Setelah mengorbankan dirinya demi melindungi benua Tianlong, Wusheng, Sang Dewa Beladiri, seharusnya telah tiada. Namun, takdir berkata lain—ia terlahir kembali di masa depan, dalam tubuh seorang bocah lemah yang dianggap tak berbakat dalam seni bela diri.
Di era ini, Wusheng dikenang sebagai pahlawan, tetapi ajarannya telah diselewengkan oleh murid-muridnya sendiri, menciptakan dunia yang jauh dari apa yang ia perjuangkan. Dengan tubuh barunya dan kekuatannya yang tersegel, ia harus menemukan jalannya kembali ke puncak, memperbaiki warisan yang telah ternoda, dan menghadapi murid-murid yang kini menjadi penguasa dunia.
Bisakah Dewa Beladiri yang jatuh sekali lagi menaklukkan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 Kombinasi Dua Aliran: Naga Laut dan Naga Petir
Petir yang menyambar dari langit-langit goa itu seolah membelah waktu. Gong Cheng sontak melepaskan cengkeramannya karena sengatan yang menembus lengannya, bukan karena rasa sakit, tapi karena keterkejutan.
Cahaya keemasan masih menyisakan kilap di dinding batu ketika Wu Shen mendarat ringan di atas tanah yang retak. Mata bocah itu bersinar, rambutnya sedikit terangkat oleh aliran petir yang menyelimuti tubuhnya.
Wu Ruoxi mematung. “Itu… Seni Naga Petir?! Sejak kapan dia mempelajarinya?”
Gong Cheng menyipitkan mata. “Tak mungkin… Kau baru di ranah Pejuang tingkat satu… Mana mungkin kau bisa menggunakan kekuatan itu? Apa kau dari Sekte Qilin Petir?”
Wu Shen menarik napas dalam-dalam. Aura petir mengalir dari pori-porinya, menyambar halus di sekitar tubuhnya. “Aku tidak perlu sekte untuk mengajariku teknik ini."
"Hah! Percuma saja bocah! Kau mungkin cepat, tapi kekuatanmu tidak cukup untuk mengalahkanku!"
"Aku tidak menggunakannya untuk kekuatan…” balas Wu Shen pelan. “Aku menggunakannya untuk… berpikir lebih cepat.”
BZZZZT!
Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari pandangan Gong Cheng.
BRAK!
Sebuah sambaran menghantam perut Gong Cheng dari samping, membuat pria itu mundur setengah langkah. Bukan karena kekuatan pukulannya, tapi karena presisi gerakan bocah itu.
Wu Shen muncul kembali beberapa langkah di belakang Gong Cheng, matanya tajam, namun tubuhnya tenang.
'Serangannya memang lemah… tapi titiknya sempurna. Dia menghantam bagian celah otot dan menghantarkan energi petir untuk melukai titik vitalku...’ pikir Gong Cheng sambil menutupi sisi kanan perutnya, merasakan ginjalnya yang nyeri akibat pukulan penuh energi petir Wu Shen.
“Tenaga dan kecepatan bisa saja kalah,” ujar Wu Shen datar. “Tapi tidak dengan pemahaman.”
Gong Cheng mendengus. "Besar mulut, bocah!" teriaknya sambil melompat ke depan, lalu menumbuk tanah dengan kekuatan brutal.
“Seni Naga Bumi: Gelombang Menghancur!”
Tanah di sekeliling Wu Shen mencuat ke atas bagaikan ombak raksasa dari batu. Namun, sebelum serangan itu bisa mengenalinya, Wu Shen sudah menghilang dari tempatnya.
BZZZT!
Serangkaian sambaran listrik muncul di sekeliling goa, menunjukkan kecepatan luar biasa dari Wu Shen yang bergerak seperti kilat itu sendiri.
"Arrrghh!!"
Gong Cheng meraung dan menghantam tanah dengan tinjunya, menciptakan semburan batu tajam ke segala arah.
“Seni Naga Bumi: Taring Gemuruh!”
Lidah-lidah batu melesat bagai tombak dari berbagai sudut. Namun, Wu Shen berputar di udara, tubuhnya menyala oleh arus listrik yang membuatnya bergerak seperti bayangan di tengah cahaya.
BZZZT!
Dia melesat ke kanan, lalu ke kiri—setiap kali Gong Cheng mengayunkan tinju, Wu Shen sudah tidak ada di sana.
BRAK!
Satu pukulan Gong Cheng menghancurkan pilar batu, membuat serpihan beterbangan. Wu Shen muncul dari bawah sana, lalu menyentuh sisi tulang rusuk Gong Cheng.
ZAP!
Aliran listrik menyusup ke dalam tubuh sang bandit. Gong Cheng menggeram dan mencoba memukul balik, namun Wu Shen menghilang lagi, berpindah ke belakangnya dan melayangkan tinju kecil ke area punggung bawah.
ZAP!
ZAP!
ZAP!
“ARGH!” Gong Cheng meraung, tubuhnya seolah disengat dari dalam. Tangannya yang besar mengayun liar, namun tak sekali pun berhasil menyentuh Wu Shen.
Wu Shen terus bergerak seperti kilatan, memanfaatkan celah otot dan titik-titik vital. Tapi keringat mulai mengalir di dahinya sementara nafasnya mulai memburu.
'Tidak cukup... Aku bisa terus menyerang, tapi setiap sambaran ini menguras Chi-ku lebih cepat dari yang kuduga. Jika terus begini, maka aku akan kehabisan Chi sebelum dia tumbang.'
Wu Shen mendarat ringan lalu mundur beberapa langkah, menciptakan jarak diantara mereka berdua.
'Aku tidak bisa melawannya dengan kekuatan,' pikir Wu Shen dalam kepalanya. ‘Tapi aku tahu cara mengalahkan tanah…’
Api tidak bisa mengalahkan tanah selama kekuatannya belum mencapai suhu yang dapat melelehkannya. Namun, petir dapat menghantam tanah dan menghancurkan kestabilannya. Tegangan tinggi bisa membelah gunung dan menghancurkan batu.
Meskipun kekuatan Naga Petirnya belum mampu untuk menghancurkan Naga Bumi milik Gong Cheng, namun Wu Shen memiliki cara lain untuk mengakalinya, yaitu dengan menambahkan kelembaban pada tanah.
“Seni Naga Laut: Kabut Pagi.”
Kabut lembut muncul, mengepul dari tubuh Wu Shen dan mulai menyelimuti seluruh Gong Cheng hingga tubuhnya mulai melembab.
“Teknik murahan lainnya?!” ucap Gong Cheng meskipun sedikit terkejut dengan Wu Shen yang dapat menggunakan dua aliran seni beladiri sekaligus.
Wu Shen tersenyum tipis. “Entahlah, kau akan tahu sebentar lagi.”
“Seni Naga Petir: Tegangan Runtuh!”
Sambaran menyebar bukan hanya dalam satu arah—tapi menyebar ke seluruh partikel kabut yang menyentuh kulit Gong Cheng.
Tubuh besar sang bandit kejang seketika, ototnya berkontraksi tak teratur, sementara darahnya berdesir karena arus listrik yang tak hanya mengenai permukaan, tapi juga menembus ke dalam tubuhnya.
“ARGHH!!” Gong Cheng meraung, kali ini benar-benar terguncang.
Wu Shen tak membiarkannya bernapas. Dia berlari dalam kabut, seolah menjadi bagian darinya. Setiap kali muncul, dia memukul titik vital Gong Cheng: pundak, tulang dada, sisi leher—lalu menghilang kembali.
ZAP!
ZAP!
ZAP!
Petir yang semula hanya menggertak kini benar-benar menghajar tubuh Gong Cheng dari dalam.
DUARRR!!
Satu hantaman menghantam dada Gong Cheng, membuatnya terdorong ke belakang dan menabrak dinding batu.
Wu Ruoxi masih mematung, matanya membelalak, menyaksikan bagaimana Wu Shen memadukan dua aliran seni yang bertolak belakang: lembut dan cairnya Naga Laut, dengan liar dan menggelegarnya Naga Petir.
“Dua aliran…” bisiknya nyaris tak terdengar. “Itu mustahil… bahkan seniman beladiri tingkat tinggi harus memilih salah satu jalur…”
Gong Cheng bangkit perlahan, darah menetes dari sudut bibirnya. Napasnya berat, tubuhnya mengepul asap dengan bau daging terbakar.
“Bocah keparat…” geramnya. “Siapa kau sebenarnya?!”
Wu Shen menatapnya dengan pupil matanya yang bersinar biru dan kuning, sementara petir menari di sekeliling tubuhnya. “Aku? Hanya seorang anak yang lelah dianggap lemah.”
"Hahahaha, rupanya aku terlalu lama mengasingkan diri hingga tak menyadari jika banyak bakat terpendam telah lahir di dunia ini!"
Gong Cheng tertawa kasar.
Perlahan tapi pasti, ia bangkit kembali. Tubuhnya gemetar, kilatan petir masih menempel pada kulitnya, namun ia tetap bangkit.
'Fisiknya terlalu kuat, padahal aku sudah melukai organ dalamnya cukup parah...' pikir Wu Shen.
Seni Beladiri Naga Bumi memang melatih fisik penggunaannya hingga melampaui batas manusia, otot mereka selentur kawat, tulang mereka sekuat baja. Mereka dijuluki sebagai tubuh bumi yang tak terhancurkan saking kuatnya.
Wu Shen tidak bisa mengalahkannya sendiri, terlebih lagi energi Chi miliknya yang terkuras banyak akibat menggunakan dua aliran seni beladiri dalam waktu yang hampir bersamaan.
Wu Shen kemudian menoleh ke arah Wu Ruoxi yang masih terduduk di lantai. "Ibu! Sampai kapan kau akan duduk dan hanya menonton? Apa kau tidak menyayangiku lagi?!" ucapnya dengan nada sedikit merayu.
Suara itu menghantam kesadaran Wu Ruoxi, mengoyak lamunannya. Pandangannya kembali jernih, melihat anaknya berdiri tegak di tengah kabut dan debu, seorang anak yang tak lagi sama seperti bocah yang ia lindungi dulu.
Ia menggertakkan giginya. “Wu Shen telah melampaui batasnya… dan dia percaya padaku.”
Dengan satu dorongan, Wu Ruoxi bangkit. Api tekad mulai menyala dari pupil matanya.
“Kalau begitu… ayo kita habisi bajingan ini bersama-sama!” teriaknya kembali bersemangat.
Gong Cheng menyeringai meski tubuhnya masih terguncang hebat. “Bagus! Kalian ingin melawanku berdua? Maka kalian akan mati bersama-sama!”