"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasihat Yang Lucu
Adnan melihat mobil Kana terparkir di garasi mobilnya. Senyum di wajah Adnan langsung terukir lebar. "Akhirnya kamu pulang, Kana Sayang!"
Dengan hati riang, Adnan masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, Ibu Erin yang membukakan pintu untuknya. "Kana dimana, Bu?" tanya Adnan dengan nada riang.
"Nyonya Kana baru saja ke kamar sehabis berenang," jawab Bu Erin. Suaranya serak dan matanya agak bengkak. Adnan yang terlalu senang karena Kana sudah pulang tak memperhatikan Bu Erin.
"Oke. Aku langsung ke atas. Oh iya, Bu. Ini, berikan pada Rara!" Adnan memberikan paper bag kecil bertuliskan nama toko kue kesukaan Rara.
Mata Ibu Erin kembali berlinang air mata. Menantunya ini memang amat mencintai anaknya, meski anaknya sudah lama tiada ia tetap mengingat apa kue kesukaan anaknya.
"Katakan pada Rara, aku malam ini menginap di kamar Kana ya, Bu!" Adnan tak menunggu jawaban Ibu Erin, sambil bersenandung kecil Adnan naik ke lantai atas.
Adnan langsung masuk ke dalam kamar. Suara air di dalam kamar mandi menandakan Kana sedang membersihkan tubuhnya. Dengan sabar Adnan menunggu Kana selesai mandi meski ia ingin langsung bergabung.
Tak lama suara shower berhenti. Pintu kamar mandi terbuka lalu Kana keluar dengan memakai bathrobe. Melihat Adnan sedang duduk di atas ranjang, Kana sedikit terkejut.
"Akhirnya kamu pulang juga, Sayang!" Adnan berdiri dan berjalan mendekati Kana. Adnan merentangkan tangannya hendak memeluk Kana namun Kana malah menghindar.
"Mas sudah mandi? Bersihkan tubuhmu dulu, Mas!" kata Kana dengan dingin.
"Oh ... oke. Tentu saja. Tunggu aku!" Bak anak kecil yang sedang diiming-imingi mainan, Adnan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Kana cepat-cepat mengambil ponsel Adnan yang berada di atas nakas. Selama ini Kana tak pernah tahu kunci ponsel Adnan namun kini ia tahu. Kana memasukkan tanggal lahir Rara dan ponsel itu pun terbuka dengan mudahnya.
Kana membuka aplikasi berkirim pesan dan tak terkejut saat melihat nama My Wife. Bukan nomor Kana yang tersimpan sebagai My Wife melainkan nomor Rara tentu saja.
Kana membaca pesan yang Adnan kirimkan untuk Rara. Hampir setiap saat Adnan mengirim pesan untuk Rara seakan istrinya tersebut masih hidup, namun tentu saja tak pernah ada balasan. "Gila, benar-benar sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana mengembalikan lagi ponsel Adnan ke posisinya semula lalu duduk di tepi ranjang. Kana lalu mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Ia bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Tak lama Adnan yang sudah selesai mandi pun datang dan langsung mendekati Kana. Adnan memeluk Kana seraya menghujaninya dengan banyak kecupan. "Aku kangen kamu, Sayang!"
Jika sebelumnya Kana hanya pasrah saat Adnan mencumbu bahkan menidurinya, kini tak lagi. Kana bersikap dingin dan menarik dirinya.
"Kamu ... kenapa? Biasanya, kamu tak pernah menolakku?" tanya Adnan yang langsung menyadari perubahan sikap Kana.
"Mas, ada yang mau aku bicarakan denganmu," kata Kana dengan wajah serius.
"Bisa tidak bicaranya setelah aku melepas rindu padamu?" tanya Adnan tak sabaran.
"Tidak," tolak Kana dengan tegas. "Aku mau bicara sekarang."
Adnan menghela nafas dalam. "Huft ... oke. Kamu mau bicara apa?" Adnan duduk di samping Kana seraya menatap istri cantiknya dengan lekat.
"Tentang Mbak Rara. Kenapa aku tak boleh menemuinya?" tanya Kana. "Kenapa aku tak boleh masuk ke dalam kamarnya?"
"Jadi tentang Rara. Bukankah aku sudah katakan kalau dokter menyuruhnya untuk lebih banyak beristirahat? Kenapa kamu membahasnya lagi? Na, Rara itu baik loh. Rara tak masalah aku menginap di kamarmu. Seharusnya kamu juga mengerti keadaannya. Rara sakit, dia butuh banyak istirahat. Kenapa kamu harus terus mendesak untuk bertemu dengannya? Cobalah kamu lebih pengertian dengan istri pertamaku itu," bujuk Adnan.
Kana tersenyum kecil. "Pengertian?" Kana mengusap wajahnya. Ia bak bicara dengan salah satu pasien sakit jiwa. Bagaimana mungkin Kana pengertian pada sebuah guling yang dipakaikan wig? Sakit!
"Iya. Hidup poligami memang harus banyak pengertian, Na. Kamu beruntung karena Rara bukan seperti istri lain yang begitu kejam dengan madu-nya. Rara itu wanita yang lembut. Saat aku mengatakan padanya kalau aku ingin menikahimu, Rara mendukungku. Rara mengatakan kalau aku bisa menjadi suami yang adil membagi waktu antara dua istrinya. Baik sekali bukan? Rara itu ibarat malaikat yang hidup dalam tubuh manusia. Terlalu baik untukku yang terkadang suka menyakitinya." Mata Adnan terlihat begitu berbinar saat menceritakan tentang Rara, membuat hati Kana terasa teriris pisau tajam. Sakit sekali.
"Ya, Mbak Rara memang sangat baik. Berbeda sekali denganku yang suka tak sabaran dan suka membangkang bukan, Mas?" balas Kana.
"Itu kamu tahu. Jadilah istri yang penurut, penyabar, pengertian dan bijak seperti Rara. Belajar dari bagaimana ia begitu ikhlas saat aku memutuskan untuk poligami. Dia tidak mengintimidasimu. Dia biarkan kamu bebas di rumah ini. Namun Rara tak mau diusik. Kamu tak perlu menemuinya. Tak perlu mengganggunya. Itu yang dia minta. Jadi, lupakan keinginanmu untuk bertemu dengannya, oke?"
Kana tersenyum mendengar ucapan Adnan. "Sungguh nasihat yang lucu," guman Kana pelan namun berhasil Adnan dengar.
"Nasihat yang lucu? Maksudmu apa?" tanya Adnan dengan wajah yang berubah menjadi serius.
"Menurutku ... Mas Adnan sangat lucu," jawab Kana.
"Aku tidak sedang melucu, Kana!"
"Lantas Mas sedang apa? Bukankah lucu mengatakan kalau aku harus belajar tentang keikhlasan, sikap penyabar, penurut, pengertian dan apalagi tadi ... ah iya bijak. Darimana aku belajar kalau bertemu dengan orang yang mengajariku saja aku tak pernah," jawab Kana. Sengaja ia tak langsung pada intinya.
"Kamu bisa belajar dariku. Aku yang akan mengatakan dan mengajarkanmu bagaimana Rara dalam bersikap. Aku akan mewakili Rara mengajarkanmu secara langsung. Semudah itu. Tak ada yang lucu, Na!" Adnan terlihat mulai terusik dengan perkataan Kana.
"Kenapa bukan Mbak Rara sendiri yang mengajarkanku?" balas Kana.
"Ini lagi yang kamu bahas. Bukankah sudah kukatakan berkali-kali padamu, Kana? Rara diminta untuk banyak istirahat dengan dokter. Kenapa kamu masih ngeyel sih?" Wajah Adnan mulai kesal namun Kana tak akan menghentikan sesuatu yang sudah ia mulai sebelumnya.
"Sudah sebulan lebih istirahatnya loh, Mas. Aku juga tak pernah melihat Mas membawa Mbak Rara ke rumah sakit untuk diperiksa keadaannya," sahut Kana.
"Ada dokter yang-"
Kana memotong ucapan Adnan sebelum ia selesai bicara. "Tak pernah juga kulihat ada dokter atau perawat yang datang untuk memeriksanya."
"Mungkin saat mereka datang, kamu sedang tidak di rumah? Kamu 'kan sibuk syuting, Sayang. Kamu pasti tidak memperhatikan kapan dokter datang ke rumah ini," jawab Adnan.
Kana menyunggingkan seulas senyum di wajahnya. "Aku tahu, Mas. Meski aku tak ada di rumah ini dan sibuk syuting namun aku yakin tak ada dokter yang datang ke rumah ini."
"Kana, sudahlah, tak perlu membahas hal ini. Nikmati saja hidup kita. Aku, Rara dan kamu. Bukankah selama ini kita baik-baik saja? Bukankah sejak hari pertama kita menikah aku sudah memberitahumu kalau kamu bukan satu-satunya istriku? Kenapa kamu sekarang memaksa untuk bertemu Rara? Seharusnya kamu menerima keadaan kita seperti biasanya," kata Adnan dengan kesal.
Kana menatap Adnan dengan lekat. Lelaki tampan di depannya terlalu sayang jika dibiarkan hancur dengan penyakitnya. Kana pun tak akan rela. Setidaknya Kana membuktikan rasa cintanya dengan tidak membuat Adnan hancur. "Memang aku menerimanya karena aku merasa bersalah sudah mengambil suami wanita lain. Tapi itu dulu. Sekarang, aku tak bisa terima kalau sainganku adalah sebuah guling yang didandani bak orang yang masih hidup. Aku tak bisa diam saja. Aku tak bisa terima."
****
dua duanya agak" gila sih 🤣
apa mending samaa orang baru aja yg emang tulus sama Kana,,,,
pda mninggalkn tp akhirnya pda menyesal.. itu kn akn balik jga adnan sprtinya... apa yg ada d pikiran dy tuhh,,? melepaskn krna tak mau kana sakit hati lg dgn keadaan dy yg lg pengobatan,,atw ada rencana lain?
Mantan Kana pqda pingin balikan
tyt masih ada yg kepoin kamu, Na..
tapi awas aja ntar klo ktmu dia dan kamu lgsg klemer²😤