Kalandra terpaksa menerima perjodohannya itu. Padahal dia akan dijodohkan dengan perempuan yang sedang hamil lima bulan.
Saat akan melangsungkan pernikahannya, Kalandra malah bertemu dengan Anin, perempuan yang sedang hamil, dan dia adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya. Ternyata Anin kabur dari rumahnya untuk menghindari pernikahannya dengan Kalandra. Anin tidak mau melibatkan orang yang tidak bersalah, harusnya yang menikahinya itu Vino, kekasihnya yang menghamili Anin, akan tetapi Vino kabur entah ke mana.
Tak disangka kaburnya Anin, malah membawa dirinya pada Kalandra.
Mereka akhirnya terpaksa menikah, meski tanpa cinta. Apalagi Kalandra masih sangat mencintai mantan kekasihnya. Akankah rumah tangga mereka baik-baik saja, ketika masa lalu mereka mengusik bahtera rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh
Kala menggendong Dava dan memilihkan baju untuk Anin di butik yang berada di dalam mall. Anin memasang wajah seperti biasanya walaupun tadi baru saja bertemu dengan Vino. Anin rasa semua dengan Vino sudah usai, tak ada yang perlu diselesaikan lagi, tak ada yang perlu di bicarakan lagi.
"Sakit, iya sakit, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jalan kami, sekarang hidupku ya hidupku dan hidupnya ya hidupnya. Tidak ada lagi kita walaupun dia ayah dari Dava." Gumam Anin.
Anin kembali memilih baju dan menunjukan pada Kala mana yang cocok. Kala belum menemukan baju yang cocok untuk Anin. Berkali-kali Anin menunjukan baju yang ia pikih tak ada satupun yang cocok di mata Kala.
"Nin, ini bagus." Ucap Kala sambil menunjukan baju yang ia pilih
"Coba sini, aku akan mencobanya." Anin mengambil bajunya dari Kala.
"Anin sepertinya biasa saja, habis bertemu dengan Vino. Apa dia benar-benar sudah tidak mencintainya?" Tanya Kala dalam hatinya.
Setelah mencobanya, Anin melihat pantulan kaca yang memperlihatkan dirinya. Dia terkejut, baju yang dipilihkan Kala benar-benar pas untuk dirinya dan sangat manis sekali dia menggunakan baju itu.
"Bagus sekali, pintar dia memilihkan baju untukku." gumam Anin.
Anin keluar memperlihatkan baju yang ia coba pada Kala.
"Kala bagaimana?" Tanya Anin.
Kala terdiam sejenak, dia melihat penampilan Anin dari atas sampai bawah, dia benar-benar tertegun dan kagum dengan kecantikan Anin.
"Manis sekali dia pakai baju itu, cocok sekali, cantik sekali," gumamnya sambil melongo melihat Anin.
"Kala? Kala? Ini gimana? Malah malah bengong?" Ucap Anin menyadarkan Kala dari lamunannya.
"Ahh, iya bagus, cantik sekali, ambil saja, Nin," ucap Kala gugup. Anin tersenyum dan mendekati suaminya, dia mendekati wajah Kala dan mencubit pipi Kala.
"Tidak usah sepeti itu ekspresi wajahnya, aku tahu kalau aku cantik. Iya aku ambil." Ucap Anin setengah menggoda suaminya. Anin kembali ke kamar pas untuk mengganti pakaiannya lagi.
"Bagaimana aku tidak tergoda, dia selalu begitu, tapi maafkan aku, aku belum bisa melakukannya, aku akan mencoba, mungkin aku butuh seorang dokter atau psikiater, agar aku bisa melakukan itu pada kamu, Anin," gumam Kala dalam hati.
Setelah selesai Kala membayar baju pilihannya untuk Anin , baju dia dan baju Dava. Mereka pulang ke ruang setelah selesai membeli baju.
"Nin makan dulu ya, aku lapar," ajak Kala.
"Tidak makan di rumah saja?" tanya Anin.
"Aku sudah lapar sekali, kalau di rumah kan nunggu kamu masak dulu, kita cari Restaurant seafood ya?" Pinta Kala.
"Oke," Ucap Anin sambil masuk ke dalam mobil, dia memangku Dava dan Kala mengemudikan mobilnya. Kala memandangi wajah Anin yang dari tadi bercanda dengan putranya.
"Nin, bolehkan aku bertanya?" tanya Kala.
"Boleh. Mau tanya apa?" Tanya Anin.
"Paling mau tanya Vino." Gumam Anin dalam hati.
"Tadi suami Anya itu, Vino kan? Vino Iskandar, benar kan? Dia ayahnya Dava." tanya Kala.
"Iya, kenapa Kala?" tanya Anin dengan santainya.
"Em ... kamu kok biasa saja?" tanya Anin.
"Lalu aku harus apa? Harus seolah-olah dramatis gitu di hadapan dia? Harus menangis, mengumpat pada dia, yang meninggalkan aku?" tanya Anin dengan nada agak sinis.
"Antara aku dan dia sudah tidak ada apa-apa, sejak aku tidak bisa mencarinya lagi, sejak itu aku sudah merelakan, biarlah, suatu saat nanti juga Dava akan aku beritahu, kalau Vino adalah ayah kandunganya." ucap Anin.
"Seandainya dia meminta kamu kembali, karena Anya belum punya keturunan, apa kamu akan kembali padanya?" tanya Kala.
"Tidak, dan tidak akan pernah aku kembali pada dia. Kalau Anya belum bisa memberi keturunan, berarti dia masih menanggung karma, karena dulu meninggalkan anak yang tak berdosa ini dalam kandunganku." jelas Anin.
"Memang aku itu kamu, yang masih berharap kembali ke masa lalu?" Imbuh Anin. Ucapan Anin membuat Kala memutar otaknya, mencerna setiap ucapan Anin. Dia sedikit tersadar, karena selama kurang lebih Enam bulan, dia sudah menyia-nyiakan Anin karena belum menyentuhnya sebagai istri.
"Iya, aku memang bodoh, aku masih berada di bawah bayang-bayang Ajeng." Ucap Kala.
"Jangan sebut nama dia Kala." ucap Anin.
"Maaf Nin." ucap Kala sambil meraih tangan Anin dan menciumnya.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini, Kala?" Anin bertanya dalam hatinya.
Mereka sudah sampai di Restaurant seafood yang di rekomendasikan oleh Kala. Anin turun dari mobilnya dengan menggendong Dava, disusul Kala turun dari mobil. Dia mendekati Anin, dia mengambil Dava dari gendongan Anin dan menggendongnya.
"Ayo Dava dengan papah, kasihan mamah, nanti berat menggendong kamu."ucap Kala.
Kala berjalan di samping Anin, dia menggendong Dava dan tangan satunya menggandeng Anin. Iya, mereka begitu mesra sekali, seperti suami istri yang sempurna. Tapi, untuk masalah batin, Anin sering di buat kecewa oleh Kala.
Mereka memesan makanan, dan setelah pesana datang, mereka segera menikmatinya. Kala sengaja memesan ikan bakar, agar dia bisa berbagi dengan Dava. Dava memang suka makan dengan lauk ikan, dia terpaksa tidak mengambil sambal dan tidak makan dulu karena harus menyuapi Dava. Kala dengan telaten menyuapi Dava. Walaupun bukan anak kandungnya, dia sangat menyayangi Dava.
"Biar Dava aku yang menyuapinya, Kala." pinta Anin.
"Makanlah, kamu sudah memegang sambal, kasihan Dava nanti pedas. Kamu makan dulu, kalau sudah selesai Dava bersamamu." ucap Kala yang masih menyuapi Dava.
"Lahap sekali anak papah, enak ikannya?" tanya Kala pada Dava. Dava hanya menganggukan kepalanya saja. Dia sangat lucu dan menggemaskan.
"Habiskan ya nasinya. Biar cepet gede, nanti main bola sama papah, oke." Ucap Kala. Lagi-lagi Dava hanya menganggukan kepalanya, dia sangat senang sekali bersama Kala.
Anin sudah selesai makannya, dia mengambil alih akan menyuapi Dava, tapi Dava tidak mau di suapi Anin. “Papah biar makan, Dava dengan mamah ya." ajak Anin. Dava tidak mau, dia menepis tangan Anin yang akan menggendongnya.
"Biarlah, Dava bersama ku." ucap Kala
"Kamu belum makan Kala." ucap Anin.
"Mau bagaimana lagi dia masih ingin makan denganku." ucap Kala.
"Buka mulutmu." Anin menyuapi suaminya menggunakan tangannya, tanpa memakai sendok. Kala menuruti perintah Anin, memang dia sangat lapar sekali, tapi melihat Dava lahap disuapi dirinya, jadi lupa oleh laparnya.
Anin menyupai Kala hingga habis. Dia merasa semakin bersalah pada Anin. Karena dia telah menyia-nyiakan istri yang sangat baik untuknya.
"Aku harus benar-benar bisa melakukannya, aku harus konsultasi dengan dokter atau psikiater. Iya, aku hanya suka menjamah tubuhnya saja, tapi tidak bisa melakukan keintiman yang lebih dengan Anin, aku tau dia sangat tersiksa. Aku tidak mau lama-lama menyakitinya. Aku takut dia meninggalkanku, aku sudah merasakan nyaman sekali di samping Anin." gumam Kala dalam hati.
Seusai makan,mereka langsung pulang, Kala dan Anin berjalan ke arah mobilnya.
"Nin!" Teriak seseorang memanggil Anin. Iya, seorang pria. Dia berlari ke arah Anin.
"Bima? Hay apa kabar?" Tanya Anin dengan menjabat tangan Bima/.
"Baik, kamu dengan siapa?” tanya Bima
"Oh, kenalkan ini suamiku." Anin memperkenalkan Kala pada Bima.
"Suami? Lalu Vin ...?"
"Aku tidak bersama dia, mungkin dia bukan jodohku, dia juga sudah menikah," potong Anin.
"Ohh maaf." ucap Bima.
"Hai, saya Bima, sahabat Anin." Ucap Bima
"Kala, suami Anin," jawab Kala dengan agak ketus. Mereka berjabat tangan.
"Kamu dengan siapa, Bim?" tanya Anin.
"Dengan orang kantor, ya sudah Nin, aku balik dulu. Nanti kita lanjut mengobrolnya, boleh aku meminta nomor ponselmu?" tanya Bima.
"Kemarikan ponselmu." Anin meminta ponsel Bima dan memberikan nomornya. Kala yang melihatnya merasa sedikit cemburu. Bahkan sangat cemburu.
Bima berlalu pergi, Kala dan Anin masuk ke dalam mobil. Kala diam seribu bahasa, dia sepertinya benar-benar marah dan cemburu.
"Gak usah cemberut kalau tidak cinta padaku, Kala. Ini saatnya aku akan membuat kamu kesal setiap hari, iya Bima bisa aku manfaatkan untuk membuat Kala cemburu. Aku juga butuh nafkah batin, Kala. Eh, tapi bukan berarti aku meminta pada Bima. Dia hanya aku manfaatkan untuk membuat Kala cemburu." Ucap Anin dalam hati.
semangat