Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nicya sudah memiliki Suami
Drtttt.....Ponsel Adrian bergetar dan menampakkan nama mr.E disana.
Itu adalah nomor Jaryan yang ia samarkan. Ia sengaja menyamarkannya, untuk berjaga-jaga disaat genting seperti ini. Apalagi karena ponsel yang dipakai Jaryan untuk menghubungi kawan-kawannya juga keluarga mereka juga berbeda. Jadi tidak akan ada yang merasa curiga.
"Iya, adik ipar. Apa? Ranendra?" Semua anggota dreamers yang berada disana menatap penuh harap kepadanya.
Apalagi karena Adrian memanggil si penelfon dengan nama adik ipar.
"Hazel sudah sadar. Operasinya berjalan dengan lancar, dan ia ingin bertemu kalian. Kalian akan diizinkan untuk masuk, tapi waktunya terbatas. Kalian juga akan diawasi oleh pihak keamanan."
Mereka semua beranjak menuju bangsal VIP bersama dengan Adrian sebagai penjamin.
Untungnya tidak ada yang membahayakan, operasi juga berjalan dengan lancar. Dengan berat hati, Jeroline memberikan mereka izin untuk masuk atas permintaan pribadi dari sang pasien.
"Hazel tahu mereka Pa, mereka pasti merasa bersalah. Apalagi ini kan bangsal VIP, mereka akan terus merasa bersalah jika mereka tak bisa bertemu aku Pa." pintanya keras kepala.
"Lalu bagaimana dengan suamimu? Apa kamu kira dia tidak khawatir?"
"Jery paham Hazel Pa. Jery tahu apa yang aku khawatirkan." Jery membenarkannya dengan sebuah anggukan.
Sebenarnya ia juga khawatir. Apalagi dengan emosi Khaizan dan juga Jishan yang tidak bisa ditebak. tapi ia juga paham kekhawatiran istrinya. Hazel bahkan tidak melepaskan tangannya semenjak tadi. Semenjak ia sadar ia tersadar. Ia terus memegang tangan Jaryan , seolah tak memberikannya izin untuk pergi.
"Cya?" Khaizan memimpin para anggota dreamers untuk masuk.
Bersamaan dengan terbukanya pintu, Hazel pun melepas pegangannya di tangan Jaryan.
"Bang Ren, sini." Nicya melambaikan tangannya, meminta Rendra mendekat.
Narendra pun memotong langkah Khaizan serta Jishan yang telah melangkah lebih dulu. Ia mendekat ke sisi Nicya, dengan maksud hendak berlutut.
"Bang, jangan." Nicya menahannya dengan segenap tenaganya yang tersisa. Ia masih begitu lemah, ia baru saja tersadar beberapa menit yang lalu. Ia masih berusaha keras untuk bisa mengumpulkan segenap tenaganya yang tersisa.
"Ini bukan salah abang kok." Nicya meraih tubuh Rendra dan mendekapnya dengan erat. Membuat sang empu terisak, dan menumpahkan tangisan nya di bahu Nicya.
"Maafin abang Cya....hiks.... kalau bukan karena nolong abang, Cya pasti gak akan terluka." isak Rendra terdengar mirip seperti rengekan anak kecil.
"Cya yang mau nolongin abang. Cya bukan terluka karena abang." Cya menepuk-nepuk bahu Rendra berusaha membuatnya merasa nyaman.
Setelah tangisannya lumayan mereda, kini giliran Jery yang merangkul keduanya dari arah belakang. Di susul Juan, Jishan, Marvin, Caelen dan terakhir Khaizan. Mereka saling berpelukan seolah tengah melepas rindu.
Andai saja Nicya tidak terbatuk, maka Adrian tidak mungkin akan maju dan melerai semua pelukan itu.
" Udah..udah.. dia masih belum pulih." sewot Adrian.
Ia membuat mereka semua terkekeh, ketika tangannya dengan sigap kembali memeriksa kondisi Nicya. mulai dari memeriksa selang infus, alat detector jantung, serta kantung darah yang masih terpasang.
Adrian nampak cemas, sekaligus bersiap kalau-kalau semua peralatan itu terlepas dan akan membahayakan adiknya.
"Waktu pengunjung akan berakhir dalam waktu sepuluh menit. Sebaiknya kalian keluar, supaya Nicya bisa beristirahat." titah Adrian.
"By the way, Bang Juan, sama Bang Jaryan kenapa bisa masuk sini juga?" ceplos Caelen.
Semua orang saling tatap, tetapi tidak dengan dua tersangka yang tengah diinterogasi.
"Kita tadi nunggu di ruangan tunggu yang ada di pintu belakang, dekat UGD. Pas di telfon Tante Anita, kita langsung aja nerobos masuk." jelas Jery begitu lancar, seolah semua sudah terencana.
Untungnya pintu masuk yang digunakan Juan dan Jery berbeda dengan para anggota dreamers yang lain. Sehingga mereka sama sekali tidak menaruh curiga. Apalagi dengan kedekatan Jery dengan Nicya sebelumnya, membuat mereka sama sekali tidak merasa aneh dengan alasan yang ia berikan.
"Oh ya, abang kan dekat banget sama keluarganya Cya. Berarti abang juga udah tahu kalau Cya sudah menikah?" Sambung Caelen hingga membuatnya melongo.
Jaryan menatap Anita, Jeroline serta Adrian secara bergantian. Ia tidak diberitahu soal rencana ini. Tadinya, Adrian hanya merasa kebingungan Begitu juga Anita. Namun bisa-bisanya mereka malah keceplosan dengan alasan yang sama.
"Kamu tahu kan Nak, kalau selama ini Hazel sudah dijodohkan." Jaryan menatap tajam kebalik sorot mata Anita.
"Sebenarnya kami telah menikahkannya sejak Hazel masih kelas 1 SMA. Ini hanya terjadi diantara keluarga saja, Jery. Maafkan tante."
"Jika saja hari ini kalian tidak memperdebatkan perihal tante yang bukan wali Nicya, pastinya masalah ini akan masih menjadi rahasia." jelas Anita dengan segenap perasaan gugup.
"Lo gak tau Jer?" tanya Marvin yang nampak sama herannya dengan anggota Dreamers yang lain.
"Jadi alasan selama ini lo gak pernah kasih tau kita soal apartemen lo yang baru karena ini Ca? Apalagi lo juga gak pernah kasih izin kita semua untuk antar lo sampai rumah." Juan berusaha keras untuk menggiring opini mereka, agar sahabatnya Jaryan tidak semakin terpojok.
"Bang Jery aja gak dikasih tahu, apalagi kita. Berarti ini memang masalah keluarga besar dan bukan makanan publik." tidak seperti biasanya Caelen malah bisa bersikap logis dan menjadikan segala sandiwara itu seolah nyata.
Namun Jery masih mematung. Matanya masih tertuju pada Anita, mertuanya seolah semua yang Anita sampaikan masihlah sebuah teka teki baginya.
"Bukan cuma lo yang kecewa Bang, bahkan kita yang sama-sama mencintai Nicya juga masih gak percaya dengan kenyataan ini." sambung Jishan seolah membenarkan.
Khaizan melangkah keluar. Seolah semua masih belum bisa untuk ia cerna. ia memilih untuk pergi, tanpa sepatah kata pun. Bahkan ia juga tak lagi menatap kehadiran Nicya disana.
"Maafin Cya, semuanya. Cya cuma gak tahu harus cerita seperti apa. Apalagi karena aku masih merasa begitu canggung dengan keberadaan suamiku." Langkah Khaizan sempat terhenti diambang pintu.
Karena ia masihlah Khaizan yang sama. Khaizan yang tak pernah melewatkan sepatah katapun yang akan terucap dari bibir Nicya. Meskipun ia tak berbalik, namun ia masih sempat mendengarkannya sebelum pergi.
"Maaf Ca, abang takut Khaizan nekat. Permisi Om, Tante, Bang Rian." Ranendra menyusul Khaizan pergi. Ia takut jikalau anak itu malah melampiaskan kekesalannya dengan cara yang salah.
"Maaf, jam besuk sudah selesai." perawat pun masuk dan menggiring para pengunjung untuk keluar bersama dengan beberapa orang tim keamanan.
Merek bertugas untuk memastikan bahwa semua orang, selain wali sudah keluar termasuk kedua orang tua Nicya juga Adrian. Adrian dimasukkan ke dalam kategori, karena ia masih belum mendapatkan jam jaganya di bangsal VIP.
Karena itu ia masih dihitung sebagai dokter umum, dan itu artinya ia tak memiliki akses disana.
Jaryan juga ikut dibawa keluar, untuk berjaga-jaga. Namun ia dan Juan diantar ke pintu yang mengarah ke UGD sesuai alasannya sebelumnya.
Setelah itu, ia pergi kembali menaiki mobilnya menuju parkiran yang berada di rooftop rumah sakit. Dan kembali masuk lewat lift yang berada disana.
Tak ada yang mengetahui bahwa ia adalah suami dari Nicya. Identitasnya masih di rahasiakan.
Berhubung mereka keluar dari jalan yang berbeda, Juan pun memberikan alasan klasik kepada para kawannya.
"Jery kayaknya butuh waktu untuk sendiri. Gue gak sempat kejar, dia langsung ngebut sama mobilnya. Gue jadi khawatir."