Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH - 13 : Pulang ke Pelukan
Langit Semarang sore itu berwarna jingga lembut, dengan semburat ungu yang perlahan merangkak di ufuk barat.
Aira berdiri di tepi dermaga kecil di Pantai Marina, tempat yang sudah menjadi saksi bisu dari banyak momen penting dalam hidupnya bersama Raka.
Angin laut bertiup pelan, membawa aroma garam yang khas, sementara ombak bergerak lembut, seolah menyapa Aira dengan melodi yang familiar. Hari ini adalah hari yang istimewa, Raka akhirnya pulang setelah hampir dua bulan di Jakarta.
Aira mengenakan dress putih sederhana dengan cardigan tipis berwarna pastel, rambut panjangnya dibiarkan tergerai, bergoyang lembut ditiup angin.
Dia memegang gelang kayu di pergelangannya, jari-jarinya mengelus ukiran ombak dengan penuh perasaan. Rasa rindu yang selama ini dia pendam kini bercampur dengan kegembiraan yang meluap, dia tidak sabar untuk bertemu Raka lagi, untuk merasakan pelukannya, dan untuk berbagi semua keberhasilan yang mereka raih selama terpisah.
Ponselnya bergetar, menampilkan pesan dari Raka.
“Aira, aku udah sampe Semarang. Aku langsung ke dermaga, ya. Aku kangen banget sama kamu.” Diakhiri dengan emoticon hati.
Aira tersenyum lebar, jantungnya berdegup kencang.
“Aku udah di dermaga, Raka. Aku tunggu kamu. Aku juga kangen banget,” balasnya, tangannya gemetar karena bahagia.
Dia melangkah lebih dekat ke ujung dermaga, menatap ke arah jalan kecil yang menuju ke sana, berharap melihat sosok Raka secepat mungkin.
Tak lama, Aira melihat Raka berjalan mendekat. Dia mengenakan kemeja flanel biru tua dengan lengan digulung hingga siku, celana jeans sederhana, dan tas ransel kecil di pundaknya.
Wajahnya terlihat sedikit lebih tirus, mungkin karena lelah selama di Jakarta, tapi senyumnya tetap hangat seperti yang Aira ingat. Begitu melihat Aira, Raka mempercepat langkahnya, hampir berlari, dan Aira tidak bisa menahan diri, dia juga berlari kecil menyambutnya.
Mereka bertemu di tengah dermaga, dan tanpa kata, Raka langsung menarik Aira ke dalam pelukannya. Aira memeluk Raka erat, air mata bahagia mengalir di pipinya saat dia merasakan kehangatan tubuh pria itu lagi setelah sekian lama.
“Raka… kamu pulang,” bisik Aira, suaranya gemetar penuh emosi.
Raka membalas pelukan itu dengan erat, mencium puncak kepala Aira.
“Aku pulang, Aira. Aku kangen banget sama kamu,” katanya, suaranya serak karena haru.
Mereka berdiri dalam pelukan untuk waktu yang lama, membiarkan angin laut dan suara ombak menjadi saksi dari reuni mereka.
Setelah beberapa saat, mereka akhirnya melepaskan pelukan, meskipun tangan mereka tetap bergandengan. Raka menatap Aira dengan mata penuh kasih, jarinya menyentuh pipi Aira untuk mengusap air mata yang masih tersisa.
“Kamu cantik banget, Aira. Aku… aku enggak nyangka bakal kangen segini parah sama kamu,” katanya, tersenyum kecil.
Aira tertawa kecil, wajahnya memanas.
“Aku juga kangen kamu, Raka. Aku… aku ngerasa hidupku kosong tanpa kamu. Tapi aku seneng kamu balik, dan aku bangga banget sama kamu. Proyekmu di Jakarta sukses, kan?” Raka mengangguk, matanya berbinar.
“Iya, Aira. Penerbit puas sama desainku, dan mereka bahkan nawarin kontrak buat proyek lain. Tapi aku bilang aku mau balik ke Semarang dulu, aku enggak bisa jauh dari kamu lama-lama,” katanya, nadanya penuh kelembutan.
Aira tersenyum, merasa ada kehangatan yang meluap di dadanya.
“Aku juga punya kabar bagus, Raka. Melodi Laut resmi diterbitin jadi novel fisik. Aku udah tanda tangan kontrak sama penerbit, dan mereka bilang novel ini bakal rilis dalam tiga bulan!” katanya, suaranya penuh antusias.
Raka membelalak, wajahnya penuh kebanggaan.
“Aira, serius? Ya Tuhan, aku bangga banget sama kamu! Aku… aku tahu kamu bisa. Aku mau jadi orang pertama yang beli novel mu, ya,” katanya, lalu menarik Aira ke dalam pelukan lagi.
Mereka duduk di ujung dermaga, kaki mereka menggantung di atas air, menatap matahari yang perlahan tenggelam.
Aira bersandar di bahu Raka, merasa ada kedamaian yang lama tidak dia rasakan.
“Raka… jarak kemarin itu berat banget buat aku. Tapi… aku belajar banyak. Aku belajar buat lebih menghargai kamu, buat lebih kuat meskipun kamu enggak di sisi aku. Aku… aku sayang kamu,”
katanya, suaranya lembut.
Raka memeluk pundak Aira, mencium keningnya dengan penuh kasih.
“Aku juga belajar banyak, Aira. Aku sadar betapa pentingnya kamu buat aku. Aku enggak mau jauh dari kamu lagi, aku pengen kita bareng terus, ngejar mimpi kita bareng. Aku sayang kamu, Aira. Lebih dari apa pun.” Mereka duduk dalam diam untuk beberapa saat, menikmati kebersamaan yang akhirnya mereka miliki lagi.
Matahari terbenam meninggalkan langit dengan warna-warna hangat, dan Aira merasa bahwa momen ini adalah awal dari bab baru dalam hidup mereka, bab yang penuh dengan cinta, dukungan, dan mimpi yang mereka kejar bersama.
Malam itu, mereka memutuskan untuk makan malam di warung kecil di tepi pantai, tempat yang menyajikan ikan bakar dan sambal terasi yang Raka sukai.
Mereka makan sambil berbagi cerita, Raka menceritakan pengalamannya di Jakarta, dari tekanan kerja hingga makanan-makanan baru yang dia coba, sementara Aira menceritakan proses kreatif di balik Melodi Laut dan bagaimana dia menuangkan rasa rindunya ke dalam cerita itu.
Setelah makan, mereka berjalan di tepi pantai, tangan mereka bergandengan erat. Pasir terasa dingin di kaki Aira, dan suara ombak yang lembut terasa seperti melodi yang menyapa mereka.
“Raka… aku seneng banget kamu pulang,” kata Aira, menatap pria itu dengan mata penuh kasih.
Raka tersenyum, menarik Aira lebih dekat.
“Aku juga, Aira. Aku janji, aku enggak bakal ninggalin kamu lagi. Kita bakal bareng terus, aku mau liat novel mu rilis, aku mau bikin desain cover buat cerita-cerita barumu, dan… aku mau kita punya masa depan bareng.” Aira tersenyum, air mata bahagia kembali mengalir di pipinya.
“Aku juga mau itu, Raka. Aku… aku pengen kita bareng selamanya.” Mereka berhenti di tepi pantai, Raka menarik Aira ke dalam pelukannya sekali lagi.
Di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, dengan ombak sebagai saksi, Aira merasa bahwa semua perjuangan, rasa rindu, dan jarak yang mereka lalui telah membawa mereka ke momen ini, momen ketika mereka akhirnya bersama lagi, lebih kuat dari sebelumnya.
padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍
jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉