Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Ujian di Kuil Assassin
Seraphina berdiri di depan gerbang besar Kuil Assassin, merasakan atmosfer yang benar-benar berbeda dari Kuil Sihir.
Jika Kuil Sihir dipenuhi dengan buku-buku kuno, simbol-simbol magis, dan atmosfer penuh mana, maka Kuil Assassin adalah kebalikannya—sunyi, gelap, dan dipenuhi aura pembunuh.
Dia melangkah masuk, disambut oleh beberapa sosok berjubah hitam.
Tatapan mereka tajam dan penuh penilaian, seolah ingin menilai apakah dia pantas berada di tempat ini atau tidak.
Seorang lelaki tua berjalan mendekatinya.
"Selamat datang di Kuil Assassin, pendatang baru," katanya dengan suara dalam.
Seraphina mengangguk hormat.
Lelaki tua itu menatapnya tajam, lalu berbicara lagi.
"Di sini, tidak ada tempat untuk orang yang lemah. Kau mungkin kuat dalam sihir, tetapi sihir bukan segalanya di dunia ini. Jika kau ingin bertahan, kau harus bisa bergerak tanpa suara, menyusup tanpa terlihat, dan membunuh tanpa jejak."
Seraphina tersenyum tipis.
"Itulah alasan aku datang ke sini."
Lelaki tua itu mengangguk, lalu berbalik.
"Kalau begitu, ayo kita lihat seberapa tangguh dirimu."
Hari-hari berikutnya berjalan dengan keras.
Latihan pertama—menyeimbangkan tubuh di atas tali tipis sambil menghindari serangan mendadak dari pelatih.
Seraphina berulang kali jatuh ke dalam air dingin di bawahnya, tetapi dia tidak menyerah.
Latihan kedua—berlari di antara ruangan gelap, menghindari perangkap dan jebakan mematikan.
Seraphina harus mengandalkan insting dan kecepatan untuk bertahan hidup.
Latihan ketiga—pertempuran jarak dekat.
Di sini, tidak ada sihir, hanya senjata dan teknik bela diri.
Seraphina dipasangkan dengan seorang pria besar, seorang petarung berpengalaman di Kuil Assassin.
"Ayo, tunjukkan apa yang bisa kau lakukan," pria itu mengejek sambil mengayunkan belatinya.
Seraphina tidak gentar.
Dia menunduk, menghindari serangan pertama, lalu menyerang balik dengan cepat.
Namun, pria itu dengan mudah menangkisnya, lalu melayangkan tendangan keras yang membuatnya terpental ke belakang.
"Kau lambat," pria itu mencibir.
Seraphina menggertakkan giginya.
Dia bukan seseorang yang bisa menerima kekalahan dengan mudah.
Dengan kecepatan yang lebih baik, dia menyerang lagi, kali ini menggunakan teknik yang dia pelajari dari Kuil Sihir—membaca gerakan lawan dengan presisi tinggi.
Ketika pria itu kembali menyerang, Seraphina sudah memprediksi serangannya.
Dia berputar ke samping, lalu melayangkan tendangan ke rusuk pria itu.
Bugh!
Pria itu mundur selangkah, matanya melebar karena terkejut.
Seraphina tidak memberi kesempatan—dia langsung melancarkan serangan bertubi-tubi, memanfaatkan celah yang ia lihat.
Dalam beberapa detik, pria itu sudah terjatuh ke tanah, terengah-engah.
"Sial, kau benar-benar gila."
Seraphina tersenyum tipis, membantu pria itu berdiri.
"Aku hanya belajar cepat," katanya tenang.
Setelah berminggu-minggu latihan keras, Seraphina akhirnya diakui sebagai bagian dari Kuil Assassin.
Namun, pelatihannya belum selesai.
Salah satu mentor menatapnya dengan tajam dan berkata,
"Kau memiliki potensi, tetapi potensi saja tidak cukup. Kami ingin melihat seberapa jauh kau bisa berkembang."
Seraphina mengangguk mantap.
"Aku siap untuk tantangan berikutnya."
Dengan itu, babak baru dalam perjalanan Seraphina pun dimulai.
.
.
.
Seraphina berjalan melewati lorong panjang Kuil Assassin, menghirup udara yang dingin dan menekan.
Sejak kedatangannya, banyak bisikan dan tatapan tidak senang yang ia rasakan dari murid-murid lainnya.
"Perempuan sihir macam apa yang ingin menjadi pembunuh?"
"Dia hanya akan mempermalukan Kuil kita."
"Dia punya latar belakang misterius, bagaimana kalau dia mata-mata?"
Seraphina tidak peduli.
Baginya, pendapat orang lain bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan.
Yang lebih penting adalah membuktikan dirinya pantas berada di sini.
---
Dalam beberapa minggu, perkembangan Seraphina jauh melampaui harapan siapa pun.
Kecepatannya meningkat drastis.
Ketahanannya melampaui rata-rata.
Dan kemampuannya dalam menyusup tanpa suara bahkan membuat beberapa instruktur tercengang.
Namun, keberhasilannya memancing lebih banyak kebencian daripada kekaguman.
"Dia pasti curang."
"Tidak mungkin seseorang berkembang secepat itu."
"Aku tidak akan mengakuinya sebagai bagian dari Kuil ini!"
Beberapa murid mulai mengolok-oloknya secara terang-terangan.
Ketika dia berjalan di lorong, seseorang sengaja menyikutnya.
Ketika dia berlatih, ada yang membisiki ejekan di telinganya.
Ketika dia makan di ruang makan, suasana mendadak hening, seolah mereka ingin dia tahu bahwa dia tidak diterima di sana.
Seraphina tidak bereaksi.
Namun, dalam hati, dia sudah menyiapkan pembalasan.
---
Pada suatu malam, sekelompok murid dengan pakaian serba hitam menghadangnya di halaman belakang Kuil Assassin.
Salah satu dari mereka, seorang pria tinggi bernama Darius, melangkah maju dengan seringai.
"Kau merasa hebat, ya?" katanya sinis.
Seraphina menatapnya tanpa emosi.
"Jika aku tidak lebih hebat dari kalian, aku tidak akan ada di sini."
Murid-murid lainnya mendesis marah.
Darius tertawa keras.
"Baiklah, kalau begitu, bagaimana kalau kita lihat siapa yang lebih hebat? Kau lawan kami semua. Kalau kau menang, kami akan mengakui keberadaanmu di sini. Tapi kalau kau kalah, kau harus angkat kaki dari Kuil ini!"
Seraphina tersenyum dingin.
"Menarik."
Dia melemparkan jubahnya ke tanah, lalu mengambil posisi bertarung.
"Ayo, serang aku sekaligus."
Murid-murid lain terkejut dengan keberaniannya.
Namun, Darius hanya menyeringai lebih lebar.
"Hancurkan dia!"
---
Begitu perintah diberikan, 10 murid langsung menyerang Seraphina.
Namun, kecepatan dan ketajaman instingnya jauh di atas mereka.
Serangan pertama—dia menghindar ke samping, menangkis pukulan, lalu membanting lawan ke tanah.
Serangan kedua—dia menendang lutut lawannya, membuatnya kehilangan keseimbangan.
Serangan ketiga—dia berputar, menghindari serangan belati, lalu melumpuhkan penyerang dengan satu pukulan ke lehernya.
Murid-murid lain tercengang.
Seraphina bergerak seperti bayangan, mengalahkan satu demi satu lawannya dengan efisiensi mengerikan.
Dalam waktu kurang dari lima menit, kesepuluh murid itu sudah terkapar di tanah, terengah-engah dan tidak mampu bangkit.
Darius memandang mereka dengan ekspresi tidak percaya.
Seraphina melangkah mendekatinya.
"Kau masih ingin bertarung?" tanyanya dingin.
Darius menggertakkan giginya, lalu tanpa peringatan menarik belati dan menyerang dengan kecepatan penuh.
Namun—
Seraphina sudah mengantisipasi serangan itu.
Dia miringkan tubuhnya sedikit, menghindari serangan, lalu menangkap pergelangan tangan Darius dan memutar balik.
CRACK!
Darius berteriak kesakitan saat belatinya terlepas dan jatuh ke tanah.
Seraphina menekannya ke tanah, menatapnya tanpa ekspresi.
"Lain kali, kalau kau ingin menang, berlatihlah lebih keras."
Kemudian dia melepaskannya dan berjalan pergi, meninggalkan mereka semua dengan rasa malu dan kekalahan.
---
Sejak malam itu, tidak ada lagi yang berani meremehkan Seraphina.
Meskipun mereka tidak menyukainya, mereka terpaksa mengakui bahwa dia lebih kuat dari mereka.
Bisikan dan ejekan perlahan menghilang, digantikan oleh rasa waspada dan penghormatan.
Namun bagi Seraphina, ini baru permulaan.
Masih banyak yang harus ia capai.
Dan ia tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi jalannya.
Assalamualaikum
Nuah mau buat pengumuman bila kedepannya mungkin novel ini berjalan sesuai gaya tulis Nuah, karena yang menulis novel ini sebelumnya "Alik" tak dapat menulis lagi bareng kita.
Pada tanggal 24 Februari 2025, Alika menghempaskan nafas terakhirnya di RS Permata Medika Kuningan. Dia meninggalkan banyak jejak dalam hidup kami, dia juga sosok yang baik dan penyayang.
Nuah berharap teman teman semua yang dulu pernah membaca karya alik dapat mendoakan dia, dan memaafkan bila dia melakukan kesalahan dalam berbagai aspek.
Bahkan Tulisannya saja masih berjalan sampai detik ini, dan pergi dengan jejak paling menyakitkan bagi kami. Dia adalah sahabat, keluarga sekaligus orang paling berharga dalam hidup Nuah.
Sekian pengumumannya,
Wassalamu'alaikum
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲