Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengetahui Masa Lalu Vale
"Uhhh!"
Vale menggeliat sambil menguap. Lantas, mengerjap dan membuka matanya perlahan.
Satu objek yang pertama kali masuk dalam pandangannya adalah sosok Riu, yang kala itu masih bergelung di bawah selimut.
Vale merasa ada yang aneh. Ingatan tentang semalam pelan-pelan masuk dan menyadarkannya.
"Perasaan, semalam aku masih duduk di sofa, dan ngantuk banget sampai lupa kapan dia balik. Terus, kenapa sekarang aku sudah ada di ranjang?" gumam Vale.
Lagi-lagi ia pandangi sang suami yang masih berbaring di ranjang seberang. Begitu nyenyak tidurnya.
"Tapi ... tidak mungkin dia yang memindahkan aku. Buka baju saja tidak bisa, jadi mana mampu mengangkat tubuhku yang puluhan kilo ini," sambung Vale sambil menggulung rambutnya dengan asal.
Usai membersihkan diri dan mengenakan baju yang rapi, Vale menghampiri Riu, yang kala itu masih terlelap. Ia guncang dengan pelan lengan Riu yang masih tertutup selimut, sembari memanggil dengan suara yang agak keras.
Tak lama kemudian, sepasang mata Riu mulai terbuka. Senyum manis pun menyambut Vale pagi itu. Debar-debar aneh pelan-pelan menghampiri hati Vale, apalagi jika teringat dengan kejadian kemarin. Duh, 'sesuatu' itu. Vale akhirnya menggeleng-geleng, menahan gerak mata yang begitu menggebu ingin melirik ke arah sana.
"Kenapa?"
Vale gugup seketika, "Mmm, tidak. Cuma mau bilang, ini sudah pagi, kamu buruan bangun gih!"
Riu tak mempertanyakan lagi sikap Vale barusan. Karena sejatinya, dia tahu apa yang dirasakan Vale, malu dan gugup.
Namun, Riu tak ingin menimbulkan kecanggungan di antara mereka. Jadi, memilih diam dan berusaha bangkit dari tidurnya. Dengan bantuan Vale, tak membutuhkan waktu lama baginya untuk turun dari ranjang dan duduk di kursi roda.
"Aku panggilkan Baron sebentar, sekalian kusiapkan sarapan untukmu," ujar Vale setelah mengantar Riu ke kamar mandi.
"Terima kasih."
Usai mendapat jawaban, Vale bergegas pergi. Namun, belum sempat keluar dari pintu, ia kembali teringat sesuatu.
"Mmm ... itu, semalam ... kamu ke ranjangnya gimana?"
"Aku dibantu Baron.Tidurmu sangat nyenyak, aku tidak tega mengganggu," jawab Riu.
"Aku tidur di mana?"
Riu mengernyitkan kening, "Di ranjang. Memangnya di mana lagi?"
Vale menggeleng sambil menggaruk tengkuk. Sangat lega hatinya karena ternyata memang tidak ketiduran di sofa. Namun sayang, Vale terlalu cepat melanjutkan langkah, sehingga melewatkan senyuman Riu yang penuh arti.
________
Di dalam ruang kerja yang luas dan mewah, Riu duduk sambil menatap lekat ke arah ponsel, yang kala itu sedang menampilkan foto Vale. Meksi hanya diambil dari samping, tapi paras cantik nan menawannya terlihat jelas. Riu sampai tak bisa berpaling dari gambar itu.
"Wanitaku," gumam Riu sambil mengulas senyum tipis.
Sebenarnya, Riu masih ingin berlama-lama memandangi foto itu, sayangnya Baron sudah datang dan duduk di hadapannya. Selain membawa makan siang untuknya, Baron juga membawa informasi terkait masa lalu Vale.
"Lebih baik Anda makan dulu, Tuan, karena informasi yang saya bawa pasti akan mengejutkan Anda."
Riu menatap orang kepercayaannya itu dengan dalam-dalam, seolah melayangkan protes atas apa yang dikatakan barusan.
"Katakan sekarang!" perintah Riu, sangat tegas. Permintaan Baron tadi malah membuatnya makin penasaran. Seperti apa kiranya masa lalu Vale.
"Tapi, Tuan___"
"Aku tidak suka mengulang ucapan," pungkas Riu.
Tak ada pilihan lain, akhirnya Baron menyodorkan selembar kertas kepada Riu, lengkap dengan amplop cokelat yang berisi foto Vale bersama mantannya, yang tak lain adalah Kelvin.
Selagi Riu masih menatap jeli informasi tersebut, Baron memandang dengan harap-harap cemas. Dia tahu akhir-akhir ini tuannya sering tersenyum, alasannya adalah Vale. Namun, entah nanti ketika tahu bahwa wanita itu mantannya Kelvin, keponakannya sendiri. Bisa saja marah dan kehilangan senyum lagi.
"Kelvin ... rupanya dia lelaki bodoh itu," ujar Riu sambil meremas kertas beserta foto-fotonya.
Benci? Tentu saja. Dari sekian banyak lelaki, kenapa harus Kelvin. London itu luas, tapi mengapa malah keponakannya sendiri.
Mau tak mau, otak Riu jadi berkelana ke mana-mana. Menerka dan mengira, apa saja yang sudah ia lakukan pada Vale. Meski pengakuan Vale dikhianati karena tidak bersedia melayani hasrat, tapi bukan berarti mereka tak pernah berciuman kan? Sial, bibir merah nan merekah itu, bahkan dirinya saja belum pernah menyentuh sedikit pun.
Apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan?" tanya Baron dengan hati-hati.
Riu mendengkus kasar, "Tidak ada. Keluarlah!"
"Jangan lupa makanan Anda, Tuan." Baron tidak membantah. Ia bergegas bangkit dan keluar dari ruangan, tahu bahwa sang tuan ingin sendiri.
"Ahhh!" Riu menggeram, meluapkan emosi yang begitu membuncah.
Vale adalah satu-satunya wanita yang berhasil mengetuk pintu hatinya, namun sialnya malah memiliki masa lalu dengan Kelvin. Bahkan, lelaki itu juga yang membuat Vale sakit hati dan kecewa berat, sampai-sampai rela menikah kilat.
"Kelvin, setelah ini kamu akan tahu siapa aku. Apa yang kamu dan orang tuamu lakukan, aku akan mengembalikannya dua kali lipat. Dan soal Vale ... kalaupun nanti kamu menyesal dan ingin kembali dengannya, aku tidak akan pernah melepasnya. Mantan yang kamu sia-siakan, pada waktunya nanti akan kukenalkan sebagai bibi yang wajib kamu hormati," ujar Riu dengan tangan yang mengepal erat. Makin membara saja dendamnya pada Annisa.
Sementara itu, di tempat yang berbeda Annisa dan Theo juga sedang dilanda kegusaran. Bagaimana tidak, pagi-pagi buta sepasang suami istri itu sudah mendapat telepon dari orang kepercayaannya di Indonesia, yang selama ini menjadi mata-mata di perusahaan ayahnya.
"Tuan Jason akan mengurus surat pemindahan kekuasaan atas nama Tuan Riu. Katanya, beliau sekarang sudah menikah."
Meski hanya satu informasi, tapi sudah membuat Annisa dan Theo kalang kabut. Mati-matian mereka dulu merekayasa kecelakaan agar Riu cacat permanen dan tidak laku nikah. Namun ternyata, dia malah menikah di usia yang masih terbilang muda. Keberuntungan macam apa yang berpihak padanya?
"Ini karena kamu yang keras kepala. Dulu sudah kukatakan berulang kali, buat saja dia mati. Tapi kamu ... ngotot hanya membuatnya cacat. Sekarang tahu sendiri kan apa akibatnya? Dia bisa menikah, bisa mendapatkan aset dari Papa. Rugi besar kita," umpat Theo dengan nada tinggi.
"Dia lumpuh permanen, kupikir tidak mungkin ada yang mau nikah sama dia."
"Dia itu bukan anak bodoh, jelas bisa lah mencari solusi. Sekarang wanita yang gila harta itu ada di mana-mana. Tidak mungkin sulit dia menemukan salah satu di antaranya. Modal uang, dia bisa menyewa wanita untuk dinikahi. Pernikahan kontrak sekarang sudah merajalela. Kenapa sih kamu tidak bisa mikir ke sana?"
Theo kembali meluapkan emosinya, sementara Annisa hanya menunduk. Dia memang serakah, tapi masih ada sedikit rasa takut untuk menghabisi Riu. Dia pikir, membuat cacat itu sudah lebih dari cukup. Tidak tahu jika sekarang masih menimbulkan masalah baru.
"Aku akan mendiskusikan dulu dengan Camelia," ujar Annisa sesaat kemudian.
"Lebih cepat lebih baik. Aku tidak mau jika aset di sana benar-benar jatuh ke adikmu. Itu untuk masa depan Kelvin," sahut Theo sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Sungguh, dia tidak rela jika Riu mendapat bagian warisan dari Jason. Berbagi dengan Camelia saja Theo sudah berat, apalagi dengan Riu juga. Dari sekian banyak wanita cantik yang pernah ia kencani, malah Annisa yang ia nikahi, yang notabennya berwajah pas-pasan. Alasannya tak lain dan tak bukan karena harta. Jadi, jika sekarang tidak mendapat harta yang maksimal, Theo merasa rugi besar.
Bersambung...