Laura benar-benar tak menyangka akan bertemu lagi dengan Kakak angkatnya Haidar. Ini benar-benar petaka untuknya, kenapa bisa dia muncul lagi dalam hidupnya.
Ini sudah 5 tahun berlalu, kenapa dia harus kembali saat Laura akan menjalani kisah hidup yang lebih panjang lagi dengan Arkan. Ya Laura akan menikah dengan Arkan, tapi kemunculan Haidar mengacaukan segalanya. Semua yang sudah Laura dan Arkan rencanakan berantakan.
"Aku benci padamu Kak, kenapa kamu tak mati saja" teriak Laura yang sudah frustasi.
"Kalau aku mati siapa yang akan mencintaimu dengan sangat dalam sayang" jawab Haidar dengan tatapan dinginnya tak lupa dengan seringai jahatnya.
Bagaimana kah kisa selanjutnya, ayo baca. Ini terusan dari Novel Berpindah kedalam tubuh gadis menyedihkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn dewi88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galau
Laura terbangun dengan tubuh yang remuk, benar-benar sakit sekali. Laura menatap tangan yang memeluknya dengan erat. Saat mengingat apa yang terjadi semalaman Laura malu sekali, kenapa tubuhnya mau-mau saja. Bahkan terus meminta, mau ditaruh dimana muka nya ini.
Dengan perlahan Laura mencoba melepaskan pelukan itu, tapi bukannya terlepas malah Haidar yang bangun dan langsung menindih tubuhnya.
"Lepaskan, kamu benar-benar memalukan, aku ini adikmu tega sekali kamu melakukan ini padaku"
"Hanya adik angkat, tak akan masalah aku nikahi"
"Lepaskan" ketus Laura.
"Sekali lagi di pagi hari pasti akan sangat menyenangkan sayang"
"Tidak, aku tidak mau"
Namun Haidar tak mendengarkan Laura, mulutnya itu langsung saja melumat bibir Laura yang selalu membuatnya candu dan ingin selalu menciumnya, menyesap bibir bawah Laura, sesekali juga dengan ciuman kecil kecil yang memabukkan.
"Lepaskan aku, aku tidak mau" desah Laura saat Haidar menyedot leher Laura dengan kuat.
Namun Haidar ya tetap Haidar yang tak mau diatur oleh siapapun, dia memegang mahkota Laura yang ternyata sudah basah. Menyeringai dan menatap Laura dengan mengejek "Menolak namun kamu sudah basah"
"Tidak aku tidak mau" teriak Laura, wajahnya bahkan sudah semerah tomat menahan malu.
Jleb, pedang panjang itu kembali memasuki mahkota Laura, dengan reflek Laura mencakar punggung Haidar saking kaget dan sakit juga langsung dimasukan begitu saja.
Pagi ini mereka melakukan lagi dengan desahan desahan yang saling bergantian, menikmati hasrat yang begitu besar dalam diri mereka.
"Akh sudah aku tidak mau"
"Nikmati saja sayang, semuanya akan berakhir dengan nikmat seperti yang kamu rasakan semalam, jangan ganggu kesenangan ku ini" gumam Haidar sambil menahan suaranya yang akan mendesah lagi, begitu sempit dan nikmat.
...----------------...
Anya pagi-pagi sudah pulang dengan wajah yang kusut, lalu disambut dengan wajah jutek Ibu mertuanya yang siap mengeluarkan kata-kata mutiara nya lagi ini.
"Diam Bu jangan bicara, aku tak mau mendengar suara Ibu untuk pagi ini. Biarkan aku tenang pagi ini"
"Ibu belum bicara Anya"
"Ya mumpung Ibu belum bicara aku berkata seperti itu, tolong biarkan aku nyaman hari ini saja. Kepalaku sakit, aku harus segera bekerja jangan rusak mood ku ini"
"Dasar menantu sialan, bukannya memberi cucu padaku malah seperti ini berani mengatur-ngatur aku"
"Terserah Ibu mau mengatakan aku apapun itu, yang terpenting tolong untuk hari ini jangan ganggu aku dulu. Aku memang tidak bisa memberikan Ibu seorang cucu dan sampai kapanpun semua itu tidak pernah akan terjadi karena Arkan hanya ingin memiliki seorang anak dengan Laura tunggu saja Laura sampai datang"
Ibunya Arkan mendengus dengan kesal "Sekarang ini istrinya Arkan adalah kamu, maka kamu yang seharusnya bisa menggoda suamimu itu untuk bisa menyentuhmu, bukannya terus banyak alasan dan harus terus menunggu Laura sampai kapan, sampai aku mati"
"Lebih baik seperti itu, hidupku akan tenang kalau Ibu mati, ups keceplosan" Anya menutup mulutnya dan langsung berlari menghindari amukan Ibu mertuanya.
"Dasar menantu sialan kamu Anya, ingin aku mati tak akan terjadi sampai kapanpun hal itu"
Anya malah tertawa dengan kencang, makin membuat Ibu mertuanya itu marah. Mungkin Anya harus seperti ini saja menghadapi Ibu mertuanya agar tidak stres.
...----------------...
Laura terbangun sendiri sekarang, merenggangkan tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun. Laura belum sadar, namun saat akan bangun tiba-tiba Laura merasakan nyeri di bagian bawahnya.
"Pakaianku, dimana mereka"
Dengan panik Laura meraba tubuhnya, melongok kesana kemari dan hanya tinggal sobekan pakaiannya saja yang tersisa.
"Kenapa aku pasrah sih, bagaimana kalau perutku ini ada bayinya, tidak, tidak aku tidak mau sampai itu terjadi" rengek Laura.
Kembali Laura menarik selimut dan menyembunyikan tubuhnya itu, mau keluar kamar juga malu. Tapi perutnya sudah sangat lapar sekali, memang kurang ajar Haidar ini membiarkan dirinya seperti ini tanpa diberi makan ataupun pakaian.
"Ya ampun aku bisa pingsan jika tak makan seperti ini, perutku sakit sekali"
Dengan sekali tarikan Laura membawa selimut itu keluar, masih dengan membungkus tubuhnya bahkan jalannya pun terseok-seok menahan sakit. Sesekali juga Laura mengumpat.
"Nyonya mari saya bantu"
Laura langsung mengangkat salah satu tangannya "Tak usah siapkan saja makanan, aku sangat lapar sekali"
"Baik Nyonya"
Laura kembali melangkah kearah kamarnya, untung saja tak jauh saat sudah masuk Laura cukup lega, membersihkan tubuhnya yang lengket ini dan segera pergi kemeja makan.
Ternyata di sana sudah ada Haidar yang menyeruput kopi sambil fokus pada ponselnya. Sungguh tak ada kata-kata maaf atau apapun yang Haidar ucapkan. Laura dengan kesal menarik kursinya dan duduk dengan kasar melipat tangannya dan menunggu makanan dengan tak sabar.
Saat makanan tiba Laura segera mengambil banyak lauk pauk, tak peduli akan dicap sebagai perempuan rakus pun. Menyebalkan sekali sudah dapat enaknya setelahnya dibiarkan begitu saja.
Saat Laura sedang fokus makan, tiba-tiba ada yang membenarkan rambutnya yang terurai, saat Laura menengok, malah langsung bertatapan dengan Haidar.
"Kalau makan itu ikat dulu rambutmu Laura, kebiasaan dari dulu tak pernah berubah. Makanlah dengan tenang tak akan ada yang menghabiskan makananmu"
Laura mengambil ayam goreng dan menggigitnya dengan penuh, lalu kembali membelakangi Haidar yang masih setia memegang rambutnya. Masih kesal karena dibiarkan begitu saja setelah enaknya saja, tak dikasih makan bahkan pakaian juga.
Tunggu kenapa dirinya malah seperti mau diperhatikan, jangan sampai Laura mau dengan Kakaknya ini. Laura harus bisa bertahan mulai sekarang jangan sampai kejadian malam tadi terulang lagi.
Saat rambutnya sudah terikat dengan sempurna, Kakaknya kembali duduk dan menikmati kopinya, tapi tak fokus pada ponsel tadi pada Laura, menatapnya dengan intens dan membuat Laura salah tingkah.
Laura mulai membelakangi Haidar dan menarik makanannya, perutnya begitu lapar sekarang, butuh energi untuk melawan Kakaknya.
Terdengar suara tawa yang begitu kecil, saat Laura menatap Kakaknya senyumnya itu begitu manis. Laura diam sesaat, tidak tidak Laura tak boleh terpesona oleh ketampanan Kakaknya itu. Ingat Laura masih punya Arkan, pasti akan menunggunya untuk pulang dan mereka akan menikah.
Namun tiba-tiba saja mood Laura hilang untuk makan, padahal dirinya sedang lapar-laparnya. Apakah Arkan akan menerima dirinya yang sudah tak perawan lagi, apakah Arkan tak akan marah padannya karena dirinya tak bisa menjaga diri.
Dengan lemas Laura melepaskan makanannya dan pergi begitu saja dari meja makan. Bahkan berjalan kedalam kamar juga dengan sangat lesu. Laura begitu takut kalau Arkan tak akan mau dengannya.