Cinta Lelaki Sempurna

Cinta Lelaki Sempurna

Rea

Cinta, oh cinta, satu kata indah sejuta makna, tak perlulah mencari dalam kamus besar bahasa Indonesia, rumus matematika, alogaritma atau pun anatomi tubuh manusia, tentang letak dimana cinta berada.

Hati ?, Jantung ?, Ginjal ?, Paru-paru ?, Otak ?, Empedu ?, Pankreas ?, Usus ?, yang buntu ? atau dua belas jari ?.

Tidak ada yang tahu darimana datangnya cinta, semua tampak samar dan misterius, tapi cinta itu nyata dan bisa dirasakan.

Cinta datang tiba-tiba, merasuki jiwa, mencuci otak, membuat orang lupa teman, sahabat, tetangga, saudara, orang tua, kartu ATM, isi dompet, hutang piutang, tunggakan cicilan panci, alamat rumah, hingga mereka lupa dirinya sendiri.

Itulah cinta.... lima kata indah yang memutar balikkan pikiran manusia dari waras menjadi gila atau pun sebaliknya.

Orang-orang bisa gila karena memikirkan cinta, akal sehat lepas kendali karena kerasukan cinta. Kawin lalu cerai, kawin lagi, cerai lagi. belum kawin udah cerai, kebanyakan cerai, sampai lupa kapan kawinnya. semua karena cinta menjadi sumber masalah.

Tapi cinta itu adalah perasaan. Perasaan seperti apa ?, sulit dijelaskan, tidak mudah dipahami, sukar diterka, datangnya entah darimana, semua orang memiliki. Tidak perduli siapa, kawan atau lawan, tangis air mata dan tawa ceria, diputar balik mudah saja tanpa permisi.

Sedangkan untuk Reafani Nur Azizah, gadis cantik dengan rambut hitam panjang, mata tajam, ekspresi dingin, bibir tipis merah jambu, 32 C, pinggang 45 cm, tinggi 162 cm, berat 44 kg, dan sepatu 38. Gadis keras kepala, berkemauan kuat seperti batu pondasi gedung bertingkat, bermulut kasar dan seenaknya sendiri. Secara tegas menyatakan, dia tidak ingin dipermainkan oleh cinta.

Reafani Nur Azizah yang biasa dipanggil Rea. Lahir di desa antah berantah, kecil nun jauh dari perkotaan, mendaki gunung, lewati lembah, tanah lumpur, berbatu, terjal menanjak, licin, turunan curam, kerikil tajam, dan kotoran kerbau sepanjang jalan. Tapi tersedia sinyal operator seluler, counter isi pulsa atau pun layanan WiFi gratis.

Desa Pakusanga, sebelah barat kecamatan Margasuri, kurang lebih tiga puluh kilometer dari kantor pusat pemerintahan wilayah kabupaten Tegal. Gadis muda yang sesaat lagi akan menyelesaikan wajib belajar 12 tahun, atau setara murid SMA, sedang duduk didepan cermin tanpa ekspresi. Dia meratapi wajah kusut penuh kemalangan nasib, merasa perih sebagai korban dari cinta.

Cinta bagi Rea adalah penindasan, kepahitan, hambar, emosi, asam, manis, sedih, sakit, marah, sepi, rindu, gila, nekad, pasrah, gila, cemburu, bahagia dan takdir, semua itu bergabung dalam lingkaran perbudakan antara cinta dan kehidupan.

Tentang apa artinya cinta yang Rea ketahui, hanya dia dengarkan dari mulut-mulut para artis dalam drama televisi setiap malam. Seperti kisah perdebatan antara janda dengan satpam komplek, atau pun sekedar kisah rumitnya biduk rumah tangga kucing pak Jelan, Alberto, yang kehilangan istri tercinta, Marlena.

Pilihan tragis yang diberikan oleh kedua orang tua Rea, kalau dia dijodohkan, kawin terpaksa, nikah sepihak, kepasrahan, tanpa perlawanan dan selalu menjadi jalan hidup seorang wanita desa di kawinkan dengan lelaki tidak dikenal, alih-alih sebagai bentuk bakti pada orang tua, atau pun lebih tepatnya mengurangi beban keluarga.

Pilihan pahit yang harus Rea telan tanpa bisa menolak, hanya menerima keputusan dan menunggu nasib menjadi istri seorang lelaki tanpa tahu darimana asalnya, kenal pun tidak, tapi datang sebagai calon suami dan membawa secara paksa.

Rea tidak bisa membenci keputusan orang tuanya, selama ini, Rea sudah dibesarkan dengan segala jerih payah, kerja keras, keringat, luka, perjuangan, panas, perih, pahit dan air mata.

Demi membahagiakan ayah dan ibu, Rea harus mau mempertaruhkan kebahagiaan masa muda yang dia impikan.

"Maafkan ayahmu ini Rea, jika bukan karena bantuan tuan Rahmat dulu, ibumu mungkin sudah dipanggil sang pencipta. Paling tidak, ini adalah cara untuk membalas kebaikan mereka, kau harus menjadi istri dari anaknya." Ujar Samroji dalam sebuah pembicaraan serius.

Berat Samroji berbicara kepada Rea dengan wajah lembut penuh keriput, bukti nyata perjuangan hidup yang sudah dilewati selama 54 tahun demi keluarga kecil miliknya.

"Tapi ayah, bagaimana jika Rea bekerja, Rea akan berusaha untuk membayar semua hutang-hutang itu, Rea yakin bisa."

"Rea ... Ini bukan tentang uang, tapi janji yang sudah ayahmu berikan kepada pak Rahmat, tidak mungkin diganti oleh apa pun." Ucap ibunya dengan mengusap tangan Rea.

Keputusan yang diambil Samroji tepat setelah Rea lulus dari masa wajib belajar 12 tahun.

Sudah terbayang dalam benak Rea, tentang nasib korban pemaksaan menikah muda dengan lelaki yang tidak dia kenal.

Segala macam adegan skenario tentang mertua jahat, suami selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, beras habis, listrik habis, semua harta habis, anak-anaknya terlantar, tidak bisa makan, di ghibah tetangga, hutang di warung menumpuk, suami kena PHK, menganggur, kekerasan rumah tangga, cerai dan itu semua yang dia lihat di dalam drama sinetron acara selepas Maghrib dari rumah tetangga.

Lagu 'ku menangis' menggema di telinga Rea, meski tidak ada yang sedang memutar siaran radio. Tapi karena cukup sering dia mendengar suara sendu dari lagu itu setiap hari, sampai hafal Rea dengan semua lirik, nada, kunci gitar, bahkan biografi penyanyi pun sudah tertanam dalam pikiran.

"Tidak apa ayah, Rea mengerti, bagiamana pun juga ini menjadi tanggung jawab yang harus aku lakukan." Jawab Rea tanpa ragu dan menerima.

"Sungguh, maafkan ayahmu ini Rea, harapanmu yang begitu besar untuk bisa kerja dan kuliah harus lenyap oleh keegoisan ayah."

Semua mimpi yang berusaha untuk Rea wujudkan kini hanya menjadi angan-angan, pupus dan hilang demi membayar hutang milik sang ayah.

Tatapan mata Rea sendu melihat halaman rumah yang tumbuhi rumput-rumput liar, angin malam berhembus perlahan menerpa daun-daun kelapa kemudian jatuh mengibas rambut panjangnya dan Rembulan di atas kepala, seakan datang penuh kesombongan di waktu tidak tepat.

Jika hari-hari berjalan seperti biasa, tanpa pernah dia dengar ucapan sang ayah untuk menikah, tentu malam ini adalah waktu terbaik Rea menikmati suasana acara sinetron di rumah tetangga.

Tertawa terbahak-bahak bersama setiap temannya di depan televisi tabung tua merek Blaupunkt yang sudah menjadi saksi bisu penjarahan masa orde Baru. Terlebih dengan para ibu-ibu yang emosi, sembari memaki antagonis sinetron agar tewas tersedak biji kedondong.

Tapi kini Rea sendirian, dia berjalan di pinggiran sawah yang basah selepas hujan siang tadi. Tangan mengepal erat penuh emosi, seakan semua meluap melewati tenggorokan.

"Si*alan kau, jangan pikir aku akan menjadi istri penurut, rajin atau pun hemat, akan aku buat kau menyesal karena memaksa ku menikah denganmu, ingat itu Ryan." Keras teriakan Rea menggema di tengah sawah.

Rea adalah wanita tangguh yang hidup dalam kerasnya dunia tanpa belas kasih, kaki berpijak tanah berkerikil tajam dan kepala terangkat melawan panas matahari, bahkan jika itu badai, kokoh tubuh akan senantiasa bertahan.

Hanya karena takdir membawa Rea dalam pernikahan yang terpaksa, dia tidak akan goyah, bersedih atau pun kalah. Teguh hati ingin menunjukan, bahwa dia mampu melewati tragedi besar dalam hidupnya sebagai istri tertindas dari pernikahan paksa.

Terpopuler

Comments

Re

Re

Emang lucu n out the box, paling di tunggu nih karya author satu ini, cuma sayang aja karya-karya yang lain jadi terbengkalai....

mohon untuk up terus Thor...

2025-04-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!