Cinta Lelaki Sempurna

Semasa sekolah di SMA Swasta Wirajaya Jakarta, bisa dikatakan Qiya hampir tidak mengenal Ryan, kecuali namanya saja. Sebagai bentuk formalitas karena mereka berdua berada di kelas yang sama.

Ryan seperti siswa pada umumnya, datang ke sekolah untuk belajar, setelah selesai dia pulang, orang tua Ryan sebatas pemilik warung makan sederhana, sehingga jelas dia bukan anak orang kaya.

Perihal prestasi, Ryan tidak termasuk sebagai murid cerdas, rangking 16 dari 32 siswa, tidak pula memiliki bakat terpendam, ilmu Kanuragan, kebal bacok atau pun berpura-pura menjadi siswa biasa, namun menyembunyikan IQ diatas rata-rata.

Bahkan soal penampilan, Ryan tidak tampan atau pun jelek, hanya sebatas standar biasa saja, tapi dia cukup baik dalam hal berbicara, meski jarang bersosialisasi dengan teman-teman di kelas, tapi mereka semua akan memberi penilaian baik tentang Ryan dan mudah untuk akrab.

Intinya semua hal tentang Ryan di mata Qiya saat SMA, dia hanyalah murid biasa dan tidak ada yang spesial. Mungkin karena telornya dua, sedangkan spesial itu telornya tiga. Kata pedagang martabak.

Sedangkan Qiya di masa SMA dikenal sebagai siswi cantik, modis, gaul, sedikit baik dan banyak nakalnya. Begitu pun dengan kepiawaian dalam berakting sudah terasah dari pergaulan di sekolah.

Memiliki teman-teman yang handal dalam hal 'Cari muka', 'Muka tembok' dan 'Bermuka dua', mereka semua menunjukkan diri sebagai para Artis sekolahan penuh drama, mencari perhatian serta sensasi.

Namun Ryan tidak peduli, dia lebih memilih sibuk dengan ponselnya dari pada memperhatikan serangkaian drama di dalam kelas.

Kehidupan mereka berlanjut hingga lulus SMA. Hubungan antara Ryan dan Qiya tetap sama, tidak lebih dari teman sekelas, hanya tahu sekedar nama, termasuk percakapan antara keduanya bisa dihitung dengan semua jari di tubuh manusia, jari tangan, jari kaki dan usus dua belas jari.

Takdir memang penuh misteri, tidak ada yang tahu kapan, dimana, bagaimana, apa dan siapa mereka akan bertemu di masa depan.

Empat tahun setelah kelulusan itu, Qiya yang sejak awal memiliki kecantikan hingga mampu membuat para lelaki terpesona, merasa cukup beruntung mendapat perhatian dari fotografer majalah popular.

Dia pun menerima tawaran sebagai model demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Namun ada syarat dan ketentuan yang berlaku.

Kebusukan dunia entertainment sering kali Qiya alami, mulai dari foto dengan pakaian minimalis, bikini, hingga sedikit transparan, terkadang dia harus menemani 'oknum-oknum' berkencan, mulai merayu mereka, itu Qiya lakukan agar semua urusan menjadi lancar.

Hingga suatu ketika, dia bertemu Ryan untuk membahas tentang project iklan yang akan Qiya terima.

Siapa sangka, kata orang-orang jika uang bisa mengubah segalanya itu nyata.

Qiya tidak mengenal Ryan pada pandangan pertama. Setelah berbincang-bincang membahas masa lalu di SMA, nama-nama yang mereka kenal saling berhubungan, barulah dia sadar.

Jika teman kelas yang dia kenal sebagai lelaki biasa saja, telah menjadi sosok luar biasa.

Qiya menceritakan tentang segalanya kepada Ryan, tentang perjuangan bertahan hidup di dunia entertainment, mengorbankan dirinya sendiri demi keluarga sekali pun tidak membuatnya bahagia, berkhayal jika menjadi artis adalah suatu kebanggaan tapi berbeda dari kenyataan.

Dia merasa telah memilih hidup yang salah, hatinya lelah tapi tidak bisa berhenti untuk sekedar istirahat. Bahkan di pertemuan itu, Qiya memohon kepada Ryan memberikannya posisi bintang iklan dan menawarkan tubuhnya sebagai bayaran.

Ryan berkata..."Aku bisa memberikan itu kepadamu, tapi apa kau akan terus melakukan hal seperti ini untuk selanjutnya ?."

"Mau bagaimana lagi, jika aku tidak mendapatkan job dari iklan atau pun lainnya, ayah dan ibuku akan marah, hanya ini yang bisa aku lakukan."

Qiya merasa kesal, dia marah, tapi bukan kepada Ryan, melainkan dirinya sendiri yang cuma bisa pasrah menerima keadaan.

"Jika kau mau, aku bisa memberikanmu pekerjaan lain, setidaknya kau memiliki gaji tetap, tunjangan kesehatan, THR, cuti tahunan dan makan tiga kali sehari. Tapi yang lebih penting, kau tidak perlu lagi mengorbankan dirimu sendiri." Ucap Ryan.

"Pekerjaan apa itu ?."

"Pembantu di rumah ku."

Meski pun Qiya berpikir cukup banyak untuk meninggalkan profesi sebagai model. Terlepas dari itu, gaji yang ditawarkan oleh Ryan cukup besar, setidaknya sesuai dengan UMR. Namun hal terpenting adalah dia tidak perlu lagi melakukan hal-hal buruk, menemani lelaki tua dan merayu-rayu mereka demi sebuah job.

Qiya pun memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan dari Ryan.

*******

Kembali dari lamunan Qiya, kini mobil memasuki area parkir pusat perbelanjaan di lantai basemen.

Mata Rea terkagum-kagum karena ini pertama kali bagi dirinya masuk ke bawah tanah yang dipenuhi mobil mewah sedang berbaris rapi.

Bagi Qiya, Rea terlihat norak, udik dan kampungan, tapi itu tidak membuat Ryan malu, bahkan sebaliknya, ada senyum di wajah Ryan, seakan bangga karena telah membuat Rea merasa senang.

"Lihat itu kak, mobil itu keren sekali...."

Qiya semakin bingung, tolak ukur kebahagiaan seseorang memang tidak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan orang lain. Tapi siapa yang menyangka, jika istri majikannya begitu bersemangat untuk sebuah mobil forklift.

"Baiklah istriku, kita disini tidak untuk melihat mobil orang lain, di garasi rumah juga ada banyak, jadi ayo kita masuk." Ucap Ryan, namun Rea masih sibuk dengan kebahagiaan nya sendiri.

Qiya segera menarik tangan Rea dan membawanya masuk ke dalam pusat perbelanjaan.

Jika sekumpulan mobil murah di parkiran saja sudah membuat Rea senang, memasuki lantai pertama mata Rea hampir lupa berkedip, karena tepat di sana pameran mobil sport sedang berlangsung.

"Aku pernah lihatnya, apa mobil itu bisa berubah jadi robot." Rea memberi komentar.

Rea sadar, sejak awal Ryan tersenyum, tapi di sisi lain Qiya bingung, bagaimana tuannya begitu senang memperhatikan Rea, seperti mengajak anak kecil di hari pertama bertamasya.

"Kenapa ?, kau pasti berpikir jika aku seperti orang bodoh." Ucap Rea tersinggung.

"Siapa yang mengatakan itu, biar aku hajar dia." Jawab Ryan.

"Jangan berpikir kau bisa membuatku senang karena sudah mengajak ku ke tempat ini." Ucap Rea malu-malu, sedangkan matanya masih bersemangat saat melihat sekeliling.

Diantara banyaknya orang-orang yang berlalu-lalang, cepat Ryan menarik tangan Rea sebelum menabrak orang lain. Tapi Rea mendorong kembali agar melepaskan tangannya, dimana itu membuat Ryan menyenggol Qiya di belakang.

Ryan menangkap Qiya sebelum dia terjatuh..."Maaf Qiya."

"Tidak apa-apa tuan." Jawab Qiya dengan perasaan rumit.

Sebagai sesama manusia atau sama-sama berkelamin wanita, tentu Rea sadar atas prilaku Qiya terhadap Ryan.

Dari sekian banyak kemungkinan yang Rea pikirkan, tidak ada alasan untuk seorang lelaki waras mengabaikan wanita cantik seperti Qiya dan memilih menikah dengan gadis desa.