Liliy aqila khanza, Hesti Adifa dan Wina arfa alia bersahabat sejak TK sampai bangku kuliahan. mereka menamainya Black Ladies karena mereka memiliki kesamaan tidak menyukai warna yang cerah dan itu menggambarkan kepribadian mereka. Liliy aqila khanza berusia 19 tahun dan diagnosa dan mengidap DID ( Dissociative identy Disorver) 8 tahun yang lalu. Trauma masa kecil akibat broken home membuat tempramennya sulit ditebak. Liliy jurusan seni dan tergolong pandai di kelasnya. Gitar merupakan barang kesayangannya yang selalu di bawa kemana pun dia pergi. hesty dan wina ialah sahabat yang selalu memahaminya mereka tidak membiarkan sahabatnya larut dalam kesedihan. Hingga persahabatan mereka di uji oleh seorang laki-laki tampan jurusan olahraga yang merupakan pindahan dari kota. postur tubuhnya yang kokoh membuat idola para kaum hawa di kampusnya.Kedatangannya membuat persahabatan mereka mulai retak. Apakah Black Ladies mampu mengatasi keretakan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dragon starr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Victoria?
"Jangan menilai seseorang dengan fisiknya, kamu tidak pernah tau apa yang ada dalam hatinya. Hatinya begitu rapuh tanpa ia perlihatkan padamu, ia hanya berpura pura tegar agar kau mengira bahwa dia baik baik saja, padahal dia sedang bertarung dengan perasaannya sendiri."
Di pagi yang cerah tapi udara yang begitu dingin menusuk tubuh yang lusuh ini, ia hanya ditemani secangkir kopi dan selembar koran. Ia ingin menyampaikan sesuatu yang penting pada anak semata wayangnya. Tapi, ia sudah merasa anaknya itu menerimanya dengan mudah. Ia melirik ke arah anaknya yang ada di depannya duduk.
"Nak, sini duduk dekat Ayah, Ayah mau bicara," panggil ayahnya yang duduk di atas sofa dengan selembar koran sambil melirik menikmati secangkir kopi di tengah udara yang dingin di pagi hari.
"Ada apa yah?" tanya Victoria seketika menghentikan main handphone nya di depan ayahnya dan menatapnya penuh keheranan.
"Ke sini dulu, ayah mau bicara," panggil kembali ayahnya dengan wajah lumayan serius.
"Ada apa sih, Yah? Kok tegang amat," tanyanya Victoria yang merasakan suasana tegang di ruangan yang berudara dingin itu sambil menuju ke ayahnya dan duduk di sampingnya.
"Ayah mau tanya, kalau Ayah menikah lagi... Victoria mengizinkan Ayah?" tanyanya sambil menunggu respon dari Victoria sambil meneguk kembali kopinya di atas meja.
"Ha? Ayah mau menikah lagi," nada bicara dan raut wajah Victoria seketika berubah di hadapan ayahnya.
"Iya, Ayah rencana menikah dengan rekan ayah di kantor, soalnya...," tutur ayahnya kepotong ucapannya dengan pekikan Victoria.
"Mama baru saja meninggalkan kita, Yah. Masa ayah mau menikah lagi? Pokoknya saya tidak setuju kalau ayah menikah lagi, TITIK. Tidak ada yang bisa menggantikan mama." pekiknya Victoria sambil berdiri menghadap ke ayahnya yang matanya sudah berkaca kaca.
Hiks...hiks... Suara tangis Victoria pecah yang membuat dadanya sesak, menggema di kedua telinga ayahnya. Victoria kini telah mengungkapkan dengan jelas.
Suasana di ruangan itu seketika berubah menjadi panas, walau udara yang masuk dingin. Seakan udara itu enggan masuk kembali dalam ruangan itu.
"Ayah juga menginginkan pendamping, Nak, yang bisa mengurusi ayah kalau mau ke kantor," jelas ayahnya yang berusaha memberikan pengertian pada Victoria sambil membenarkan kacamatanya yang ada di wajahnya.
"Tapi Yah. Saya masih tidak bisa menerima kalau ada yang menggantikan posisi mama," jawabnya Victoria terisak-isak sambil menunduk tanpa melihat ayahnya yang masih merindukan sosok mama yang meninggal satu tahun lalu akibat kecelakaan jalan yang membuatnya terpukul.
"Ayah juga masih sayang, Nak. Kamu juga mengerti posisi ayah sekarang," ucap ayahnya yang mendekati Victoria sambil mengajaknya duduk kembali dan bahunya berusaha menenangkannya.
"Ayah juga mengerti perasaan Victoria dong. Ayah egois... Ayah egois," ucapnya yang masih terisak dalam dekapan ayahnya.
"Tapi, Nak...," ucap ayahnya terpotong kembali.
"Sudahlah, Yah. Ayah tidak mengerti perasaan Victoria, aku benci ayah," keluhnya sambil meninggalkan ayahnya dan mengambil kunci mobilnya yg ia simpan di atas meja.
"Kamu mau kemana, Nak?" seru ayahnya sambil mengikuti langkah Victoria, tapi langkah Victoria terlalu cepat dan langsung menancap gas mobilnya agar ayahnya tidak bisa mengikutinya.
Victoria tidak menggubris panggillan ayahnya, ia tidak tau kemana ia pergi sekarang. Dia tidak ingin pergi ke rumah sahabatnya karena ayahnya pasti menelepon dan menanyakan keberadaannya.
Terbesit pikiran Victoria pergi dekat kampusnya yang seperti pegunungan kecil, pemandangannya di sana juga sangat indah yang membuatnya tenang agar dia bisa menenangkan dirinya. Apalagi pada saat malam hari, terlihat jelas lampu lampu jalan bercahaya dan di langit di penuhi bintang bintang berkedip dgn begitu jelas. Ia pun melaju mobilnya menuju tempat tersebut yang selalu ia datangi bersama sahabatnya.
Victoria merupakan anak tunggal, mamanya meninggal satu tahun yang lalu gara gara kecelakaan beruntun ke jalan menuju rumahnya pulang dari kantor. Setelah satu tahun kepergian mamanya, tiba tiba ayahnya ingin menikah lagi dgn rekan kerjanya sendiri. Victoria tidak setuju dgn pernikahan ayahnya itu.
Victoria kuliah jurusan seni musik semester lima dan sekampus dgn Lily dan Randy. Wajahnya yang menawan, bulu matanya yang lentik dan rambutnya agak kecoklatan dibiarkan terurai yang menambah kecantikannya. Semua laki-laki di kampus mengeja- ngejar dan mendambakan Victoria sebagai pacarnya, terkecuali Randy.
Saat pertama kali Randy datang di kampusnya sebagai murid pindahan, saat itu juga Victoria jatuh cinta karna ketampanan Randy. Berkali-kali Victoria menyatakan cintanya ke Randy tapi Randy tidak pernah menggubris perasaannya. Mulai saat itu, Victoria berambisius mendapatkan Randy. Jika dia tidak bisa mendapatkan Randy, orang lain juga tidak boleh mendapatkan Randy dan jika ada orang yang berani mendekati Randy, pasti berurusan dengannya dan membuatnya tidak betah di kampus itu.
Victoria memiliki satu sahabat yang selalu menemaninya yang bernama Siska. Mereka saling terbuka di setiap masalahnya Siska selalu berada di samping Victoria. Siska memaklumi sifat keras kepala, ambisius dan menganggap dirinya benar. Karena sebenarnya, Victoria itu baik. Tapi, dia tidak memperlihatkan di depan orang. ia pintar sekali menyembunyikan masalahnya.
Ayah Victoria gelisah sendirian di dalam kamarnya, pembantunya tidak menginap karena jarak rumahnya tidak terlalu jauh. Jadi pembantunya pulang kalau pekerjaannya sudah selesai.
Ayah Victoria mengingat kalau ia akan mencari keberadaan Victoria ke sahabatnya. Ia pun mencari kontak Siska kerena seingatnya pernah meneleponnya sekali. Siska yang asyik menonton film Drakor tiba tiba terganggu dgn suara ponselnya.
"Siapa sih yang ganggu ketenangan aku? Awas aja kalau enggak penting," gumamnya sambil meraba-raba ponselnya di atas meja. Saat melihat siapa yang meneleponnya, ia terkejut melihat siapa nama yang tertera di ponselnya.
"Halo, Pak. Ada apa ya, pak?"
"Halo, Nak Siska. Victoria ada di situ?" tanyanya separuh baya khawatir dgn keadaan Victoria tdk pulang dari tadi.
"Tidak ada, Om. Emng Victoria kemana, om?" tanya kembali Siska penasaran.
"Dia kabur dari rumah, Nak waktu pagi. Sampai sekarang dia blm pulang." jelas ayahnya Victoria berharap sahabatnya mengetahui keberadaan Victoria sekarang.
"Dia tidak bicara apapun ke saya, om. Kalau gitu nanti saya bantuin cariin, om." ucapnya Siska ingin membantu mencari Victoria.
Siska pun langsung menebak ke mana Victoria pergi. Siska langsung beranjak dari tempat tidurnya tanpa memperhatikan lagi dandananya. Ia mengemudi mobilnya ke arah kampus dan mencari keberadaan Victoria.
Sesampainya di dekat kampus, Siska langsung ke samping kampus di pegunungan yang hampir tidak terlihat oleh sebagian orang. Matanya langsung mencari keberadaan Victoria dan ternyata Victoria sedang duduk melamun. Siska menghampirinya dan duduk di sampingnya tanpa menyapanya. Victoria yang tidak sadar bahwa sahabatnya duduk di sampingnya.
Tak lama ia duduk melamun, Victoria berdiri dan berteriak lepas agar masalahnya bisa berkurang.
" AARRGH... Mama... Aku rindu" teriaknya dgn lantang sambil mengeluarkan air mata. Siska yang mendengarkannya. Ia memahami dan membiarkan Victoria meluapkan kemarahan dan kerinduannya.
Setelah Victoria berteriak, perasaannya kini telah lega. Ia perlahan duduk semula dan baru menyadari kalau Siska juga ada di tempat itu.
"Hay, dari tadi?" tanyanya dgn muka berantakan, matanya sangat sendu dan keindahan matanya yang lentik berkurang.
"Barusan," jawabnya singkat sambil menatapnya menguatkan.
"Oh." jawabnya tidak kalah singkat dan duduk di samping Siska.
Victoria mengajak Siska untuk membaringkan badannya di atas rumput yang lebat. siska pun menurutinya dan saling mengistirahatkan badannya dengan tenang.