Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Dengan sedikit ragu-ragu, Isani menekan tombol send. Seketika memejamkan mata saat tanda centang dua abu berubah menjadi biru. Ia menggigit ujung telunjuk, membayangkan bagaimana ekspresi Yusuf saat melihat foto yang baru ia kirim. Ponsel di tangannya tiba-tiba berdering, saat membuka mata, melihat ada panggilan video dari Yusuf. Sani langsung panik, tangannya reflek mengusap tombol merah, menolak panggilan.
[ Kenapa gak dijawab? ] Yusuf langsung mengirim pesan.
Sani kembali menggigit telunjuk, bingungg harus bagaimana. Saat ini, ia tengah memakai lingerie yang dibelikan Yusuf via online. Dan foto yang dia kirim tadi, adalah fotonya saat mencoba lingeri hitam tersebut. Yusuf yang memintanya mengirim foto saat mencoba.
[ Sayang, angkat ya. Kamu cantik sekali ]
Yusuf kembali melakukan panggilan, dan mau tak mau, meski malu, Sani menerimanya.
Yusuf tampak tertegun beberapa saat. Laki-laki itu terlihat menelan ludah melihat betapa cantik dan sek si istrinya.
"Aku malu," Sani menutup bagian dadanya yang terbuka menggunakan telapak tangan.
"Kamu cantik," puji Yusuf. "Kenapa harus malu, bukankah apa yang ada didiri kamu, semuanya milikku? Bukankah sebagai suami, aku berhak melihatnya?"
Sani mengangguk, menurunkan tangan yang menutupi dada.
"Panas, huft!" Yusuf mengibas-ngibaskan telapak tangan di sekitar leher.
Sontak saja, Isani tertawa cekikikan melihat tingkah suaminya itu.
"Huft, gak kuat," Yusuf menutup kedua matanya dengan telapak tangan. "Ternyata aslinya lebih menggoda daripada foto."
Isani semakin cekikikan. Ia yang awalnya malu, perlahan tumbuh rasa percaya diri karena pujian suaminya.
"Besok, sambut aku dengan itu," Yusuf memperhatikan Isani tanpa kedip. Sekali lagi, ia tampak menelan ludah.
"Besok?" kening Sani mengernyit.
"Hem, aku pulang besok siang. Tiket udah aku beli."
Senyum Isani langsung mengembang. Ternyata sedikit lebih cepat dari perkiraan yang katanya seminggu. Ini, hari ke 4 Yusuf ada di Solo.
"Alhamdulillah urusan disini sudah selesai. Aku benar-benar gak sabar buat ketemu kamu," Yusuf mengulum senyum, mengusap wajah Sani di layar ponselnya. "Oh iya, kabar baiknya lagi, semua rekening bank ku udah normal kembali. Besok bakalan aku transfer semua uang kamu yang sudah aku gunain. Sekali lagi makasih ya, udah bayarin kalung lelang tersebut."
"Udahlah, gak usah bahas soal uang. Aku kangen," ujar Isani malu-malu, lalu menggigit bibir bawahnya.
"Isani, please. Jangan membuat ekspresi seperti itu."
Sani menutup mulut dengan telapak tangan, tertawa.
Yusuf tersenyum, "Aku juga kangen. Kangen berat sama kamu. Em... aku ada oleh-oleh spesial buat kamu."
"Aku itu gak ngarep oleh-oleh, cuma pengen kamu segera pulang aja."
"Iya Sayang, besok kita akan bertemu. Love you."
"Love you too."
Keesokan paginya, Sani sudah sibuk di dapur. Ia memasak makanan spesial untuk Yusuf. Selain memasak makanan, ia juga ingin membuatkan puding coklat kesukaan Yusuf. Bagaimana dia tahu semua kesukaan Yusuf, ya karena ia 3 tahun menjadi sekretarisnya.
"Aromanya sedap sekali," ujar Bi Wati yang baru masuk dapur. Meski pekerjaan utamanya di rumah ini adalah tukang masak, namun ia jarang sekali masak karena Yusuf tak ada di rumah.
"Bi, incipin dong," Sani mengambil sedikit saus di ujung spatula, menyodorkan ke arah Bi Wati. Pagi ini, dia memasak kepiting saus singapore favorit Yusuf.
Menggunakan telunjuknya, Bi Wati mengambil sedikit saus lalu mencicipinya.
"Enak gak?" Sani tak sabar ingin tahu.
"Enak banget," Bi Wati mengangkat jempolnya.
Sambil tersenyum penuh percaya diri, Sani kembali mengaduk masakannya, setelah dirasa matang sempurna, lalu mematikan kompor. 4 hari di rumah ini, ia cukup dekat dengan Bi Wati. Wanita itulah yang menjadi teman ngobrolnya selama tak ada Yusuf.
"Bi, di rumah ini kok gak ada foto keluarga ya. Apa kedua orang tua Yusuf bercerai?"
"Em... " Bi Wati terlihat gugup. "Soal keluarga ini, biar Tuan Yusuf sendiri saja yang cerita."
Sani mengernyitkan kening, merasa ada yang ditutup-tutupi Bi Wati. Ia jadi penasaran, sebenarnya seperti apa keluarga Yusuf. Selama ini, yang ia tahu hanya kedua orang tuanya sudah meninggal, hanya itu.
Setelah urusan dapur selesai, Sani kembali ke kamar. Karena Yusuf akan datang, ia melakukan perawatan seperti maskeran dan luluran, mandi, lalu memilih gaun yang cantik. Ia ingin menjemput Yusuf di bawah, jadi tak mungkin memakai lingeri. Baju dinas tersebut, akan dia gunakan malam nanti, lagipula, tak mungkin balik dari Solo langsung ngajakin perang.
[ Aku udah sampai di bandara Soetta ]
Isani gegas memakai make up tipis-tipis, namun untuk bibir, sengaja lebih merah dari biasanya ia kerja. Gak papa kan, tampil menggoda di depan suami sendiri? Ia menyemprot parfum begitu Yusuf mengirim pesan sudah hampir tiba di rumah.
Dengan gaun kuning selutut tanpa lengan, Isani menuruni anak tangga. Rambut panjangnya dia biarkan tergerai.
"MasyaAllah, Nyonya Sani cantik sekali," puji Bi Wati. "Nyonya benar-benar mirip dengan_" ia buru-buru menutup mulut, takut salah bicara.
"Mirip siapa, Bi?" Sani penasaran.
"Em... mirip artis di TV."
"Hahaha, Bibi bisa aja."
Sani menunggu Yusuf di ruang keluarga yang tak jauh lokasinya dari ruang tamu. Pintu utama ia biarkan terbuka, biar saat Yusuf datang, laki-laki itu bisa langsung masuk. Sayangnya jarak halaman dari ruangan tersebut cukup jauh, jadi jika ada mobil datang, ia kemungkinan tak mendengar.
Isani langsung bangkit dari duduknya mendengar suara derap langkah. Berjalan ke arah depan dengan senyum lebar untuk menyambut kedatangan Yusuf. Namun, langkah kakinya seketika terhenti dan senyuman di bibirnya lenyap saat melihat Yusuf tak datang sendirian. Suaminya itu datang bersama Irene. Yang jadi gongnya, keduanya terlihat begitu mesra, Irene dengan santainya, memeluk lengan Yusuf. "Apa-apaan ini?" ia menatap keduanya bergantian.
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR