bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 20
Alana mengambil makanan yang sempat Luna taruh sebelumnya,
"makan dulu, jangan lupa minum yang banyak" ucap Lana memberikan makanan pada luna yang dia rasa sedang ngawur karena lapar
Alana keluar dari kamar itu dan kembali ke kamarnya, Aluna terdiam dengan sikap Alana yang pergi begitu saja, apa Alana tidak percaya padanya? tapi mengapa? dia benar-benar ingin memperbaikinya lalu mengapa Lana tidak mempercayainya?
Aluna menatap piring yang berisi nasi goreng udang itu, hanya menatap dalam diam tanpa berniat memakannya sama sekali, sampai Seno datang dan duduk di sampingnya
"ada apa? kenapa gak makan hm?" tanya Seno mengelus lembut kepalanya
"bang, Luna salah ya? Luna mau perbaikin semuanya tapi Lana gak mau" jawab Aluna merasa sedih
"Luna makan dulu, laper bikin kita gak bisa konsen" ucap Seno menyuapi adiknya itu makan
Lana terduduk di meja belajarnya, Lana mengerutkan dahi tak percaya dengan apa yang di ucapkan Aluna tadi, ingin memperbaiki semuanya??? Alana menenangkan pikirannya, bukankah seharusnya dia senang jika mendengar hal itu? lalu kenapa hatinya malah tak merasa apa-apa? hanya sedikit terkejut karena tak menyangka Aluna akan bicara seperti itu selebihnya hanya perasaan hampa
"kenapa? kenapa Tuhan? Lana udah berusaha buat sembuh dari luka ini, Lana udah menerima kenyataan jika merek memang membenci Lana, Lana faham meski nangis darah pun gak akan ada yang liat Lana, lalu sekarang apa? jangan hadirkan sesuatu yang akan membuat Lana semakin terluka Tuhan, Lana capek butuh istirahat, dan lana juga berusaha buat berhenti berharap.. Lana gak mau percaya, sama sekali gak akan" gumam Alana menatap wajahnya di cermin kecil miliknya
"ngantuk" lanjutnya, Alana berbaring di tempat tidur, tubuhnya juga sangat lelah sejak pulang sekolah dia tidak bisa istirahat karena harus bekerja jadi tidur senyamannya
keesokan paginya, Alana terkejut dengan dirinya yang terselimuti, semalam Lana tidur dengan seenaknya, bahkan dia terlentang menguasai kasurnya, tidur tanpa bantal karena menurutnya cukup nyaman, tapi sekarang seperti nya dia terbangun dalam keadaan tidur yang rapi, apa semalam dia tanpa sadar merapikan cara tidurnya? tapi tunggu! selimutnya, selimut yang di pakainya adalah selimut yang dia simpan di lemari, Alana tidak mau pusing terlalu lama, dia berjalan kekamar mandi
selesai mandi dan sholat, Alana mulai memasak di dapur jam segini memang saat-saat yang menyenangkan bagi Alana, tak ada yang bangun untuk merusak moodnya, Alana bahkan bersenandung ria sambil memasak, bik Sumi baru masuk kedapur untuk membersihkan kulkas. seperti biasa bik Sumi akan mengajak Alana ngobrol sambil bekerja, pagi yang membuat semangat Alana menyala setiap hari
"bik, semuanya udah siap, seperti biasa tugas bibik buat hidangkan Lana Siap-siap dulu ya" ucap Lana keluar dari dapur
"siap Nona kecil" ucap Sumi semangat
Alana siap berangkat sekolah, pagi ini semakin happy karena ingat dia punya sepeda, yah.. setidaknya dia tidak harus berlari lagi.
"Alana"
panggil Kunan saat putrinya itu melewati mereka yang sedang sarapan, Alana berbalik dengan senyum nya
"iya?" ucap Alana semangat
"kamu beli sepeda?" tanya Kunan menyelidik, hampir saja Alana kikuk
"iya, Lana beli sepeda.. kenapa?" tanya Lana masih dengan senyum dan semangatnya
"pergilah"
ucap Kunan lagi, mendapat jawaban dari Alana yang tanpa ragu itu membuat Kunan tak lagi memiliki pertanyaan lain, Alana melanjutkan jalannya, keluar dari rumah dan berangkat sekolah. Alana cukup senang karena paginya tidak di rusak oleh siapapun dari rumah, Alana mengayun pelan pedal sepedanya lagian juga dia sudah terbiasa datang beberapa menit sebelum benar-benar terlambat jadi dia tidak sungkan menghabiskan sedikit waktu paginya untuk menikmati angin pagi di jalan raya yang mulai sedikit ramai
Alana hanyut dalam dunianya bahkan tidak peduli dengan sekitar. pagi yang cerah, hari ini akan ada upacara karena hari senin Alana tidak panik seperti senin-senin sebelumnya karena kali ini dia ke sekolah mengandalkan dua roda yang berputar bukan lagi kakinya
"haha.. makasih Tuan G! lain kali aku balas kebaikan nya yaa.. " teriak Alana di sepanjang jalan, setelah di pikir-pikirnya jika Tuan G tidak ingin di tolak bukannya itu kesempatan emas buat Alana? anggap saja itu rezeki nya mendapat sebuah sepeda dan bahkan yang lebih WOWnya lagi ada Black Card di tangannya, walaupun dia masih ragu untuk memakainya
"Tuan G, tunggu gue ya siapapun elo, gue bakalan bongkar!" gumam Alana mulai mengayun cepat pedal sepedanya
dari kejauhan Aidan tak pernah luput dari Alana, bahkan Aidan merekam Alana sejak keluar dari rumah. Aidan ikut senang melihat senyum di wajah Alana tidak pudar sejak keluar tadi
Jinan sampai bersama Nata dan Gilang, melihat Alana yang juga Sampai dengan sepedanya mereka tentu Excited untuk menyapa Alana
"wih wihh.. sepeda baru nih cakep lagi warnanya" ucap Gilang mendorong Alana mundur untuk melihat sepeda yang baru saja di parkir, Alana memutar bola matanya malas karena mendapat dorongan tak berperasaan Gilang
"kapan lo beli? bagus warna nya" tanya Jinan juga mendekat
"kemarin" jawab Alana tidak tau harus mengatakan jika yang sebenarnya sekarang atau nanti saja saat nongkrong di kantin, rasanya canggung jika dia mengakui telah menerima sepeda dari orang asing
"wihh gak telat lagi dong" sahut Nata juga
"cuma sepeda murahan kayak gitu aja bangga" sahut Dipta yang tiba-tiba datang
"si mony*t, dateng-dateng bukannya salam malah nyolot, gak di ajak lu" celetuk Gilang menatap jengah wakil ketua kelasnya itu
"kalian emang cocok jadi sirkel, isinya orang-orang miskin semua" ucap Dipta lagi tertawa
"eh abu Lahab! sini lo kalo berani, lo aja makan masih di tanggung orang tua lu, belagu banget ngatain orang miskin! kita gini-gini punya usaha sendiri, kerja sendiri, nyari duit sendiri lu yang masih numpang hidup sama orang tua lu gak cocok buat ngomong kayak gitu, minimal jangan numpang gaya sama harta orang tua!" balas Jinan, Dipta sangat kesal dengan ocehan Jinan
"miskin mah miskin aja" sahut Dipta lagi meninggalkan mereka semua
"miskin teriak miskin, duit jajan gue lebih banyak dari lo" teriak Gilang juga
"yee gak tau aja anak mami yang mandiri ini sekaya apa!" gerutu Gilang lagi
"udah ah gak usah di ladeni, orang kayak gitu mah didiemin juga ciut mending gak usah di gubris entar juga capek sendiri" ucap Nata menenangkan mereka
"udah yuk masuk kelas" lanjut Nata mengajak mereka bertiga
"gimana kerjaan lo? nyaman gak disana?" tanya Gilang merangkul Alana
"nyaman, makasih ya kalo bukan karena lo gue gak bakal kenal sama Tika Dan Lily" jawab Lana menepis tangan Gilang
"temen baru? ishh.. cemburu nih" celetuk Jinan manyun
"mereka asik tau Nan, bisa di ajak gosip" ucap Lana lagi
"hah? kenalin kek, Lang lo temuin di mana orang-orang kayak mereka? lo kayaknya di kelilingi orang-orang asik mulu deh" Jinan cukup semangat mengobrol dengan mereka
Luna menatap diam Alana dari jauh, terlihat berbeda dengan semalam. Alana bersikap dingin dengan nya tapi melihat nya bersama dengan Jinan dan dua orang menyebalkan itu Alana terlihat sangat santai dan bahkan ceria. Aluna perlahan mulai iri dengan kedekatan Alana dan tiga orang itu
'Lana.. ' ucap Aluna membatin