak menjawab. Ia tetap menatap Arya dengan ekspresi polos yang terlalu rapi—polos yang jelas di sengaja....

...Arya mencondongkan tubuh, memerintah tanpa mengucapkan perintah....

...“Lihat aku.”...

...Naya mengangkat dagunya sedikit. Terkendali. Patuh—atau tampaknya patuh....

...Arya mengusap dagu Naya dengan ibu jarinya, satu gerakan kecil, pelan, namun penuh makna menguasai....

...“Kesalahan mu hanya satu.”...

...Naya menikmati setiap kata itu, meski wajahnya tampak tenang. “Kesalahan apa, Tuan ?”...

...Arya mendekat, matanya mengunci tanpa memberi ruang untuk berpaling. “Kau menunjukkan semua kartu mu terlalu cepat.”...

...Naya terpaku sejenak, namun bukan karena takut. Ia sedang menunggu. Membiarkan Arya mempercayai keyakinan yang baru dia bangun sendiri....

...Arya melanjutkan, lebih rendah, lebih licik, “Kau pikir membaca ku membuat mu unggul. Padahal itu membuat mu terbuka. Bisa terbaca balik.”...

...Arya menelusuri garis rahang Naya, gerakan-nya lambat, sengaja, menimbulkan dominasi tanpa perlu kekasaran....

...“Kau mencoba mengikat ku lewat kata-kata. Tapi sayangnya…”Ia merapatkan wajah, bisikan-nya menusuk, “aku jauh lebih pandai mengikat orang melalui diam.”...

...Naya mengangkat alis, samar. “Begitukah, Tuan ?”...

...Arya tersenyum tipis. “Ya. Misalnya sekarang.”...

...Laki-laki itu menatap gadis itu sangat lama—hening, tanpa kata—dan hening itu menghantam seperti gelombang kedua dari permainan yang jauh lebih berat....

...Naya merasakan tekanan dari tatapan itu: terukur, memojokkan, seakan Arya sedang menelanjangi seluruh pikiran dan strategi gadis itu satu per satu....

...Sampai akhirnya Arya berkata pelan, “Kau semakin gelisah saat aku diam. Dan itu… membuat ku menang.”...

...Untuk sesaat, bibir Naya bergetar kecil—bukan ketakutan, bukan gugup, tetapi karena ia menyadari Arya baru saja menemukan celah: keheningan yang menekan....

...Tapi Naya bukan gadis yang mudah terpojok. Ia menghembuskan napas pelan—sangat pelan—menenangkan detak jantungnya....

...Kemudian gadis itu menatap Arya dengan mata yang jauh lebih jernih, lebih menusuk, lebih licik....

...“Kalau Tuan ingin diam… silakan,” ucap Naya lembut. “Itu hanya membuat saya tahu satu hal.”...

...Arya mengernyit ringan. “Apa ?”...

...Naya mendekat sedikit....

...Sangat halus....

...Bahkan hampir tidak tampak—namun justru itu yang membuat Arya terpaksa fokus....

...“Bahwa Tuan sedang berpikir keras tentang saya.”...

...Arya berhenti....

...Napasnya berhenti....

...Waktu pun terasa ikut berhenti....

...Naya tersenyum tipis. “Karena diam Tuan bukan tenang… tapi terobsesi.”...

...Kata itu menghantam Arya lebih keras dari pada serangan apa pun....

...Ekspresi pria itu berubah—bukan marah, bukan kaget, tapi seperti seseorang yang baru saja di paksa melihat cermin yang dia hindari....

...Naya melanjutkan dengan nada setenang air yang memantulkan cahaya pisau: “Tuan bilang saya memperlihatkan semua kartu ?” Ia menggeleng halus. “Sayangnya… itu baru satu.”...

...Arya perlahan menegakkan tubuh, sorot matanya tajam, namun kini ada sesuatu yang lain:...

...kewaspadaan....

...Naya menambahkan, nada suaranya merayap seperti racun manis: “Tuan belum tahu kartu saya lain-nya. Dan Tuan… semakin penasaran setiap detiknya.”...

...Dan untuk pertama kalinya— Arya tidak punya balasan cepat....

...Hening mengendap di antara mereka, tapi bukan hening yang menenangkan. ...

...Ini hening yang terasa seperti dua pisau tajam saling menunggu momen untuk menusuk....

...Arya menatap Naya dari atas, tatapan tajam yang selalu di gunakan untuk menaklukkan siapa pun yang berani menantangnya. ...

...“Kau mulai lupa tempat mu,” ucapnya rendah, nyaris seperti ancaman yang di balut kelembutan palsu....

...Naya hanya tersenyum tipis. Senyum yang tidak seharusnya muncul dari seseorang yang sedang di tekan dan di kunci seperti itu. ...

...Senyum yang membuat Arya merasakan sesuatu yang jarang sekali ia rasakan: terusik....

...“Tempat ku ?” Naya menatapnya balik, mata hitamnya tenang, terlalu tenang. “Tuan sepertinya lupa… beberapa hal hanya bisa di kuasai oleh orang yang tidak menunjukkan ketakutan.”...

...Arya mencondongkan tubuh, bayangan-nya sepenuh-nya menelan Naya. “Kau pikir aku tidak tahu trik kecilmu ? Kau menunggu aku lengah. Kau menunggu aku… terpengaruh.”...

...Naya berkedip pelan, sengaja lambat. “Dan Tuan takut pada hal itu ?”...

...Mata Arya menyipit. “Aku tidak takut apa pun.”...

...“Justru itu masalah-nya,” Naya menjawab. Suaranya halus, tapi efeknya seperti pisau diselipkan ke bawah tulang rusuk. “Tuan terlalu yakin bahwa semua orang akan tunduk. Padahal… sebagian dari mereka hanya diam karena sedang mengukur kapan harus membalas.”...

...Arya mencengkeram dagu Naya, keras, namun terkontrol dengan sempurna. “Kau sedang bermain api.”...

...“Api ?” Naya tersenyum lagi, lebih sinis. “Mungkin. Tapi Tuan Arya lupa… api kecil yang di biarkan menyala di pojokan bisa menghabiskan seluruh rumah.”...

...Tatapan Arya gelap, bukan marah—lebih berbahaya dari itu. Ia menurunkan suaranya, hampir seperti bisikan yang mampu mengunci siapa pun di tempat. “Kalau kau pikir kau bisa membakar aku… kau salah. Aku selalu memadamkan sesuatu sebelum sempat menyala.”...

...Naya menahan tatapan itu tanpa berkedip. Tenang. Licik. Menantang....

...“Itu dia,” bisiknya. “Kelemahan Tuan. Terlalu sibuk memadamkan sesuatu sampai tak sadar ada yang menyelinap lewat celah kecil yang Tuan remehkan.”...

...Arya menarik wajahnya lebih dekat, begitu dekat hingga napas mereka bertabrakan. “Dan kau celah kecil itu ?”...

...“Tidak,” Naya membalas. “Aku orang yang membiarkan Tuan berpikir celah itu kecil.”...

...Sejenak, hanya keheningan....

...Lalu Arya tertawa rendah—tawa pendek, gelap, seperti seseorang yang menemukan lawan main yang tidak terduga....

...“Baik,” katanya akhirnya. “Kalau kau ingin perang dominasi… jangan menyesal kalau aku mulai memainkan-nya tanpa belas kasihan.”...

...Naya menatapnya santai. “Tuan Arya… sejak kapan aku mengharapkan belas kasihan ?”...

...Hawa ruangan berubah. Berat. Intens. Dan jelas belum ada pemenang....

...Hanya dua predator yang baru saja membuka babak baru permainan mereka....

...“Ahh… Tuan Arya…”...

...Desah itu lolos begitu saja dari mulut Naya—bukan karena kelembutan, tapi karena cara Arya menghisap, menuntut, menekan, dan mengambil Asi gadis itu tanpa sepatah kata....

...Naya menggigit bibir bawahnya keras-keras, berusaha menahan suara yang ingin pecah. Setiap hisapan Arya terasa seperti serangan teratur, menghujani sarafnya tanpa memberi kesempatan bernapas....

...Tangan Arya mencengkeram kedua pergelangan tangan Naya dan menahan-nya di atas kepala, mengunci gadis itu di bawah kukungan-nya. ...

...Setuhan tangan lainnya, meremas dada sintalnya, membuat tubuh Naya mengejang, tak mampu melawan tekanan yang di berikan Arya ke segala sisi....

...Naya benar-benar di buat tak berdaya....

...Arya tidak sekadar mendominasi tubuhnya—ia menyergap kewarasan Naya, merampas kendali napas dan pikiran-nya dalam satu gerak cepat. ...

...Pandangan laki-laki itu penuh tuntutan, haus, dan tak memberikan celah untuk kabur....

...“"Eurghhh... Tuan Arya. Pelan-pelan.” Suara erangan lirih itu pecah dari bibir Naya....

...Arya hanya melirik sekilas. Tatapan-nya dingin—lebih seperti predator yang terganggu, bukan seseorang yang hendak mengendurkan tekanan. ...

...Arya bergeser sedikit, menghisap pucuk dada satunya, namun bukan untuk meringankan, melainkan untuk memaksa reaksi baru dari Naya....

...Tubuh gadis itu bergetar di bawah-nya. Arya menekan tubuhnya semakin dekat, membuat jarak di antara mereka hilang, dan setiap sentuhan menciptakan gelombang sensasi yang membuat pikiran Naya berantakan....

...Apalagi saat bagian intim keduanya saling bergesekan dari balik kain yang mereka kenakan. Arya dengan sengaja menekan dan meng-gerakkan tubuh'nya naik-turun pelan. ...

..."Ahh..." Desahan lirih lolos dari bibir Naya. ...

...Dan Arya semakin menyerang gadis itu tanpa memberikan cela menolak....

...Naya hampir kehilangan kendali… Tubuhnya menggeliat bak cacing kepanasan. Sampai ingatan itu muncul. ...

...“Tuan Arya…” suara Naya goyah. “Sisakan… jatah buat Baby Karan.”...

...Seketika, Arya membeku. Rahang-nya mengencang....

...Ia mengumpat dalam hati—bukan kepada Naya, tapi kepada dirinya sendiri yang hampir terbawa permainan terlalu jauh....

..."Sial. Hampir saja…"...

...Arya melepas hisapan itu mendadak, berguling ke samping, napasnya berat dan dadanya naik turun. Gairah dan kendali bertubrukan di wajahnya....

...Tanpa memberi Naya kesempatan bernapas, Arya menarik tubuh gadis itu dengan satu sentakan kuat hingga kini Naya berada di atas. ...

...Posisi itu bukan pemberian kuasa—tapi cara baru untuk merampas-nya....

...Naya terkejut, matanya membesar....

...“Argh, Tuan—”...

...Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya ketika suara Arya memotong, rendah dan penuh perintah yang tak membuka opsi penolakan....

...“Gerakkan tubuh mu, Naya.”...

...Nada itu datar. Serak....

...Namun kekuatan di baliknya membuat udara di ruangan seperti mengeras....

...Tidak ada pilihan....

...Tidak ada ruang untuk ragu....

...Hanya titah....

...Dan Naya tahu: ia harus menaatinya....

...0o0__0o0...

1
Ita rahmawati
makanya babby karan titipin dulu ke omanya biar kalian tenang dn oma nya tantrum 🤣🤣
Merey Terias
wkwkwk gagal lagi kan kalian berdua ? 🤣🤣🤣🤣 makanya nikah dulu baru main esek-esek 🤭🤭🤭
Ita rahmawati
sampe lupa kan jatah anaknya,,hampir saja 🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
ASHLAN DINENDRA
kak karyamu yang baru kenapa dihapus? cuma up 2 ditunggu malah hilang
ASHLAN DINENDRA: ditunggu kakk semangat
total 2 replies
Nuna Mochi
jangan lupa tinggalkan jejak
Yuyun Yunaas
Arya sudah berada di ujung, Naya. jadi bergeraklah 🤣🤣🤣🤣💪
Nuna Mochi: 🤭🤭🤭🤭🤭 xixi kakak
total 1 replies
Sunarmi Yati
Gerakan tubuhmu Naya, pak duda udah pening 🤣🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤭🤭🤭🤭🤭 xixi kakak
total 1 replies
Merey Terias
🤣🤣🤣🤣 gak tahan juga kan kau duda
Nuna Mochi: 🤭🤭🤭🤭🤭 xixi kakak
total 1 replies
Merey Terias
gas Thor 🤭🤭🤭
Merey Terias
semakin bikin gregetan 🤣🤣🤣🤣
Yuyun Yunaas
ku nantikan kelanjutan kalian berdua, 🤣🤣🤣🤣
Yuyun Yunaas
mau aku bantu dorong gak kalian berdua 🤣🤣🤣🤣👍
Sunarmi Yati
lanjutkan Thor 🤣🤣🤣💪💪💪
Nuna Mochi: asiap kak 😍😍😍😍😍
total 1 replies
Sunarmi Yati
aku yang greget sama kalian berdua🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: aku juga kak 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Sunarmi Yati
sikat aja 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣entar dulu ya kak
total 1 replies
Sunarmi Yati
lanjutkan Thor 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: asiap kakak 🤭🤭beradik yang
total 1 replies
Sunarmi Yati
Minimal nikah dulu lah 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣 masih belum kepikiran kayaknya mereka kak
total 1 replies
Sunarmi Yati
masih ku pantau kalian berdua 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣 jangan sampai kedip ya kak.
total 1 replies
Sunarmi Yati
meresahkan, yak kan ? duda ? 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣 pastinya dong kak
total 1 replies
Sunarmi Yati
kesempatan dalam kesempitan ya pak duda 🤣🤣🤣🤣
Nuna Mochi: 🤣🤣🤣🤣🤣 ya dong kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!