John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Tantangan
Air mata menggenang di sudut mata Nadira, tetapi ia menahannya agar tidak jatuh. "Aku sadar, tindakan ini tak patut ditiru. Aku melanggar nilai-nilai yang seharusnya menjadi prinsip hidupku. Tapi bagaimana bisa aku berhenti? Hati ini terlalu lemah untuk melepaskannya. Aku berharap... suatu hari dia mau menikahiku. Tapi, apa aku hanya berkhayal? Apa yang aku lakukan ini tidak akan berakhir dengan kehancuran bagiku sendiri?"
John bergerak sedikit, membuat Nadira tersentak. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. "Untuk sekarang, biarlah aku menikmati momen ini. Meski aku tahu, aku mungkin akan membayar mahal untuk pilihan ini nanti."
Dengan hati yang penuh kebimbangan, Nadira kembali memejamkan matanya, memohon kepada Tuhan agar ada jalan yang membuat segalanya lebih baik.
John merasa pelukan Nadira dari belakang terasa begitu erat, bahkan sedikit menekan dadanya. Napas gadis itu terdengar tenang, tetapi kehangatan tubuhnya yang menempel erat membuat John merasa ada yang salah. Pelukan ini bukan hanya tentang kenyamanan, itu terasa seperti ketakutan, seperti seseorang yang tidak ingin kehilangan sesuatu yang berharga.
Alis John berkerut. "Apa ini hanya perasaanku, atau dia sedang menyembunyikan sesuatu?" pikirnya. Ia mencoba bergerak sedikit, tetapi pelukan Nadira justru semakin erat, seolah-olah ia takut John akan pergi.
"Nadira," bisik John pelan, memastikan tidak membuatnya kaget.
"Hm?" gumam Nadira yang belum tidur.
John menghela napas dan memutuskan untuk bertanya, meski ada sedikit keraguan. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya lirih. Suaranya terdengar lebih lembut dari yang ia maksudkan, dan itu membuatnya kesal pada dirinya sendiri. "Kenapa aku terdengar seperti peduli? Bukannya aku harus menjaga jarak?"
Nadira tidak langsung menjawab. Perlahan, ia membuka matanya, tetapi tidak melepaskan pelukannya. "Aku baik-baik saja, Om," jawabnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Kenapa nanya begitu?"
John terdiam sejenak, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, ia menahan diri untuk tidak mendesak. "Nggak... cuma... kamu memelukku terlalu erat," katanya pada akhirnya, mencoba menyamarkan perhatian yang terlanjur ia tunjukkan.
Nadira hanya tersenyum kecil, meski John tidak bisa melihatnya. "Aku hanya... ingin memastikan Om tidak pergi ke mana-mana," gumamnya.
Kata-kata itu membuat dada John terasa semakin berat. Ia ingin membalas sesuatu, tetapi menahan diri. Ia tahu jika ia terus merespons seperti ini, tembok yang dengan susah payah ia bangun akan runtuh. "Kenapa aku harus merasa seperti ini? Aku tahu hubungan ini salah. Tapi kenapa... aku tidak bisa benar-benar menjauhinya?" batinnya.
John merutuki dirinya sendiri. Pertanyaan yang ia ajukan tadi terasa seperti pengkhianatan terhadap batas yang ia ciptakan sendiri. "Apa yang sedang kulakukan? Aku tidak boleh terlihat peduli... aku tidak boleh memberi harapan." pikirnya, mencoba meredam gejolak di hatinya.
Ia menutup matanya kembali, berusaha mengabaikan kenyataan bahwa di balik semua batasan yang ia bangun, Nadira sudah mulai mengetuk sesuatu yang ia coba kunci rapat-rapat: hatinya.
Merasa John seolah memahami kegelisahan yang ia coba sembunyikan, Nadira akhirnya memberanikan diri untuk bicara, meski suara hatinya penuh keraguan. Dengan suara pelan dan hati-hati, ia berkata, "Om... kalau Om benar-benar memikirkan soal adat dan budaya negara ini, kenapa Om nggak menikahi aku saja?"
Kata-kata itu keluar begitu saja, meski Nadira tahu betul dampaknya. Ia menatap punggung John dengan cemas, menunggu reaksi pria itu, sementara hatinya berdebar-debar.
Lagi dan lagi, John dibuat tak berdaya oleh perkataan Nadira. Ingin sekali ia menegaskan batas, tapi tak bisa disangkal bahwa kehadiran gadis ini sudah membuat hidupnya terasa berbeda. Nadira mengurus semuanya di apartemen tanpa ia minta, dari kebersihan, makanan, hingga menyiapkan pakaiannya. Tanpa sadar, John merasa semua yang Nadira lakukan sudah seperti layaknya seorang istri. Namun, John meneguhkan diri dan berusaha berkata sejujur mungkin, "Nadira, aku nggak bisa memenuhi harapanmu untuk menikah. Lebih baik kamu cari pria lain yang siap berkomitmen hidup dalam ikatan suci."
Nadira terdiam sejenak, raut wajahnya berubah serius. "Kalau begitu, Om, beri aku waktu tiga bulan," tantangnya dengan nada yang tak biasa. "Izinkan aku tinggal di kamar ini, di sini, bersama Om selama tiga bulan. Kalau dalam waktu itu Om masih belum mau menikahiku, aku akan menyerah untuk mendapatkan hati Om dan kembali ke kamarku sendiri, bersikap seperti pembantu Om. Aku akan mulai mencari pria lain yang mau berkomitmen denganku."
John terkejut mendengar tantangan itu. Ia sempat ragu, tapi suara Nadira terdengar penuh tekad yang kuat. Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir, John mengangguk, "Baiklah, aku terima tantanganmu," jawabnya masih dalam posisi berbaring membelakangi Nadira.
Wajah Nadira langsung cerah. "Deal! Selama tiga bulan ini, Om nggak boleh protes dengan apapun yang aku lakukan. Dan harus memenuhi apapun permintaanku," ucapnya sambil tersenyum penuh arti menatap John yang masih setia memunggunginya.
John mengangguk, meski merasa semakin bimbang dengan keputusannya. Dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya, apakah ia benar-benar bisa melihat Nadira bersama pria lain setelah semua ini?Namun, saat ia masih terjebak dalam pikirannya sendiri, Nadira tiba-tiba menepuk pundaknya.
"Om, ayo berbalik. Aku mau dipeluk," pintanya manja.
"Nadira --" John hendak protes. Namun Nadira langsung memotong kata-katanya dan mengingatkannya.
"Tadi Om sudah janji nggak akan protes."
Terdiam, John menarik napas dalam-dalam, merasa terjebak oleh kata-katanya sendiri. Perlahan, ia berbalik dan membiarkan Nadira mendekapnya erat. Meski hatinya bergejolak, ia hanya bisa memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau, sambil menahan perasaan yang terus tumbuh di hatinya.
***
Pagi itu, Nadira bangun lebih dulu. Ia memandangi wajah John yang tampak damai dalam tidur, begitu tampan dan memancarkan ketenangan. Senyum cerah merekah di wajahnya, perasaan bahagia melingkupi hatinya saat terbangun di samping pria yang begitu diinginkannya. Dalam hati, ia berharap bisa terus menjalani pagi seperti ini selamanya. "Ah, Om Bule bikin aku malas bangun," gumamnya lirih.
Setelah puas memandangi John, Nadira perlahan turun dari ranjang, berhati-hati agar tidak membangunkannya, lalu beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dengan hati berbunga-bunga, ia menyiapkan makanan, membayangkan bagaimana rasanya jika ia bisa melakukannya setiap pagi. Setelah selesai, Nadira kembali ke kamar untuk mengecek apakah John sudah bangun. "Ternyata Om Bule masih tidur," gumamnya tertawa kecil. Ia kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Beberapa menit kemudian, suara pintu kamar mandi terbuka, dan John mulai terbangun. Ia mengerjapkan mata, lalu menoleh ke arah pintu kamar mandi, yang kini memunculkan pemandangan yang membuat jantungnya berdetak cepat. Di sana, Nadira baru saja keluar hanya dengan handuk melilit tubuhnya, rambutnya masih basah, dan ia sedang menggosok-gosokkan handuk kecil ke rambutnya, tanpa menyadari bahwa John telah bangun.
"Sial!" umpat John dalam hati, menelan ludah gelisah. Sesuatu di bawah sana mulai memberontak akibat pemandangan yang tersaji di depan matanya.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
beno Sandra dan sasa merasa ketar-ketir takut nadira mengambil haknya dan beno Sandra dan sasa jatuh jatuh miskin....
mampus org suruhan beno dihajar sampai babak belur sampai patah tulang masuk rmh sakit....
Akhirnya menyerah org suruhan beno resikonya sangat besar mematai2 nadira dan dihajar abis2an sm anak buahnya pm john....
belajarlah membuka hatimu tuk nadira dan nadira walaupun msh polos dan lugu sangat cocok john sangat patuh n penurut.....
Sampai kapan john akan hidup bayang2 masalalu dan belajar melangkah masa depan bersama nadira....
masak selamanya akan menjadi jomblo abadi/perjaka tuwiiiir🤣🤣🤣😂