Genre : Fantasi, Fantasi-Isekai, Action, Harem, Romance, Adventure, Reinkarnasi, Isekai, Magic, Demon, Royal.
[On Going]
- Sinopsis -
Setelah berkali-kali di bully oleh orang kaya. Sion yang sudah tidak tahan dengan semua itu, akhirnya meluapkan amarahnya.
Sampai akhirnya kepuasannya berakhir dengan bunuh diri. Dan dia tidak menyesalinya, seperti kebanyakannya dia bereinkarnasi di dunia lain.
Apakah Sion akan mencoba meraih puncak? Tetap dibully? Atau sebaliknya dia membully?
- Untuk jumlah kata ga full 1k yah gaes, kadang cuma 800 atau bisa aja lebih sampai 1,5k kalau benar-benar niat. Kalau agak sibuk yahh, antara 1k atau 800+ doang.
- Up-nya yah suka-suka aku wkwk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Perasaan Liana
Ah...
Sial...
Kenapa? Malah jadi begini!?
Saat ini aku sedang berbaring dengan gadis berambut merah yang sedang berada diatasku. Dia ini malah jadi seperti Lise!
Yang lebih parahnya dia ini sama beratnya seperti Lise. Sial! Lepaskan akuu! Aku tidak bisa bergerak.
Penginapan Honana, salah satu penginapan paling terkenal di ibukota. Kemaren malam kami datang kesini untuk menginap dan yes kami tidur sekamar.
Kenapa bisa begitu?
Soal itu bukan aku yang melakukannya, tapi memang Liana sendiri yang mau. Katanya ada hal yang ingin ia lakukan. Memang benar dia menggunakan sihirnya padaku kemaren malam untuk menyembuhkan beberapa luka di tubuhku.
Tapi yasudahlah. Memang benar siapa coba yang mau menolak satu kamar dengan gadis cantik? Walau berat tetap saja dia ini sangat menggoda. Assetnya itu membuatku hampir tidak bisa menahan nafsuku.
Tapi, aku ini pria sejati. Tidak akan terpengaruh dengan hal seperti itu. Awalnya sih begitu.
Liana bergerak, ia kemudian semakin mendekatkan kepalanya ke wajahku. "Oi! Jangan terlalu dekat," kataku. Meski sudah berkali-kali aku memcoba membangunkannya, namun gadis ini tidak mau bangun.
Tangannya kemudian menyentuh wajahku. Dari dahi lalu jarinya itu menelusuri sampai ke-dagu, lalu dinaikkan lagi ke bibir.
"Jangan sentuh disana!"
Dalam keadaan masih mengigau ia kemudian semakin erat memeluk tubuhku. Aku bisa merasakan beberapa tulangku remuk.
Bulu matanya mulai bergetar, lalu matanya mulai terbuka sedikit. Ia mengusap-usap matanya itu, dengan rambutnya yang berantakan membuatnya terlihat semakin kawaii~!
Ehem-ehem!
"Selamat pagi~"
"Se-selamat pagi juga."
Ia sekali lagi meraih wajahku dengan tangannya, kali ini menyentuh pipi. "Di—Dilihat-lihat kau terlihat tampang juga yah saat bangun tidur." Ia kemudian menggunakan tangannya yang satunya untuk memainkan rambutku dengan jari-harinya. "Aku baru menyadarinya sekarang, padahal kita selalu tidur di kamar yang sama bertahun-tahun."
"Yeah... Tapi, bisakah kau menjauh?"
Ia tidak menghiraukan itu, wajahnya semakin mendekat, mendekat, mendekat. Terlalu dekat!
"Hei, Sion. Apa kau sudah pernah berciuman sebelumnya?"
Pertanyaan apa itu!
Dengan ragu aku menjawab. "Ti-tidak."
Ia kemudian tersenyum tipis. "Begitu? Kalau begitu..."
Ia kemudian mulai mendekatkan wajahnya lagi. Kali ini hidung kami bersentuhan, ia lalu menggosok-gosokkan hidungnya. Aku merasakan napasnya itu menggelikan wajahku setiap kali ia bergerak.
Akhirnya ia mendekati bibirku. "A-apa yang akan kau lakukan?" tanyaku.
Ia diam tidak menjawab, dan kemudian tiba-tiba menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku merasakan sensasi lembut diikuti dengan wangi tubuhnya yang tercium di hidungku.
Sensasi bibirnya juga begitu lembut dan ber-air. Setelah 30 detik ia melepaskanku akhirnya.
Ia kemudian menjauh tanpa berkata apapun, lalu keluar dari kamar meninggalkan aku sendiri.
Apa itu tadi!
Dia benar-benar melakukannya! Siall! Aku bahkan belum pernah mencium Lise, dan sekarang ciuman pertamaku direbut Liana.
...---...
[Liana PoV]
Sial, kenapa aku melakukan itu tadi!
Sangat memalukan, apa yang sebenarnya kulakukan! Karena melihatnya yang pasrah aku malah menciumnya.
Bagaimana ini! Yang disukainya adalah Nona Lise, tapi aku malah merebut ciumannya. Aaa! Aku sangat maluu!
Aku memasuki kamar mandi, lalu membersihkan diri dan akhirnya berendam. Air yang hangat membuatku merasa tenang.
"Bagaimana ini..." Aku memegangi wajahku.
Kami sudah lima tahun selalu tidur bersama, tapi itu tadi pertama kalinya aku melakukan itu padanya. Kira-kira bagaimana perasaannya? Apakah dia akan membenciku?
Dia terlihat pasrah tadi, sama sekali tidak melawan. "Duh!" Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya pada Sion.
Aku kemudian berdiri dan menyudahi berendamku. Setelahnya aku datang ke ruang makan, terlihat pria itu duduk sambil menikmati kopinya.
Awalnya aku sedikit ragu, namun kemudian aku memberanikan diri untuk duduk disampingnya. Ia tidak menoleh dan malah mengalihkan pandangannya kearah lain.
Apa dia marah padaku?
"Nee~" kataku sambil menarik ujung bajunya dengan lembut.
"A-apa?" ucapnya, ia sama sekali tidak menoleh.
"Apa kau marah padaku?"
"Ha? Itu tidak mungkin! Hanya saja..."
Hanya saja?
"Hmm?"
Ia kemudian menoleh, wajahnya sedikit memerah. "Itu... Anu... Melihatmu membuatku teringat yang tadi pagi."
"Eh?"
Aku juga baru menyadarinya ketika melihat wajahnya membuatku teringat yang kulakukan tadi pagi. Sensasi dari bibirnya selalu teringat di bibirku.
"Ma-maaf, aku tidak sengaja soal itu."
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit terkejut tiba-tiba kau melakukan itu."
Bagaimana ini?! Sekarang aku benar-benar? Menyukainya! Aku ingin selalu berada disisinya. Meski dijadikan yang kedua juga tak masalah.
"Nee~ Sion. Bagaimana pendapatmu tentang aku?"
"Eh?" Ia diam sebentar sebelum menjawab. "Itu... Bagaiman ya, aku memang menyukai Lise. Tapi kalau aku bilang tidak tertarik denganmu itu terlihat jelas bohong."
Jadi dia tertarik denganku?!
"Be-begini, aku memang selalu berpikir kau itu cantik. Tapi, bagaimana yah... Aku masih belum memahami ini. Dan juga Lise menungguku, aku tidak yakin kau mau dijadikan yang kedua."
"Tidak! Aku mau! Meski dijadikan yang kedua juga tidak masalah!"
APA YANG KU-UCAPKAN! TIBA-TIBA SAJA KATA-KATA ITU KELUAR DARI MULUTKU!
"Soal itu... Kita lihat saja nanti. Untuk sekarang aku ingin lebih fokus dengan turnamen ini."
Huft... Dia benar. Untuk sekarang itulah yang terpenting, setelah semua selesai kami bisa membahasnya nanti.
"Baiklah," ucapku entah kenapa aku merasa senang dan sudut bibirku terangkat.
"Baguslah." Ia berdiri dan kemudian mengelus-elus kepalaku, lalu pergi.
Eh? Apa tadi?! Dia sudah berani melakukan itu?! Aaaa!