Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Dani begitu bersemangat mendengar Ayang menyetujui tawaran yang ia tawarkan. Bergegas ia membawa Ayang kerumah Memi---mucikari yang di kenalnya.
Setibanya di sana, mami Memi menelisik tubuh Ayang dari atas sampai bawah.
"Cantik sih. Tapi dia kudu di poles lagi biar lebih menarik." Mami Memi bergumam sambil mengitari tubuh Ayang.
Dani menyeringai kesenangan mendengar perkataan wanita itu.
Tapi tidak dengan Ayang, ia tampak tegang dan ketakutan. Jemarinya dibawah sana tengah menggulung-gulung kain batik jawa yang di pakainya. Raut kecemasan tergambar jelas di wajahnya, namun berkali-kali ia menguatkan diri, mengingat ibunda tercinta yang tengah terbaring di rumah sakit.
"Berapa umur you?" tanya mami Memi pada Ayang sambil menyalakan sebatang rokok.
"Dua puluh tahun Mam, gue jamin dia masih perawan." Dani yang menjawab.
Mami Memi menatap Dani. "You mau jual dia berapa?"
"Gua bukan mau jual dia Mam, gua hanya minta lu mencarikan pelanggan kaya yang bisa membayar 500 juta untuk semalam."
Seketika Ayang tersentak mendengar perkataan saudara kandungnya itu. Namun, Dani memberi isyarat agar ia diam saja.
"Gila you! Siapa yang mau membayar sebanyak itu?"
"Aaah, Mami payah banget. Masa gak punya pelanggan tajir. Katanya ini tempat prostitusi kelas atas!" sinis Dani.
"You jangan asal ngomong ya!" Satu tunjuk mami Memi mengarah tepat ke wajah Dani.
"Lah, buktinya emang gitu kan? Masa Mami gak kenal dengan Bos tajir,"
Mami Memi kembali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya perlahan. "Sebenarnya I ada pelanggan yang mungkin sanggup membayar sebanyak itu, bahkan I yakin orang ini berani membayar lebih. Tapi, I gak yakin kalau gadis yang you bawa ini mampu memuaskannya. Karna selama ini belum ada satu pun perempuan yang bisa membuat orang ini puas. Apa you mau coba? Tapi, sebelumnya I mau ingatkan, orang ini mintanya rada-rada aneh," terang mami Memi.
"Gue yakin Adik gue ini bisa memuaskan Bos besar itu. Lu gak usah khawatir," jawab Dani cepat.
"What! Gadis ini Adik you?" Mulut mami Memi terbuka lebar. "I gak menyangka you tega menjual Adik you sendiri," lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Ck! Gak usah sok menesehati gue, lu!" Dani mendengus kesal.
"Oke....oke I gak ikut campur. Itu urusan you."
"Terus, kapan Adik gue bisa melayani Bos besar itu?" tanya Dani lagi.
"Kalau itu, I belum bisa memastikan. Karna I juga gak bisa menghubungi lansung orangnya. I hanya bisa berhubungan dengan para anak buahnya saja. You tinggalkan saja nomor hape you, nanti I akan hubungi you."
"Gue gak punya hape," sahut Dani malas.
Mami Memi tersenyum sinis sembari menggeleng kecil. "Kalau begitu you tunggu saja dulu di sini, sampai I dapat kepastian dari anak buah orang itu," saran mami Memi.
Ayang berjalan mendekati Dani, lalu menarik tangan saudaranya itu menjauh dari mami Memi.
"Abang, kita kerumah sakit saja yuk, kasihan Bunda gak ada yang menjaga," bisiknya setelah menjauh dari mami Memi.
"Lu di sini aja. Biar gue yang kerumah sakit," balas Dani.
"Tapi Ayang takut." Ayang memeluk erat lengan Dani.
"Ay, lu mau Bunda sembuh ga sih?" tanya Dani menekan.
Ayang diam, ia ingat tujuannya datang kesini untuk kesembuhan bundanya.
"Lu tunggu aja disini. Nanti malam gue jemput lu." Kemudian Dani berjalan mendekati mami Memi. "Kalau begitu gue titip Adik gue di sini, nanti malam gue jemput," ucapnya pada mami Memi.
"Hmm, baiklah. Tapi, kalau Bos itu mau, you gak usah jemput kesini, karna Adik you akan I antar ke hotel."
"Baiklah. Gue cabut dulu."
"Abang." Ayang memanggil Dani yang sudah berbalik badan.
Dani menoleh. "Udah Lu santai aja di sini," sahut Dani lalu kembali melanjutkan langkah meninggalkan Ayang bersama mucikari itu.
"You benaran Adik si Dani?" tanya mami Memi setelah Dani menghilang di balik pintu.
Ayang mengangguk pelan.
"Kalau boleh I tahu, kenapa you mau melakukan pekerjaan ini? Si Dani maksa you?" tanya mami Memi lagi.
"Gak, tapi Bunda saya saat ini sedang berada di rumah sakit dan harus segera di operasi, Buk-"
"Panggil I Mami," potong mami Memi cepat.
"Hm, iya, Mami," sahut Ayang dengan wajah tertunduk.
"Good. Ayo, ikut I." Mami Memi berjalan masuk kedalam kediamannya.
Ayang pun terpaksa mengikuti langkah wanita itu di belakang dengan kepala yang masih menunduk.
Mami Memi membawa Ayang masuk kedalam sebuah ruangan. Di sana terdapat banyak gaun-gaun seksi terpajang.
Kemudian mami Memi mengambil beberapa pakaian dan mencocokkan ke badan Ayang.
"Sepertinya yang ini cocok buat you," gumamnya setelah mencobakan sebuah drees pendek berbentuk kemben ke tubuh Ayang.
"Sekarang you mandilah, nanti I akan panggilkan orang I untuk make over you," perintahnya pada Ayang yang sejak tadi hanya diam saja dengan wajah menunduk.
"Hei! You dengar I gak?"
Ayang mengangguk cepat.
"So, you tunggu apa lagi? Pergilah mandi sekarang!"
"Hm, kamar mandinya dimana?" sahut Ayang canggung.
"Oh, sorry sorry, I lupa you bukan anak asuh I. Ayo, mari ikut I." Mami Memi pun membawa Ayang ke kamar mandi.
.
.
.
.
Jam delapan malam, Ayang tiba di sebuah hotel bintang lima.
Berkali-kali ia menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang bertalu-talu. Dibuangnya rasa takut yang hinggap di hati. Semua akan di lakukan demi kesembuhan ibunda tercinta. Meski ia tau, yang di lakukannya sekarang ini salah.
"Apa you gugup?" tanya mami Memi ketika mereka tengah berada di dalam lift.
Ayang yang sejak tadi menunduk mengangguk pelan.
"You harus tenang, usir rasa gugup you karna pelanggan satu ini agak susah menaklukannya. Banyak anak asuh I yang telah mencoba, tapi selalu gagal."
Ayang mengangkat kepala. "Gagal? Maksud Mami?" tanya Ayang tak mengerti.
"Ya, dari banyaknya anak asuh I gak ada satu pun dari mereka yang bisa membuat itunya berdiri. Entah lah, I juga gak tau, apa orang ini impoten atau memiliki fastasi aneh lainnya, tapi yang pasti menurut cerita anak asuh I mereka sama sekali gak di apa-apa kan. Hanya di suruhnya buka pakaian, udah mereka di suruh pergi lagi."
Ayang sedikit bernafas lega mendengar penjelasan Mami Memi, ia berharap semoga saja orang yang akan di temuinya ini sesuai dengan apa yang di sampaikan mami Memi barusan.
Saat pintu lift terbuka, mami Memi keluar terlebih dahulu di ikuti Ayang di belakangnya. Mami Memi berjalan melenggang-lenggokkan pinggulnya sembari mengedarkan pandangan mencari pintu bernomor 180.
"Nah ini kamarnya." Mami Memi menghentikan langkah.
"Oke, sekarang you pencet bel ini karna orangnya sudah menunggu you di dalam. Tugas I hanya sampai di sini saja menemani you. Semoga you sukses." Setelah mengatakan itu mami Memi pun melangkah pergi.
Ayang meraup nafas dalam-dalam melalui mulut dan menghembuskan lagi secara perlahan. Batinnya sedang berperang. Salah? Ya, Ayang sadar apa yang di lakukannya ini salah. Tapi ia akan merasa sangat bersalah, jika tidak bisa melakukan apa-apa untuk kesembuhan bundanya.
Perlahan tangan diangkat menekan bel yang ditunjuk mami Memi.
Ayang hanya menekan bel itu sekali, setelahnya ia hanya diam menunduk menunggu pintu di buka.
Ceklek
Dengan jelas Ayang mendengar bunyi pintu terbuka. Namun, kepalanya masih menunduk. Sedikitpun tak ingin melihat sosok yang baru saja membuka pintu.
"Kau siapa?" Suara berat di hadapannya membuat tubuh Ayang bergelinjang kaget.
"Sa-saya Juwita, Tuan," jawab Ayang ketakutan. Ia hanya memperkenalkan diri dengan nama belakang saja.
"Siapa yang membawa kau kesini?"
"Ma-mami Memi, tuan," jawab Ayang terbata.
"Cepat, masuklah!"
Ayang masih berdiri sambil meremas jemari di bawah sana. Sungguh, ia begitu ketakutan saat ini.
"Apa kau tuli?"
Ayang masih tak bergeming, keringat dingin telah keluar di pori-pori kulitnya.
"Aaa!"
Ayang menjerit keras, saat tangannya tiba-tiba di tarik masuk kedalam. Bukan main kaget ia mendapat perlakuan kasar orang itu.
"Kemarilah," panggil pria yang telah duduk di tepi ranjang.
Ayang masih diam dengan kepala menunduk.
Pria di depannya lansung mengeluarkan pistol yang di selipkan di pinggang. "Kemarilah atau kupecahkan kepala kau!"
Ayang menaikkan bola mata melihat pria itu yang tengah membidikkan pistol tepat ke kepala. "I-iya, tuan." Perlahan Ayang beringsut mendekati pria. Kepala masih menunduk memandang lantai.
"Siapa nama kau?"
"Ju-juwita, tuan," sahut Ayang cepat.
"Berapa umur kau?"
"20 tahun, tuan," jawab Ayang jujur.
"Buka pakaian kau sekarang!"
Sontak wajah Ayang terangkat menghadap tepat pria itu.
di tunggu selalu aksi trio cadel😊
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor