“Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*
Bagaimana rasanya dikhianati oleh suami, adik, ibu tiri dan juga ayah yang selalu memihak pada mereka. Hingga kematian merenggut Regina dan kesempatan kedua kali ini dia tidak akan melewatkan kasih sayang dari Axel Witsel Witzelm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleena Marsainta Sunting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jerat Pasangan Iblis
Tanganku digenggam erat oleh Axel saat memasuki restoran daging panggang. Axel seolah enggan melepaskan.
“Kamu tunggu disini dulu, aku yang akan pesan,” kata Axel setelah memapahku duduk dan dia kembali ke counter kasir untuk memesan.
Sambil asik aku menatap Axel. Beberapa bayangan kehidupan masa laluku berputar.
Aku ingat ada dimana aku, Nick dan tentu saja Minna ada di salah satu restoran. Aku bahkan tidak pernah merasa terganggu kalau dulu sikap Nick memang sangat lembut terhadap Minna.
Aku selalu berpikir kalau itu hanya hubungan persahabatan semata.
Aku mengenal Nick dari Minna. Dulu dia berkata ada seorang temannya yang pemalu ingin berkenalan denganku. Tanpa aku kira dialah Nick yang sudah pernah menolongku pada satu kejadian.
Malam itu aku ingat, saat aku pulang dari kampus karena ada tugas yang harus aku selesaikan sampai larut.
Hari itu Minna tidak bersama denganku karena dia tidak masuk kuliah. Saat itu Minna bilang dia tiba-tiba saja deman.
Tanpa ada rasa curiga, aku malah menyuruhnya untuk istirahat dan berjanji pulang dari kampus akan membelikan obat untuknya.
Aku yang begitu percaya dan sangat menyayangi Minna pun pergi ke toko obat. Membeli obat demam untuknya.
Namun, dalam perjalanan pulang aku seperti diikuti oleh beberapa orang. Saat itu gerimis dan gelap. Entah kenapa aku melalui jalan pintas itu karena aku berpikir akan lebih cepat sampai ke jalan raya.
Alhasil, langkahku terhenti oleh dua orang laki-laki berpakaian seperti preman. Lusuh, kotor juga dekil. Dia menghadang jalanku dan tidak membiarkan aku lewat.
Saat aku ingin berteriak meminta tolong, tiba-tiba ada seorang lagi yang membekap mulutku. Aku diseret ke dalam salah satu lorong gelap.
Aku meronta, mencoba melawan, namun sekuat apapun aku mencoba. Aku tetap kalah. Mereka bertiga sedangkan aku sendiri. Di Dalam keputusasaan aku benar-benar berdoa.
Aku memohon dalam hati, jika ada seseorang menolongku. Siapapun orangnya, aku berjanji akan membalas apapun dengan kebaikan. Aku akan merasa berhutang budi seumur hidupku.
Sepertinya doaku saat itu terkabul. Disaat aku meregang dengan kepasrahan.
Aku yang dengan kondisi kedua tanganku ditahan oleh dua orang. Lalu seorang lagi yang berbuat kasar padaku. Menampar ku beberapa kali. Hingga wajahku penuh dengan lebam.
Pakaian yang kukenakan sudah mereka koyak. Dirobek sana dan sini. Aku sudah merasa dunia akan runtuh jika malam itu kehormatanku direnggut secara paksa.
Aku sudah hampir hilang kesabaran. Hingga aku melihat orang yang menampar ku tadi tiba-tiba saja terkulai di aspal basah itu.
Aku tidak tahu darimana datangnya, tapi itu seperti cahaya surga yang datang untuk menyelamatkan ku. Di temaram lampu juga gerimis yang masih membasahi, kilatan wajah itu perlahan terlihat dan itu adalah Nick.
Hingga pada akhirnya aku terjebak dengan hubungan gelap seperti ini. Minna dan Nick sudah mengatur itu sedemikian rupa agar aku percaya. Dan mereka berhasil.
Kalau aku tidak diberikan kesempatan kedua. Aku mana mungkin bisa mengingat kejadian pertama kali kita bertemu.
Semua ada rancangan mereka dan saat sekarang aku ingin melepaskan diri dari jeratan pasangan iblis itu, sangatlah terasa sulit.
Aku harus segera membuat mereka menerima ganjarannya. Satu persatu pembalasan harus mereka rasakan. Kisah yang terlihat nyata, yang dibuat oleh mereka harus segera diakhiri….
“Apa ini sudah cukup?!”
Aku kembali terkejut saat Axel sudah kembali ke meja pesanan. Ternyata Axel memesan buffet porsi besar karena aku bilang sangat kelaparan.
“Ya ampun … ini benar-benar sesuai keinginanku,” kataku, sepertinya air liurku ikut turun ketika pelayan mulai menata daging-daging yang siap dipanggang. Apalagi sudah terlihat dimarinasi, kita tinggal memanggangnya.
“Syukurlah, aku juga memesan beberapa dessert untukmu,” kata Axel yang kini duduk di sebelahku, tapi sorot matanya melihat ku sangat antusias.
Axel seolah menantikan aksiku saat makan daging panggang.
“Yang ini biar aku yang panggang, yang ini bisa langsung kamu makan sambil menunggu aku memanggangnya!” Axel memberikan kode pada satu piring besar yang penuh dengan daging panggang.
Ternyata Axel memesan yang sudah langsung di makan. Lainnya dia ingin memanggang sendiri untukku.
Aku mengangguk dengan cepat, tanpa aba-aba lagi aku segera melahapnya dengan cepat menggunakan sumpit.
“Ini benar-benar enak banget, Xel, kamu mau coba?” Kataku mengarahkan sumpit yang berisi daging ke mulut Axel yang tangannya masih sibuk memanggang daging lain.
Axel tanpa ragu membuka mulut dan menerima suapanku. Aku tersenyum, ternyata Axel satu selera denganku. Dia laki-laki pilihan dari Tuhan yang memang hanya diciptakan untukku.
Aku mengusap pipinya saat aku gak sengaja meninggalkan saus dari marinasi daging panggang tadi. Karena kedua mata kami tanpa sadar jadi saling menatap.
Aku yang pro aktif, tanpa ragu memajukan wajahku.
“Aku lupa, harusnya gak aku usap, tapi aku …,” tiba-tiba saja aku bersikap nakal dihadapan Axel. Menggodanya tanpa malu. Aku hanya tersenyum, dia tidak terlihat keberatan sama sekali.
Axel mematikan kompor dan meletakkan alat pemanggangnya di samping pemanggang. Lalu menarik pinggangku. Dia membuatku duduk di pangkuannya.
“Kenapa gak kamu lakukan? Hah!!” seringai Axel, tangannya sudah berada tepat di belakang kepalaku dan perlahan mendorongnya.
Meski jantungku berdebar kencang lalu hawa panas di dalam otakku seperti terselimuti. Akupun tidak bisa menolak gejolak itu. Aku benar-benar pasrah dan mengikuti arahan yang Axel buat.
Hingga tanpa sadar bibir kami sudah saling bertabrakan kembali juga melakukan aktivitas saling menyerang juga menarik.
Untungnya, Axel memesan ruangan pribadi. Yang sebenarnya aku sama sekali gak tahu adalah, Axel ternyata adalah pemilik mall terbesar itu juga pemilik restoran daging panggang itu.
***
Bugh! Bugh! Nicholas terlihat kesal sambil memukuli stir mobilnya. Hatinya benar-benar diliputi amarah.
“Kamu gak apa-apa kan, sayang?” suara itu menyapa lembut Nick dan memegangi pipinya.
“Huh!! Dasar si 4l. Kenapa sih Regina tau-tau bisa lengket dengan laki-laki busuk itu,” katanya mencerca.
“Iya, aku juga sebal. Aku gak tau loh kapan mereka berhubungan. Aku yakin gak pernah melepaskannya pergi sendiri,” kata Minna bukan memprovokasi, tapi dia sedang bingung mempertanyakan perubahanku.
“Kamu yakin?” Nick menoleh dan memberikan tatapan tajam pada Minna.
“Yakin dong, sayang. Mana pernah sih aku bohong sama kamu. Apalagi, kita sudah menyusun rencana ini dengan matang. Kita sudah membayar mahal untuk orang-orang itu dan kamu juga sampai harus di rawat di rumah sakit untuk menyakinkan semua rencana itu adalah nyata!”
Kata Minna yang menjelaskan peristiwa pertama kali dia mempertemukan aku dengan Nick.
“Sudahlah Nick, lebih baik kita lupakan dia dulu. Aku bosan sekali, sekarang kamu malah lebih perhatian sama dia. Sekarang kan udah gak ada dia, seharusnya kita sekarang bersenang-senang!” Kata Minna cemberut.
“Hmm, baiklah-baiklah. Maafkan aku. Sekarang kamu mau kemana? Apa cukup dengan memberikan kamu kompensasi baju dan tas keluaran terbaru?!”
Nick yang mengeluarkan kartu limit yang aku berikan padanya.
Cupp! Minna mendaratkan bibirnya di pipi Nick.
“Nah ini baru benar. Kamu sudah seharusnya menghibur aku. Aku kan pacar kesayangan kamu!” kata Minna penuh percaya diri tanpa perlu lagi menyembunyikan identitas asli setelah kepergianku. Dengan binar kegembiraan karena akan mendapatkan kompensasi hadiah dari Nick.