HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
“Bener-bener gada otaknya, 10 juta kamu gila, Naya?!”
“Aduh udah diem deh, kamu nggak tau capeknya jadi aku, Za … dibandingin mulu sama Khaira tu sakit, Lorenza,” keluh Kanaya menghentikan langkahnya, dadanya naik turun lantaran emosi yang memang menguasai dirinya.
Sejak kehadiran Khaira, kehidupan Kanaya benar-benar berubah. Status anak bungsu perempuan dan satu-satunya di keluarga Chandrawyatama tak lagi ia pegang kala sang mama memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang duda satu anak dari tanah Aceh.
Kepintaran yang kerap dianggap tenggelam, serta kehidupan asmara yang menjadi sorotan membuatnya benar-benar lelah. Usia mereka tak jauh berbeda, dan sejak kecil Kanaya sudah menjadi sasaran kemarahan Widya lantaran dianggap sebagai penyebab kematian Chandra, sang papa.
“Yaudah, yang penting kan mata semua orang bisa lihat kalau ada satu yang menonjol dalam diri kamu yang gak bisa dimiliki Khaira,” tutur Lorenza menenangkan Kanaya, cukup ia mengerti bagaimana rasanya karena sejak dulu wanita ini tak pernah absen menceritakan bagaimana perlakukan keluarga terhadap mereka berdua.
“Apa?” tanya Kanaya polos, polos atau sebenarnya minta dipuji beda-beda tipis.
“Kecantikanmu, sekalipun Khaira operasi plastik tetap tidak bisa mengalahkan kecantikan sahabatku ini.”
Kalimat paling ampuh untuk meluluhkan hati Kanaya dan memberikan sedikit energi positif pada sahabatnya ini. Walau Lorenza paham, nantinya Kanaya akan tetap jatuh lagi kala kalimat mamanya yang mengatakan bahwa cantik percuma jika bawa sial.
“Ck, temenin cari gaun … aku lupa.”
“What?! Belum juga?” Lorenza heran tentu saja, bagaimana bisa anak itu melupakan gaun yang harus digunakan di acara perkawinan adiknya.
“Hm, sibuk … aku harus banting tulang demi bisa banyak uang,” ungkapnya kelu menatap nanar langit biru di atas sana.
“Buat apa sih cari uang banyak-banyak? Sewa pacar lagi ya?” tanya Lorenza dan sukses mendapat toyoran dari Kanaya.
“Ngarang!!”
Perkawinan Khaira adalah ujian terberat bagi Kanaya, Sejak dahulu diintimidasi lantaran kecerdasan Kanaya yang kalah telak dan memang tak mampu menjadi cerdas seperti adik tirinya adalah hal utama yang membuatnya menjadi bullyan sejak di sekolah menengah.
Dan ketika dewasa, Kanaya justru kalah dalam urusan asmara dan Khaira lebih dahulu mendapatkan pria kaya yang tentu saja membuat Widya semakin membuat posisi Kanaya sesulit itu.
Dan nanti malam, setidaknya satu kali Kanaya ingin memperlihatkan jika memang dirinya mampu mendapatkan pria yang lebih tampan dari calon suami Khaira yang tak lain adalah mantan kekasihnya, Gibran Anggareksa.
“Nggak apalah, toh setelah Khaira nggak ada lagi saingan,” ucapnya sembari menghela napas kasar, jujur saja sebenarnya sedikit berat mengeluarkan uang sebesar itu hanya untuk memuaskan tuntutan orang tua yang sebenarnya takkan ada ujungnya.
“Nay,” panggil Lorenza pelan, juju ria takut hendak menanyakan hal ini, sudah dipastikan hati Kanaya akan tergores setelahnya.
“Apa?”
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Tentang?”
“Gibran, dia yang menjadi calon suami Khaira kan?” Lorenza kesal bukan main sebenarnya, pria sinting tak tahu malu yang merupakan penjilat jabatan di kantor itu menyakiti Kanaya tak tanggung hanya karena masalah sepele.
“Enggak, biasa aja … lagian nggak butuh manusia bentukan Gibran, aku baik-baik aja kok, Za,” jelas Kanaya dengan senyum begitu meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.
Keputusan Gibran yang tiba-tiba melamar Khaira setelah 4 bulan pasca perang badar bersama Kanaya adalah hal paling konyol yang Kanaya hadapi setelah dia dewasa.
Hanya karena wanita itu menolak kala Gibran menuntut hal yang tak seharusnya dilakukan sepasang kekasih. Yaps, hubungan intim dan memang sejak dahulu Kanaya benar-benar anti dengan pria yang mengajaknya melakukan hubungan itu sebelum menikah.
“Yakin? Sekalipun dia udah naik jabatan kamu nggak masalah?” tanya Lorenza lagi, dasar kepo.
“Iya yakin, lagian untuk apa aku menyesal … dia berhasil masuk MN Group karena sering bergaul sama aku, selebihnya karena dia jago jilat makanya naik jabatan.”
Bukan teman namanya jika kalian belum berghibah di jalan raya, layaknya Kanaya dan juga Lorenza, Perjalanan sejauh apapun takkan terasa karena diisi dengan pembicaraan sedemikian rupa.
-
.
.
.
Malam mulai menyapa, sejak tadi Kanaya ketar-ketir menanti kedatangan pria yang sudah dia bayar cash tadi pagi. Andai kata pria itu tidak datang, alangkah sialnya nasib Kanaya kali ini.
“Nunggu siapa? Pacar baru lagi, Naya?”
“Ehm, iya, Mas.”
Malu sejujurnya, dia juga heran kenapa kakak kandung tertuanya memiliki sifat yang sama seperti mamanya. Sebenci itu pada Kanaya hingga mereka menarik sudut bibir kala Kanaya berada di titik tersulitnya.
“Naya-naya … Mas bingung sama kamu, seburuk apa kamu memperlakukan laki-laki sampai Gibran saja menyerah, padahal dia udah paling baik loh menurut Mas.”
Kanaya hanya bisa memejamkan mata mendengar ucapan Adrian, kakak tertuanya ini. Berbicara seakan peduli namun nyatanya dia lebih menggigit dan mampu membuat Kanaya sakit.
“Belum jodohnya, Mas, kamu buat apa bahas Gibran lagi? Naya dan Gibran hanya masa lalu, anggap saja teman khilaf.”
Beruntung saja Abygail datang menghampiri dan menyela pembicaraan sang kakak. Bagai penyelamatnya, Abygail memang akan berperan membela walau tak seberjuang papanya untuk Kanaya.
“Ck, teman khilaf bisa sampai 3 tahun.” Adrian berdecih, sungguh Kanaya semakin sakit dibuatnya.
“Ya mungkin ….”
“Hai, aku terlambat ya?”
Kanaya terdiam untuk beberapa saat, kehadiran pria itu membuatnya seakan lupa jika batinnya tertekan akibat sang kakak. Bagai pangeran kuda putih yang dikirimkan Tuhan untuknya, Kanaya sempat bingung harus berbuat apa. Namun prilaku sopan pria itu yang segera menjabat tangan kedua kakaknya membuat Kanaya salut.
“Siapa?” Adrian terlihat kaku, menatap kagum pria berjas hitam di depannya.
“Ibrahim Megantara, salam kenal … Kakak atau siapa manggilnya, Sayang?” Pria itu menatap sekilas Kanaya yang justru tengah dibuat melongo karena tingkahnya.
“Mas aja,” sahut Abygail menyadari adiknya justru sama bingungnya.
“Ah iya maaf, Mas … aku telat,” tutur Ibra dengan memperlihatkan gigi rapihnya, sungguh pesona yang tidak mampu ditolak siapapun.
Usai berkenalan dengan keduanya, Ibra beralih pada Kanaya yang kini terpaku menatapnya. Baru sadar dia tampan atau bagaimana, pikir Ibra.
“Jangan menatapku sedalam itu, nanti cinta,” bisiknya dan membuat Kanaya menunduk seketika. Tak salah jika dirinya membayar mahal Ibra, karena nyatanya memang hasil kerja Ibra sebaik ini.
Jemari Kanaya bahkan dingin kala Ibra menggenggamnya, pria itu memperlakukan Kanaya benar-benar seperti kekasih sungguhan.
Tak butuh waktu lama keduanya menjadi pusat perhatian, dan tak terlepas dari pandangan pasangan pengantin yang menatap tak suka akan kedekatan Kanaya dengan seorang pria yang bisa dipastikan adalah kekasih barunya.
“Keluargamu banyak sekali, papamu mana?” Kanaya lupa, harusnya tadi dia memberikan syarat pada Ibra untuk tidak banyak tanya.