NovelToon NovelToon
Menikahi Tunangan Impoten

Menikahi Tunangan Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.

Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.

Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Kaca yang berserakan di lantai seperti mengundang keheningan menegangkan. Arga mengangkat batu itu, membuka gulungan kertas dengan tangan gemetar. Wajahnya berubah tegang setelah membaca isi pesan, sedangkan Nayla hanya berdiri dengan tangan terlipat di dada.

“Jadi?” Nayla menatapnya tajam. “Hadiah apa lagi ini? Kue ulang tahun atau tiket ke neraka?”

“Nayla, ini serius,” Arga mendesis, matanya memindai jendela yang hancur.

“Aku tahu ini serius.” Nayla menunjuk ke kaca yang berserakan. “Tapi jujur, aku mulai merasa ini kayak drama telenovela. Apa kita butuh aktor tambahan?”

Arga mengabaikan sarkasmenya, malah meraih telepon. Namun, sebelum ia sempat menelepon, ponselnya mati. Nayla menghela napas panjang, lalu mengambil ponsel miliknya.

“Kalau aku mati malam ini, tolong bilang ke keluargaku bahwa aku nggak suka seprai putih,” gumam Nayla sambil mencoba menelepon polisi.

Namun telepon itu terputus, suara operator menggema. “Layanan tidak tersedia.”

“Kita harus keluar dari sini,” ucap Arga tegas, meraih tangan Nayla.

“Kemana? Rumah tetangga? Atau langsung daftar di reality show ‘Pasangan Paling Sial’?”

Arga menarik napas panjang, mengabaikan komentar sarkastik istrinya. Mereka bergerak menuju pintu, namun langkah mereka terhenti ketika suara langkah kaki terdengar di luar rumah.

Nayla menahan napas, meremas tangan Arga. “Jangan bilang itu Clara. Kalau iya, aku serius mau undang dia duel di depan rumah.”

Arga melirik Nayla. “Kamu nggak bercanda, kan?”

“Siapa bilang aku bercanda?” Nayla memungut pecahan kaca dari lantai. “Ayo, siapa takut?”

Beberapa jam kemudian, mereka berhasil keluar dari rumah setelah memastikan tidak ada orang di luar. Nayla akhirnya setuju untuk sementara waktu menginap di hotel yang dipilih Arga. Namun ketegangan belum usai.

Ketika Arga tertidur di ranjang hotel, ponsel Nayla berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal, “Pilih siapa yang ingin kau percaya. Tapi ingat, matamu tak selalu benar.”

Pesan itu membuatnya gelisah. Dan rasa gelisah itu semakin menjadi ketika keesokan harinya, Nayla melihat Arga berjalan terburu-buru keluar dari hotel.

Nayla memutuskan untuk mengikutinya.

Arga berhenti di sebuah taman yang sepi, berbicara serius dengan seorang wanita yang Nayla kenal terlalu baik. Clara.

Nayla bersembunyi di balik pohon, mencoba mendengar pembicaraan mereka. Tapi jaraknya terlalu jauh. Yang bisa ia lihat hanyalah ekspresi wajah Arga yang penuh tekanan, sementara Clara tersenyum manis.

“Ya Tuhan, apa lagi ini?” Nayla berbisik, mengintip lebih dekat.

Lalu sesuatu yang menghancurkan hatinya terjadi. Clara mencondongkan tubuh ke arah Arga, lalu mencium bibirnya.

Nayla membeku. Dunia seperti berhenti berputar.

Namun, ia tak bisa menahan diri untuk tidak mendekat. “Bagus sekali, Arga. Jadi, ini rahasia yang kau sembunyikan?”

Arga dan Clara tersentak, menoleh ke arah Nayla yang kini berdiri dengan wajah penuh amarah.

“Nayla, ini tidak seperti yang kau pikirkan,” kata Arga, panik.

“Oh, ya? Mau tahu apa yang aku pikirkan? Aku pikir, aku sudah menikah dengan pria yang lebih pintar dari ini!” Nayla berteriak, tangannya menunjuk ke arah Clara. “Dan kau!”

Clara hanya tersenyum. “Tenang, Nayla. Ini hanya urusan masa lalu.”

“Urusan masa lalu?” Nayla menggeleng, tertawa sinis. “Kalau itu masa lalu, kenapa aku harus melihatnya di masa sekarang?”

Sebelum perdebatan itu berlanjut, ponsel Clara berbunyi. Dia menjawabnya, lalu melempar pandangan ke Nayla. “Sepertinya aku harus pergi. Tapi jangan khawatir, Nayla. Aku akan memberimu kesempatan untuk memahami semuanya.”

Clara berlalu dengan angkuhnya, meninggalkan Nayla yang masih memelototi Arga.

“Jelaskan, sekarang!” Nayla berkata tegas.

Namun sebelum Arga bisa menjawab, ponsel Nayla berbunyi lagi. Kali ini pesan baru muncul, “Jawaban ada di tangan Clara. Tapi ingat, setiap pilihan punya harga.”

Nayla menatap layar ponselnya, lalu kembali menatap Arga. “Aku tidak tahu harus mempercayai siapa lagi.”

---

Kursi itu meluncur ke belakang ketika Nayla bangkit dari duduknya, matanya masih terpaku pada layar ponsel yang memuat pesan baru. Kata-kata di layar terasa seperti tamparan, membakar kulitnya dengan rasa marah dan bingung.

“Percayalah padamu?” Nayla menatap Arga, mengangkat alis. “Setelah aku lihat adegan romantis dadakanmu sama Clara? Kau serius, Arga?”

Arga mengangkat tangannya, seperti berusaha menahan Nayla yang sudah tampak seperti bom waktu. “Aku bisa jelaskan. Itu bukan seperti yang kau pikirkan.”

“Kalimat klasik.” Nayla menyilangkan tangan di dada. “Jadi, apa ini versi modernnya? Clara sebenarnya saudara kembarmu yang hilang?”

“Kalau kau berhenti bicara, aku bisa menjelaskan.”

Nayla mendecak, melangkah mendekat dengan tangan masih memegang ponsel. “Baiklah, aku diam. Jelaskan.”

Arga menarik napas panjang, terlihat ragu. “Clara datang untuk meminta maaf atas semua yang dia lakukan di masa lalu.”

“Dan ciuman itu apa? Bonus permintaan maaf?”

“Dia tiba-tiba melakukannya! Aku tidak menginginkannya.”

Nayla tertawa hambar. “Oh, kau korban, ya? Baiklah, mungkin kita bisa lapor polisi. ‘Halo, Pak Polisi, tolong tangkap wanita ini karena mencium suami saya tanpa izin!’”

Arga memijat pelipisnya, frustrasi. “Nayla, tolong. Ini lebih rumit dari yang kau kira.”

“Rumit? Yang rumit itu sudoku level ekspertnya Jepang. Ini cuma pengkhianatan sederhana,” Nayla menyergah.

Ponsel Nayla kembali bergetar di tangannya, menyela perdebatan itu. Pesan baru muncul. “Kau tahu di mana mencari jawabannya. Tapi ingat, setiap keputusan ada konsekuensinya.”

Nayla menunjuk layar ponselnya ke arah Arga. “Lihat? Bahkan penguntit kita tahu lebih banyak daripada aku. Mungkin aku harus tanya dia saja.”

Nayla duduk di sofa, menatap layar laptop yang menampilkan halaman media sosial. Namanya tiba-tiba muncul di salah satu grup gosip lokal.

“Istri baru Arga Raharja, cuma tameng! Clara masih jadi cinta sejatinya!”

Komentar-komentar di bawahnya membuat Nayla mendengus. Ada yang mengatakan Arga menikahinya hanya untuk menjaga citra karena rumor soal impotensi. Ada juga yang berspekulasi kalau Nayla hanya alat untuk menjauhkan Clara dari Arga.

“Ini gila,” gumam Nayla, menutup laptop dengan kasar.

Arga muncul dengan secangkir teh dan meletakkannya di meja. “Kau masih marah?”

“Marah?” Nayla mengangkat tangan, pura-pura bingung. “Kenapa aku harus marah? Oh, tunggu, mungkin karena suamiku dituduh impotensi dan aku hanya tameng hidupnya?”

Arga memijat tengkuknya, tampak gelisah. “Itu hanya gosip, Nayla. Orang-orang suka berbicara.”

“Gosip? Arga, gosip ini sudah lebih viral dari video kucing joget di TikTok!”

Arga menatapnya dengan ekspresi bersalah. “Aku akan mengurus ini. Aku janji.”

Nayla melipat tangan di dada, skeptis. “Dan bagaimana caramu mengurusnya? Mau bikin video klarifikasi sambil menangis di depan kamera?”

---

Keputusan Nayla untuk menghadap Clara sendiri tidak membuatnya merasa lebih baik. Dia berdiri di depan pintu apartemen mewah Clara, mengetuk dengan ragu. Pintu terbuka, dan Clara muncul dengan senyum yang begitu manis hingga membuat perut Nayla mual.

“Nayla. Aku tidak menyangka kau akan datang.”

“Tentu saja kau tidak menyangka. Aku terlalu sibuk menahan diri untuk tidak menamparmu,” Nayla balas dengan nada dingin.

Clara tertawa kecil, melangkah mundur sambil mempersilakan Nayla masuk. “Masuklah. Kita bisa bicara seperti wanita dewasa.”

Nayla menatap Clara dari ujung kepala hingga ujung kaki sebelum melangkah masuk. Ruangan apartemen itu terasa terlalu sempurna, seperti dipotret langsung dari katalog desain interior.

“Ayo langsung saja,” Nayla berkata tanpa basa-basi. “Apa yang sebenarnya kau inginkan?”

Clara duduk di sofa, menyilangkan kaki dengan anggun. “Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa tidak semua yang terlihat itu kenyataan.”

“Kalimatmu lebih cocok untuk naskah film horor.” Nayla menyipitkan mata. “Jadi, kau ingin Arga kembali?”

Clara tersenyum tipis, seperti sedang menikmati permainan. “Aku tidak perlu menginginkannya. Arga selalu menjadi milikku.”

Nayla menggenggam tasnya erat-erat, berusaha menahan diri. “Kau tahu? Aku tidak tahu mana yang lebih menyebalkan—kau, atau kepercayaan dirimu yang berlebihan.”

Clara mendekat, menyentuh bahu Nayla seolah-olah mereka teman lama. “Kau tahu di lubuk hatimu, Nayla. Arga tidak bisa lepas dariku.”

Nayla melepaskan tangan Clara dari bahunya dengan kasar. “Kalau kau pikir kau bisa merebutnya, coba saja.”

Clara terkekeh. “Kita lihat saja siapa yang menang pada akhirnya.”

Malam itu, Nayla kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Dia masuk ke kamar, melihat Arga yang sedang membaca sesuatu di ponselnya.

“Bagaimana?” tanya Arga, menatapnya penuh harap.

“Dia bilang kau miliknya.”

Arga meletakkan ponselnya, mendekati Nayla. “Dan kau percaya itu?”

Nayla menatapnya lama, lalu berkata, “Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku percaya.”

1
Mumtaz Zaky
emang cerita horor gituh??
roserossie: nggak kak, biar tegang pembacanya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!