Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 20
Hanzel terus terang merasa begitu kesal melihat foto-foto antara dirinya dan juga Anggun, karena di foto itu Hanzel dan juga Anggun terlihat begitu dekat.
Bahkan, jika dilihat secara sekilas, Hanzel dan juga Anggun terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Apalagi posisi Anggun yang sedang memiringkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Hanzel, hal itu membuat Anggun seperti sedang asik mendengar rayuan dari pria itu.
"No siapa ini?"
Hanzel dengan cepat mengirimkan pesan chat kepada Aksa, karena yang dia percaya sampai saat ini hanyalah kakeknya. Pria tua yang selalu mampu menyelesaikan masalah dengan cepat.
"Semoga dengan adanya kiriman foto seperti ini, Sasa tak akan marah. Apalagi sampai salah paham terhadapku," doa Hanzel penuh harap.
Hanzel menatap wajah istrinya dengan lekat, lalu dia mengusap puncak kepala istrinya dengan penuh kasih.
"Setengah jam lagi, lebih baik aku mandi dulu aja."
Hanzel akhirnya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, dia membersihkan tubuhnya dan segera memakai piyama tidur. Tak lama kemudian dia tersenyum penuh arti dan segera mengambil apa yang tadi dia bawa.
"Semoga dia suka," ujar Hanzel.
Hanzel membuka kotak kue, karena ternyata pria itu tadi membeli kue ulang tahun. Sahira berulang tahun, maka dari itu sepulang dari Kafe, Hanzel menyempatkan diri untuk membeli kue ulang tahun dan juga membeli hadiah untuk istrinya.
"Yang, bangun."
Setelah menyalakan lilin ulang tahun bertuliskan angka tiga puluh, Hanzel menunduk dan mengecup bibir istrinya beberapa kali.
"Sayang, aku kangen. Ayo bangun," ujar Hanzel sambil memagut bibir istrinya sampai basah.
Sontak saja hal itu membuat mata Sahira langsung terbuka, untuk sesaat dia terdiam sambil memicingkan matanya. Dia merasa silau melihat apa yang menyala.
"Tak alam kemudian, Sahira membulatkan matanya dengan sempurna sambil menutup mulutnya.
"Mas, ini---"
"Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga panjang umur, semoga sehat selalu, makin sayang sama aku dan juga Cia."
Sahira sampai menitikan air matanya, dia merasa terharu dan juga bahagia. Sahira lalu meniup lilin ulang tahunnya dan memeluk Hanzel dengan erat. Hanzel dengan cepat menyimpan kue ulang tahun milik istrinya itu ke atas nakas.
"Uuuuh! So sweet," ujar Sahira yang langsung mengecup bibir Hanzel.
Ah! Rasanya apa yang dikatakan oleh Khadijah adalah hal yang benar, Hanzel pasti merupakan pria yang begitu mencintai dirinya.
Dari cara pria itu menatap dirinya, dari cara pria itu memperlakukan dirinya, bahkan dari cara pria itu menyentuhnya, Sahira begitu yakin kalau pria itu hanya meratukan dirinya.
"Lepas dulu, aku punya hadiah untuk kamu."
Sahira mau tidak mau mengurai pelukannya, Hanzel tersenyum lalu mengambil kado yang sudah dia siapkan dan memberikannya kepada istrinya.
"Kenapa jadinya banyak banget?" tanya Sahira.
"Dari aku, dari kedua orang tua kamu, dari umi, dari Cia sama dari kakek juga."
Sahira merasa tidak percaya karena ternyata semuanya memberikan kado kepada dirinya, dia bahkan tidak sadar kalau dirinya hari ini berulang tahun.
"Jadi, kamu telat karena menyiapkan kado ulang tahun aku?"
"Iya, Sayang. Buka kadonya," jawab Hanzel.
Sahira menganggukan kepalanya, lalu dengan begitu bersemangat dia mau buka semua kado yang dibawa oleh suaminya tersebut.
"Ya ampun, Sayang. Kadonya aku suka," ujar Sahira.
Hanzel memberikan istrinya kalung berlian yang terlihat begitu cantik sekali, kedua orang tuanya memberikan tas branded, Aksa memberikan resto baru lagi untuk keduanya, sedangkan Cia memberikan gambar keluarga yang begitu indah untuk ibunya tersebut.
"Terima kasih," ujar Sahira.
"Sama-sama, Sayang." Hanzel mengusap puncak kepala istrinya.
"Oiya, Sayang. Ada satu kado lagi yang belum dibuka," ujar Sahira.
Wanita itu menatap suaminya dengan tatapan penuh arti, Hanzel sampai mengernyitkan dahinya dengan heran. Setahunya semua kado sudah dibuka, tetapi istrinya mengatakan masih ada kado yang belum dibuka.
"Kado apalagi?" tanya Hanzel heran.
"Kado yang ini," ujar Sahira sambil mengusap milik suaminya yang terbungkus rapi dengan piyama tidur yang dia pakai.
Hanzel sampai tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan berkata seperti itu.
"Ya udah buka aja kadonya, yang ini spesial dan bisa kami buka kapan aja." Hanzel melebarkan kedua kakinya.
"Ehm! Udah bangun aja," ujar Sahira kala dia mulai menurunkan piyama tidur yang dipakai oleh suaminya.
Wanita itu nampak hendak bermain dengan terong kesukaannya, tetapi dengan cepat Hanzel menangkap pergelangan tangan istrinya.
"Kenapa?" tanya Sahira.
"Siapa yang kirim foto aku sama Anggun?"
"Entah," jawab Sahira mulai sewot. Raut wajahnya berubah menjadi kesal.
"Kamu gak berpikir yang macam-macam, kan?"
"Awalnya iya, tapi setelah aku curhat sama umi, aku jadi percaya lagi sama suami aku yang tampan ini."
"Alhamdulillah, tapi kenapa harus curhat sama umi?"
"Kalau aku curhat sama kedua orang tuaku, yang ada paling aku disuruh cerai sama kamu. Mau cerai?"
Hanzel langsung menjalankan kepalanya, mana mau dia bercerai dengan Sahira, wanita yang begitu dia cintai itu. Hanzel juga kini paham kenapa istrinya mengadu kepada ibunya, karena jika mengadu kepada kedua orang tua Sahira, pasti kedua orang tua Sahira marah dan tidak akan terima.
"Kamu benar juga, ya udah cepet. Nikmati kadonya," ujar Hanzel sambil menatap miliknya yang sudah siap untuk goyang ngebor.
"Ya ampun, dia gak sabaran banget." Sahira bukannya memanjakan milik suaminya, tetapi wanita itu malah menyentil milik suaminya itu.
"Yang, sakit!" protes Hanzel.
"Rasain," ujar Sahira.
Hanzel yang merasa tidak terima terlihat hendak melayangkan protesnya, tetapi niatnya dia urungkan karena tiba-tiba saja Sahira menunduk dan menelan milik suaminya sampai mulutnya itu nampak penuh.
"Aduh, enak, Yang."
Hanzel sampai memejamkan matanya menikmati apa yang dilakukan oleh istrinya, sungguh dia tidak menyangka kalau rasanya sangat nikmat.
Apalagi ketika istrinya mulai memaju mundurkan kepalanya, rasanya Hanzel sudah tidak bisa berkata-kata lagi dengan kenikmatan itu.
"Yang, jangan lama-lama."
Hanzel yang tak tahan langsung meminta istrinya untuk berhenti, lalu dia mendorong tubuh Istrinya dengan perlahan sampai terhempas ke atas tempat tidur.
"Sayang," panggil Sahira lirih karena Hanzel tiba-tiba saja membuka lingerie yang dia pakai dan mulai menyusu layaknya bayi besar.
"Nikmati, Sayang."
Hanzel merasa bahagia karena ternyata Sahira tidak kekanak-kanakan, wanita itu mau mengerti dan tidak langsung marah-marah ketika mendapatkan kiriman foto tentang dirinya dan juga Anggun.
Wanita mana yang tidak marah melihat suaminya digoda oleh perempuan lain, tetapi saat ini setelah mendapatkan dukungan dari Khadijah, Sahira bertekad akan melawan Anggun dengan cara yang elegan.
"Cepetin, Yang. Enak," ujar Sahira kala Hanzel mulai menaik turunkan pinggulnya.
"Ya, Sayang."