NovelToon NovelToon
Hello Tuan Harlan

Hello Tuan Harlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.

Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.

Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Diselamatkan

Harlan, lelaki itu menatap heran pada sosok gadis yang tiba-tiba jatuh saat melihatnya.

Apa aku semengerikan itu?

Biasanya, wanita bahkan laki-laki akan terpesona saat melihatnya. Tetapi, gadis di seberangnya ini justru terlihat ketakutan.

Ah, mungkin karena pistol ini, siapa juga yang ngga bergidik ngeri melihat senjata api seperti ini.

Harlan berjalan mendekat, berusaha menjelaskan pada gadis yang terlihat sangat ketakutan itu.

"Te—"

"Pergi, jangan mendekat!" pekik Reina. Bayangan saat melihat Harlan menyiksanya di masa depan, membuat sekujur tubuh Reina ketakutan bukan main.

Saat ini tubuhnya bergetar dengan hebat, kepalanya berdenyut nyeri, hingga akhirnya dia lunglai tak sadarkan diri.

Tak lama, Reina mengerang saat kepalanya kembali berdenyut. Dia meraba sekitar karena matanya belum sanggup ia buka.

Halus, lembut dan empuk, nyaman sekali itulah yang Reina rasakan.

Tuhan, inikah surga? Jika iya, terima kasih karena membiarkan tulang punggungku berbaring di kasur yang empuk ini.

Harum ruangan ini juga sangat menenangkan, Reina ingin sekali terbuai dalam mimpi lagi, meski dia sudah berada di surga.

"Kau sudah bangun?" suara seorang lelaki mengejutkannya bukan main. Dengan sigap Reina langsung membelalakan matanya.

Setelah melihat sosok itu, lelaki yang saat ini tengah melipat tangannya di dada dan duduk di sebuah sofa menghadapnya, Reina berjengit dan segera bergeser.

Dia menarik selimut hingga ke dadanya dan meringkuk di sana.

Kenapa aku harus bertemu Harlan? Apakah masa hidupku akan sesingkat ini? Astaga, aku terlalu bahagia bisa terlahir kembali, tapi ternyata hidupku bahkan terlalu singkat.

"Bi-bisakah aku meminta air? Setidaknya, sebelum kamu menghabisiku, beri aku sedikit minum—" pinta Reina putus asa.

Ia tahu pertemuannya di masa depan dengan Harlan sekaligus menjadi pertemuan terakhirnya saat itu, jadi tak salah jika dia berpikir mungkin saat ini Harlan akan membunuhnya juga.

Meski dulu Harlan membunuhnya dengan alasan perselingkuhan istri dan suaminya. Kali ini apa alasan lelaki itu akan membunuhnya? Pikir Reina.

"Menghabisimu?" tanya Harlan dengan mengeryit heran.

"Untuk apa aku menghabisimu?" setelahnya Harlan bangkit berdiri. Tubuhnya yang tinggi tegap bagai predator yang hendak menerkam mangsanya.

Reina semakin meringkuk ketakutan. Dia melirik sekitar untuk melihat adakah benda yang bisa dia gunakan untuk melindungi diri.

"Reina Suwito, kamu benar-benar unik. Aku bahkan tak mengerti jalan pikiranmu," ucapan Harlan serupa ledekan yang membuat Reina kesal.

Andai aku bisa ngomong apa yang membuatku takut padamu saat ini, pasti kamu akan menganggapku gila!

"Kenapa kamu memelototiku?"

"Ba-bagaimana kamu tahu namaku?" Reina jelas panik karena Harlan memanggil namanya dengan nama panjangnya.

Apa dia telah mencari data dirinya.

"Aku ingin mengantarmu tadi, tapi tak ada satupun tanda pengenal di dirimu. Aku ingat kalau kamu memang ingin bunuh diri, jadi kamu mungkin memang sengaja menghilangkan semua data dirimu agar tak diketahui," jelas Harlan panjang lebar.

Lelaki itu terkejut sendiri saat harus menjelaskan pada gadis yang tengah meringkuk ketakutan. Dia sedikit menggoyangkan kepalanya untuk meredakan perasaan ambigu yang tiba-tiba muncul.

Hal ini tentu membuatnya heran sendiri karena Harlan biasanya tak pernah mau berkomunikasi dengan orang asing, bahkan harus repot menjelaskan kesalah pahaman ini.

Untungnya gadis itu tak memperhatikannya, jika iya Reina mungkin pasti akan melihat kekonyolannya tadi.

Reina sendiri sedang memikirkan penjelasan Harlan. Ia memang berniat mengakhiri hidupnya tadi, tapi menghilangkan jejak dirinya jelas tidak ia lakukan.

Ia hanya lupa tidak membawa tasnya saja karena memang pikirannya sedang kacau.

Reina kembali berjengit saat sebuah tangan panjang menyerahkan sebuah gelas beriri air kehadapannya.

Entah dirinya yang memang tak pernah memperhatikan sekitar atau memang Harlan bisa bergerak seperti hantu.

Lagi-lagi Harlan mengernyit saat memerhatikan mata Reina yang membulat sekaligus memancarkan tatapan kewaspadaan. Namun kali ini dia justru ingin tertawa dan tentu saja sekuat tenaga dia menahannya.

"Bukannya kamu tadi ingin minum? Minumlah, nanti supirku akan mengantarmu pulang. Kamu pingsan cukup lama dan sekarang sudah sore, mungkin orang tuamu akan mencemaskan dirimu."

Lagi, Harlan bingung dengan dirinya, kenapa juga dia harus memperdulikan gadis asing yang terlihat menyedihkan itu.

Banyak gadis yang berusaha memikatnya, tapi gadis ini justru tak terpesona bahkan cenderung ingin berlari secepat mungkin darinya andai bisa.

Mungkin inilah jawaban mengapa Harlan merasa sedikit terganggu dan mulai berbicara banyak.

Astaga apa aku mengalami narsistik disorder?

"Aku ... Pulang sendiri saja, terima kasih karena telah menolongku," Reina sebenarnya tak ingin berterima kasih. Dia pingsan juga karena ketakutan setengah mati saat melihat Harlan.

Namun melihat sikap lelaki itu yang cukup baik, tak mungkin dia tak tahu diri dengan pergi begitu saja.

"Komplek perumahan ini tak mungkin ada kendaraan umum, jadi kamu akan ke jalan besar menggunakan apa? Berjalan kaki? Aku rasa kamu akan kembali pingsan bahkan sebelum sampai di gerbang perumahan," ucapan Harlan seperti sebuah cibiran menurutnya.

"Terima kasih, maaf jika merepotkan, antar saja aku sampai ke pintu kompleks perumahan ini."

"Baiklah, apa kamu akan merapikan diri sebelum pulang? Atau mengisi perutmu? Wajahmu terlihat pucat," tawar Harlan.

"Tidak perlu, terima kasih atas kebaikanmu, sebaiknya aku segera pulang!"

Harlan tak lagi memaksa meski batinnya merasa terusik saat melihat penampilan gadis itu.

Wajah pucat dengan tubuh yang sangat kurus.

Apa orang tuanya tak memberinya makanan yang layak? Tak ada informasi yang bisa dia lacak. Hanya ada nama gadis itu dan sekolah tempatnya menimba ilmu saat dirinya mencari informasi tentang gadis itu. Hanya sebuah data biasa yang bisa dicari di pencaharian.

Bisa saja Harlan mencari tahu lebih detail tapi ia perlu meminta bantuan para ahli IT di kantornya.

Harlan tetap merasa aneh, sebab gadis itu bersekolah di sekolahan cukup elit menurutnya. Bahkan dia adalah pemilik saham terbesar di sekolah itu.

Apa dia korban pembulian?

Tentu saja menilik dari penampilan gadis itu, Harlan hanya menebak jika dia gadis miskin yang mungkin bersekolah karena beasiswa.

Harlan menatap kepergian gadis itu dari atas kamar tamu yang tadi di tempati Reina.

Sudahlah, dia tak ingin memerdulikan nasib Reina yang menurutnya hanya orang asing.

Reina sampai di rumah saat senja mulai menunjukan dirinya. Tubuhnya lemah karena sakit kepala ditambah perutnya yang belum terisi.

Baru saja masuk, sebuah tamparan langsung menyambutnya.

Tubuhnya kembali ambruk karena memang fisiknya sedang lemah.

Saat melihat siapa yang menamparnya, hati Reina kembali sakit bukan main.

Sang ayah yang selama ini tak pernah melakukan kekerasan kini tega melakukannya.

Reina yang tadi sempat linglung, segera menyadari kenapa ayahnya tega memukulnya, siapa lagi kalau bukan karena Elyana.

Benar saja, Elyana muncul dengan perban di lengannya. Itu pasti lengan yang tadi menyenggol termos panas miliknya.

"Kamu memang anak kurang ajar! Selama ini ayah selalu diam. Benar, kamu adalah anak pembawa sial!" pekik Hendro lantas memukul Reina membabi buta.

Reina hanya bisa meringkuk melindungi kepalanya dari tendangan serta hantaman yang Hendro lakukan padanya.

Tak cuma fisik, hatinya juga teramat sakit saat mendengar ucapan dari mulut ayahnya yang akhinya mengatakan jika dirinya memang anak pembawa sial.

"Memang seharusnya kamu pergi saja! Kamu memang pengacau!"

"Yah cukup, dia bisa mati kalau ayah pukul terus," suara Vano menyela amukan Hendro.

"Biar saja, biar sekalian dia menyusul ibunya. Anak ngga berguna! Orang tua sudah memikirkan masa depannya, dia justru mengambil keputusan sendiri, dan sekarang mau menjadi seorang kriminal karena sudah berani mencelakai orang!"

"Pelayan!" pekik Hendro kemudian.

"Seret dia ke gudang dan jangan sampai diberi makan, dia harus diberi pelajaran karena sikap kriminalnya itu!"

.

.

.

Lanjut

1
Dapllun
semangat kak, aku tinggalkan komentar ku disini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!