Satu psikopat mampu menebar teror pembunuhan berantai, bagaimana jika ada enam psikopat berkumpul dalam satu tempat?
Sekelompok mahasiswa dan mahasiswi yang berasal dari kota Jakarta memutusan untuk liburan semester ke sebuah kota Kyoto dinegara matahari terbit, Jepang.
Mereka diajak oleh salah satu teman mereka, yang merupakan seorang blasteran Jepang bernama Ayana dan adiknya Yuki. mereka kemudian bertemu dengan seorang pemuda tampan asal Jepang yang mengajak mereka untuk mengunjungi sebuah kabin mewah ditengah hutan, kaki gunung Kurama.
Sekelompok remaja tersebut tidak tahu bahwa terdapat sebuah misteri dari hutan lebat tersebut, penduduk sekitar percaya bahwa pada saat kabut tebal turun dan menutupi isi hutan maka saat itupun para tentara Jepang jaman dulu keluar untuk mencari potongan tubuh mereka yang terpisah akibat terkena ledakan sebuah bom, penduduk desa meyakini hutan tersebut telah dikutuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SemyAngelina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Akira pun perlahan membuka pintu ruangan tersebut dan dari arah depan ia hanya menjumpai sebuah tembok, ia pun kemudian menengok ke sebelah kiri dan hasilnya pun hanya terlihat sebuah lorong yang kosong dengan cahaya remang-remang, tapi saat ia menengok kearah kanan wanita tersebut pun langsung menutup pintu kembali dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan suara.
Disebelah kanan Akira, ia melihat sekilas ada seorang pria dengan jas hujan bening tengah memasuki sebuah ruangan, yang berada disebelahnya sambil membawa sesuatu yang sepertinya adalah sebuah senjata tajam. Ririn kemudian nampak tengah sibuk mencari barang-barang yang bisa dipakai untuk menyelamatkan diri, seperti ponsel atau semacamnya namun ia tidak dapat menemukan apa-apa di mayat Tsubasa. Mereka pun hanya memiliki beberapa kunci dan sebuah gergaji mesin, yang tidak ada seorangpun yang mau mengambilnya dari leher Tsubasa, sedangkan Yuki terlihat hanya duduk diam sambil bersandar ditembok dan ia pun masih nampak masih syok.
Seorang pria yang tak lain adalah Kabuya terlihat berjalan masuk ke dalam ruangan disebelah Akira, Ririn dan Yuki. Di dalam ruangan tersebut terdapat dua orang pemuda yang tengah diikat dengan tangan diatas kepala, mereka adalah Andika dan Rey.
“Please let us go, we will not call the police” ujar Rey.
Kabuya pun hanya menempelkan jari telunjuk ke bibir nya sebagai tanda untuk diam.
“Gara-gara gadis sialan itu, aku jadi terlambat untuk bersenang-senang dan karena ia juga, untuk saat ini aku tidak bisa menembak dengan baik. Maka dari itu aku akan menghabisi kalian dengan perlahan dan menyakitkan” ujar Kabuya.
“Are you hear... ah" belum sempat Rey melanjutkan kata-katanya, Kabuya pun sudah terlebih dahulu menancapkan dan mengoyak perutnya dengan menggunakan sebuah pisau belati.
“REY.. ya..yamete” Andika masih tidak percaya dengan apa yang terjadi dihadapannya, terlintas dipikirannya tentang bahasa jepang yang sedikit ia pelajari dari pacarnya yakni Yuki.
Yuki yang masih terdiam tiba-tiba terbangun dari lamunannya setelah mendengar suara teriakan dari pacarnya Andika, gadis cantik tersebut pun kemudian melihat ke sekeliling ruangan tersebut untuk mencari benda yang dapat dijadikan sebagai senjata.
Akhirnya kedua matanya pun tertuju pada mayat Tsubasa, Yuki pun segera mengambil gergaji mesin dari mayat tersebut dengan cara membalikkan tubuhnya terlebih dahulu.
Melihat Yuki membalikkan sosok mayat tersebut membuat Ririn bergidik ngeri, lalu tak lama kemudian gadis tersebut pun muntah disudut ruangan, Yuki tidak memperdulikan apapun dan bergegas mengambil gergaji mesin yang menancap pada tubuh Tsubasa, kemudian berlari keluar ruangan dan mengabaikan Akira yang berusaha untuk menghentikan nya. Yuki pun mengingat kembali kejadian, saat pertama kali bertemu dengan Andika dan alasan mengapa ia begitu menyukai pemuda tersebut.
Yuki sudah dari kecil bersekolah di lndonesia dan bahkan menguasai bahasanya, namun nampaknya belum cukup karena ia masih kesulitan untuk beradaptasi, hingga ia pun tidak bisa memiliki satu pun teman. Hingga suatu hari ada seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dan seumuran dengan Yuki saat itu, datang menghampirinya lalu mengatakan jika Yuki terlihat cantik.
Anak laki-laki tersebut adalah Andika dan sejak saat itu, atas bantuan dari anak lelaki tersebut Yuki pun mampu beradaptasi dan bisa mendapat banyak teman, mereka akhirnya bersahabat hingga ke jenjang kuliah. Andika pun selalu melindungi dan menemani Yuki, hingga akhirnya mereka berdua pun memilih untuk berpacaran.
Akira segera menarik tangan Ririn untuk pergi, namun gadis tersebut menggelengkan kepalanya, wanita tersebut pun terpaksa meninggalkannya lalu menyusul Yuki. Sesampainya didepan ruangan yang berada di sebelah, Yuki pun segera mendorong pintu tempat dimana Andika dan Rey berada, ia pun lalu melihat Kabuya yang tengah menyiksa Rey dengan cara menyayat tubuhnya dengan pisau belati.
“Yamete kudasai!” ujar Yuki sambil mengacungkan gergaji mesinnya dengan tangan gemetar, melihat hal tersebut Kabuya pun terlihat menyepelekan Yuki, ia pun tetap menusukan pisau yang kini menancap ke arah tenggorokan Rey lalu dengan cepat mencabutnya kembali. Pemuda itu pun tewas dan Yuki pun terlihat marah, ia pun langsung menyalakan mesin gergajinya kemudian menyerang Kabuya.
“Yuki, jangan!” ujar Andika khawatir. Kabuya pun berhasil menghindar, namun cukup sulit baginya untuk bergerak cepat karena ia tengah terluka, akibat tusukan pisau yang menancap pada pundaknya yang dilakukan oleh kakaknya Yuki.
Melihat kedatangan seorang lagi yang tidak lain adalah Akira, Kabuya pun kini merasa terancam lalu pria itu pun menendang perut Yuki hingga membuat gadis tersebut jatuh tersungkur, Kabuya pun segera meraih kembali pisau yang tergeletak dilantai kemudian mendekati Andika, ia pun mengacungkan pisaunya kearah tenggorokan pemuda tersebut.
Diluar Ririn nampak berjalan perlahan keluar dari dalam ruangan, ia pun kemudian mendekati pintu dimana Yuki dan Akira tengah berada, hingga beberapa langkah lagi ia akan sampai tiba-tiba.
Shutt..
Sebuah panah pun meluncur dan menancap pada punggung Ririn dan membuat tubuh gadis tersebut pun langsung ambruk kelantai, Akira dan Yuki pun turut mendengarnya, mereka pun terkejut melihat tubuh Ririn yang tergeletak didepan pintu, dengan posisi tertelungkup dan sebuah anak panah yang menancap pada punggungnya.
Dari luar terlihat Yukana yang tengah memegang sebuah senjata crossbrow, melihat keadaan mereka yang semakin terpojok membuat Yuki frustasi, ia pun melemparkan gergaji mesinnya ke arah tembok dengan keras hingga membuat mesin tersebut pun hancur berantakan.
......................
Yamada pun perlahan menyoroti seluruh ruangan didalam garasi tersebut, untuk menemukan siapa yang telah menyalakan lampu dalam ruangan tersebut tadi. Meski hanya melihat sekilas, tapi ia yakin jika dirinya telah melihat sebuah kilatan cahaya lampu, yang berasal dari dalam ruangan garasi tersebut. Ayana pun terlihat tengah bersembunyi dibelakang sebuah mobil jeep, kemudian ia pun tidak sengaja meraba sebuah kunci inggris yang tergeletak dilantai.
Pria bertubuh besar tersebut pun terlihat tengah membawa sebuah sekop dan berjalan masuk kedalam ruangan bagasi tersebut, tiba-tiba terdengar suara nada dering handphone miliknya, Yamada pun segera mengangkat telpon dari adiknya tersebut.
“Oniisan, kau ada dimana? Pekerjaan kita masih belum selesai”
“Ma..maaf, aku sedang memeriksa se..se.. suatu yang men..curigakan di da..lam garasi” ujar Yamada tergagap. Alasan dari pria besar tersebut jarang berbicara, karena diakibatkan dirinya terkena kondisi yang dinamakan dengan psikogenik yang terjadi akibat trauma atau masalah dalam pemikiran.
Ayana pun tidak tinggal diam, perlahan ia pun keluar dari tempat persembunyiannya kemudian mengendap-endap dari arah samping.
Bukk..
gadis cantik itu pun berhasil memukulkan sebuah kunci inggris kearah kepala pria besar tersebut, hingga membuatnya mengeluarkan darah. Anehnya Yamada hanya terdiam dan menatap tajam kearah Ayana, seolah-olah serangan dari gadis tersebut tidak ada apa-apanya.
“Suara apa itu dan kenapa terdengar seperti ada suara pukulan, kau baik-baik saja kan kak?” Ujar Genji khawatir.
“Aku sedang dalam perjalanan menuju kearah garasi sekarang” lanjut Genji dari handphone, Ayana pun berjalan mundur perlahan sedangkan Yamada hanya terdiam sambil mengusap darah yang mengalir dari keningnya.
“Ak..ak..ku menemukan nya!” ujar Yamada pada adiknya Genji melalui handphone genggamnya.
“Oke, aku hampir sampai, tunggu aku!” ujar Genji.