Karyaku yang ke 15, ga kerasa ya... Alhamdulillah
Lanjutan cerita Laras ma Bintang, menceritakan kedua anak kembarnya. Si ceriwis Zara dan tentunya si pendiam Zayd, tak lupa dengan anak-anak dari saudara dan para sahabat Laras dan Bintang.
Di cerita ini ga lepas peran orang tuanya ya, karena peran Laras tentunya sangat penting untuk dunia Mafia nya.
Semoga karya ini, diterima dengan baik. Aamiin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Julianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Labolato-Lato
"Bubun tama yayah dali nana?" tanya Zara, seraya mengunyah makan malamnya, Laras bukannya menatap putrinya. Melainkan menatap Leon, namun yang di tatap nampak biasa saja.
"Leon" panggil Laras, membuat Zara menatap sebal sang bubun. Karena pertanyaannya, tidak di jawab oleh Laras.
"Iya bun" jawab Leon seraya menatap Laras
"Kamu ga penasaran, kemana kedua orang tua kamu?" tanya Laras, Leon menggelengkan kepalanya
"Nenek bilang, ibu sedang di lawat talena sakit pelut. Dan ayah sedang menjaga ibu, agal tidak kabul. Iya kan nek?"
"Uhuk uhuk" Ajeng mendadak tersedak, saat mengunyah makanan nya. Arjuna menggelengkan kepala, sedangkan Ajeng langsung mengangguk.
"Hahahaha... ayahmu memang pantas di tinggal, karena nempel terus dengan ibumu."tawa Laras pecah, saat ia mengingat kembali kejadian di rumah sakit.
Laras yang tadinya hendak mengambil ponsel miliknya, yang tertinggal di meja. Namun saat baru membuka pintu, ia mendengar suara tangisan abangnya. Ia pun memilih tak melanjutkan untuk masuk, tetapi ia memilih untuk mengintip. Melihat abangnya yang jadi aneh, Laras sekuat tenaga untuk tidak tertawa. Apalagi saat abangnya mengatakan, bila hatinya seperti iklan magic com di bulan puasa. Hah? Koosong
Laras sampai menurunkan tubuhnya, sampai ia terduduk di lantai. Memegang perutnya yang terasa keram, karena menahan tawa. Laras bergerak ke kanan dan ke kiri, tanpa melepas tangannya di perut. Wajahnya benar-benar sudah memerah, untung tak ada pasien dan pengunjung lain. Karena Raya dirawat, di ruang khusus keluarganya.
Sampai akhirnya Bintang menyusul kembali ke atas, karena menunggu istrinya tak juga turun.
"Kamu kenapa bun?" tanya Bintang heran, karena melihat istrinya hampir selonjoran di lantai.
"Ng-nggak, s sebben tar.... huft" Laras menghentikan tawanya, ia mengatur nafasnya.
"Tidak apa-apa, ayo kita pulang saja." Laras bangun dari posisinya, dibantu oleh Bintang
"Ponsel bubun udah di ambil?" Laras menggelengkan kepalanya
"Biarlah, itu bukan ponsel kerja ini. Paling hanya kumpulan bocah-bocah kematian, yang akan menghubungi" Bintang pun mengangguk, Laras menutup pintu dengan pelan. Saat jalan, sesekali Laras tertawa karena geli dengan sikap abangnya. Bintang hanya bisa menghembuskan nafas pelan, ia membiarkan istrinya yang ketawa-ketiwi sendiri. Mengangguk dan tersenyum, saat berpapasan dengan orang yang menatap Laras aneh.
.
Leon mengangguk setuju, dengan apa yang di ucapkan bubun Laras. Papa nya memang sangat posesif pada ibunya, bahkan untuk tidur bersama saja. Papanya sering melarang, dengan alasan bila dirinya sudah besar. Meski kesal, Leon kembali masuk ke kamarnya. Bukankah papa nya jauh lebih besar darinya, kenapa harus ia yang di jauhkan dari mama nya?
"Oya bun, tapan labolato-lato Jala bisa di gunakan?" tanya Zara
"Labolato-lato?" tanya Arjuna dan Ajeng bersamaan, sedangkan Ken, Nuri, Satriya dan Leon hanya menghembuskan nafas. Mereka sudah biasa mendengar istilah baru, yang di buat sendiri oleh Zara.
"Mmm... besok juga sudah bisa sepertinya, bubun sudah menyuruh para om untuk menyelesaikannya sejak dua hari yang lalu." jawab Laras, membuat Zara dan Zayd langsung melakukan tos.
"YESS"
"Apa lagi yang mereka rencanakan? Apa itu Labolato-lato?" tanya Arjuna, Laras menghembuskan nafasnya
"Laboratorium pah, Laras membuat ruangan itu di ruang bawah tanah. Bersebelahan dengan ruang senjata milik Laras. Zara bilang ingin membuat alat, yang sering di pakai oleh detective Conan. Saat ia membuat tuan Kogoro tertidur, hanya saja cucu papa itu. Ingin membuat jarum pelumpuh, bukan jarum tidur." jawab Laras
"WAAAAHHHH... KEREEEEENNN" ucap Ken, Leon dan Satriya bersamaan
"Aku mau ikut, boleh kan?" tanya Leon, Zara dan Zayd saling tatap dan tak lama mengangguk
"Aku duga" ucap Satriya, mereka hanya mengangguk
Satriya dan Leon, melakukan tos. Mereka pun segera melanjutkan makan malam, ada banyak pembicaraan yang akan di bahas oleh keempat anak itu. Senyuman mengembang di wajah tampan dan cantik tersebut, dan Laras sangat menyukai hal itu.
Kedua anaknya tak pernah meminta mainan, layaknya anak-anak seumuran mereka. Tetapi sekali meminta sesuatu, bisa menghabiskan ratusan juta atau bahkan sampai mencapai nilai milyaran. Seperti barang yang di lelang di pasar gelap saat itu, Zara mendapatkan barang itu senilai 1,5 M. Grafena, barang langka yang di dapatkan oleh Zara.
Tetapi bila masalah makanan, Zara dan Zayd lebih memilih jajanan pasar dan jajanan di depan sekolah dekat kompleknya.
Biarlah ya, namanya juga dunia novel.
.
.
"Bagaimana bisa anakmu kepikiran seperti itu? Benar-benar harus di jaga tontonannya" ucap Ken ngeri, Laras hanya mengangkat kedua bahunya
"Selama itu tidak merugikan dan membahayakan diri mereka, juga orang lain. Aku akan selalu mendukung, apapun keinginan mereka." jawab Laras, Arjuna dan Ajeng menghembuskan nafasnya
"Anak orang mah yah, di biarin teh maen tanah, maen becekan, main di parit. Lah ini, mainannya di lab. Emang anak langka" ucap Ajeng
"Mmm.. mama ga tau aja minggu kemaren Zara menguji coba ciptaannya." ucap Laras
"Apa?" tanya Arjuna antusias, ia selalu suka apapun yang di buat kedua anak Laras. Bahkan Arjuna juga membuat dan memasarkan sebuah alat, yang di buat oleh Zayd. Dimana alat itu untuk anak-anak, karena sedang marak penculikan.
Alat itu sangat kecil, dan tidaklah sulit untuk menggunakannya. Bahkan alat itu hanya sebesar kancing baju bayi, yang di belakangnya di lapisi perekat, sehingga sangat mudah untuk di pasang di mana pun. Alat itu akan terhubung langsung dengan kantor polisi, bila si anak menekannya cukup keras. Dan itu akan mengaktifkan GPS, sehingga memudahkan polisi mengejar dan menemukan target.
Untuk saat ini, alat tersebut baru bisa di beli oleh orang-orang bercuan. Karena partikel yang di gunakan, tidaklah mudah. Namun Arjuna berencana, untuk memperbanyak artikel tersebut. Sehingga ia tidak perlu mencari dan membeli dengan harga fantastis. Ia lebih memilih mengerjakan orang-orang pintar, sehingga dapat menciptakan partikel yang ia butuhkan. Tak peduli lulusan SD, SMP maupun SMA. Selama otaknya benar-benar bisa berguna, jujur dan disiplin, pasti akan ia terima.
Sehingga alat ciptaan Zayd, bisa di peroleh oleh orang-orang. Dengan harga yang masih terjangkau, atau mendapatkannya dengan sistem di cicil.
.
Tanpa menjawab, Laras mengambil laptop yang tadi siang ia pakai. Laptop itu belum ia taruh di kamar, masih ada di atas lemari panjang yang ada di ruang keluarga.
Laras segera membuka, ia pun mencari rekaman saat Zara menguji coba bom buatannya. Ken langsung bangun dari duduknya, ia pun duduk di samping sang papa. Begitu juga dengan Nuri, yang sama penasarannya. Keponakannya, yang terlahir dari rahim Laras. Selalu membuat gebrakan, yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.
"Lihatlah ini" Laras mem play vidio, keempat orang tersebut fokus melihat layar laptop.
"Capung?" Laras mengangguk, Ken kembali fokus. Dan...
DUAARRR
Ajeng dan Nuri menutup mulutnya, menggunakan kedua telapak tangannya. Arjuna dan Ken, membelalakkan kedua bola matanya.
"Terbuat dari apa sebenarnya, otak kedua anakmu Ras?" Ken benar-benar terkejut dan terkesima
"Mungkin otak orang-orang jenius di masa lampau, berkumpul menjadi satu. Lalu di bagi dua, dan di berikan pada si kembar." jawab Laras asal, yang langsung mendapatkan timpukan dari abangnya.
...****************...
Jangan lupa like, komen, gift dan vote nya❤️❤️
...Happy Reading All...