Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nikahi perempuan itu!
Andre melemparkan handphone nya ke atas kasur. Dia sudah selesai membasuh tubuh. Lelah yang tadi sempat terasa kini sedikit luntur. Berendam air dingin nyatanya menjadi obat mujarab untuk melenturkan otot-otot yang tegang setelah seharian bekerja.
Setelah mengambil sebuah buku usang di dalam lemari, Andre merebahkan punggungnya di atas sofa. Dia mengenakan kacamata baca berlensa bulat, yang membuatnya terlihat mirip dengan tokoh penyihir dari sebuah novel ternama. Wajah Andre memang terlihat bule, tapi buku yang sedang dia baca kini bertuliskan aksara jawa.
Buku peninggalan Sang Kakek, yang nyaris separuh bagian isinya tidak Andre pahami. Kali ini Andre terpaku pada bagian tengah halaman yang menceritakan soal persembahan kepala kebo bule. Andre penasaran, dan ingin memastikan apa fungsi menanam kepala kerbau di halaman rumah.
"Kebo gupak, ajak-ajak," ucap Andre membaca sepenggal kalimat yang ada di dalam buku.
"Keburukan cenderung akan mempengaruhi orang lain. Ritual mengubur kebo bule adalah untuk menghindari keburukan. Tapi keburukan macam apa yang harus dibentengi dengan ritual semacam ini?" gumam Andre sendirian. Dia kembali memperhatikan liontin akiknya yang retak.
Kakek Andre adalah orang yang menyukai literasi ilmu kuno. Andre dibesarkan dengan memegang teguh kebiasaan dan wawasan orang yang sering dipanggil sesepuh. Laki-laki itu akhirnya menyukai bebatuan akik yang dipercaya menyimpan khasiat. Namun sayangnya, Andre tetaplah seorang penakut yang mempercayai hal-hal klenik.
Terdengar suara Bi Irah memanggil. Andre menutup bukunya dan melangkah keluar kamar. Rupanya Bi Irah berada di dapur bersama Nurma, Ibu Andre. Di lantai tampak berserakan nasi dan juga piring plastik yang terlempar di bawah meja.
"Ada apa ini Bi?" tanya Andre dengan nada suaranya yang sedikit tinggi.
"Maaf Mas. Bunda melempar makanannya," jawab Bi Irah tertunduk.
Andre menghela napas panjang. Dia sedang lelah, amarahnya mudah tersulut. Namun kalau soal Bunda nya, Andre akan selalu mengulas senyum. Bola mata Andre tampak berkaca-kaca di depan Nurma. Bi Irah beringsut mundur saat Andre berjongkok di depan Sang Bunda.
"Bunda kenapa? Kok nggak mau maem?" tanya Andre kalem. Nurma tidak menyahut.
"Dari pagi lho Mas. Maunya cuma minum susu sama makan buah. Perutnya sedari tadi berbunyi. Sama sekali tidak ada karbohidrat ataupun protein yang masuk," sahut Bi Irah sembari membersihkan lantai.
"Bunda? Makan ya?" Andre menatap Nurma. Membelai lembut punggung tangan Bundanya itu.
"Kamu sudah pulang Nak?" Nurma membuka mulut kali ini. Menatap Andre dengan ekspresi datar.
"Iya, ini Andre. Baru pulang dari kantor. Bunda mau Andre suapin?"
Nurma menggeleng pelan. Andre semakin bingung. Dia ingat terakhir kali Bundanya mogok makan ketika Bi Irah meminta ijin untuk libur satu minggu.
"Bi, apa Bibi membicarakan sesuatu pada Bunda? Apa Bibi meminta ijin cuti?" tanya Andre penuh selidik.
"Ndak Mas. Aku nggak ijin cuti," sergah Bi Irah menggeleng cepat.
Andre kembali menatap Nurma. Dia terus mengusap-usap punggung tangan Sang Bunda.
"Bunda kenapa nggak mau makan? Apa Andre ada salah?" tanya Andre memelas.
Nurma tiba-tiba menatap Andre. Matanya melotot. Napasnya terdengar kasar.
"Kamu harus segera menikahinya," ucap Nurma dengan suaranya yang serak. Andre semakin bingung mendengar penuturan Bundanya.
"Menikahi siapa Bunda? Andre belum memiliki pacar. Andre belum menemukan yang cocok untuk merawat Andre, juga merawat Bunda," kilah Andre. Bi Irah diam mendengarkan.
Ucapan Nurma adalah sebuah hal baru bagi Andre. Sebelumnya perempuan itu tidak pernah mengungkit soal pernikahan putranya. Mungkinkah Nurma mulai menyadari jika Andre sudah hampir mencapai usia yang ke tiga puluh?
"Perempuan cantik berkebaya putih kemarin datang. Bunda suka. Kamu harus jadi laki-laki yang bertanggungjawab. Nikahilah dia," ujar Nurma bersungguh-sungguh.
Andre menoleh pada Bi Irah. Mencoba mencari tahu siapa perempuan yang dimaksud Sang Bunda. Namun Bi Irah mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.
"Baiklah Bunda. Tapi yang penting Bunda makan dulu ya," ucap Andre merayu. Dia beranggapan Nurma sedang berhalusinasi. Maka yang terpenting sekarang adalah merayu agar Sang Bunda bersedia makan.
"Mau Andre suapin?" tanya Andre sekali lagi.
"Sama Bi Irah saja," jawab Nurma singkat.
Tanpa disuruh Bi Irah segera mengambil piring dan nasi baru dari penanak nasi. Andre tersenyum dan menghela napas lega. Setelah memastikan Sang Bunda makan lahap disuapi Bi Irah, Andre kembali ke kamarnya.
Handphone Andre bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Lilis. Untuk sesaat dada Andre berdebar mengetahui petugas perempuan galak itu menelponnya.
"Aku mendapat sebuah informasi baru," ucap Lilis tanpa basa-basi.
Andre menghela napas. Sedikit kecewa ternyata Lilis menelponnya untuk urusan pekerjaan.
"Kenapa menghela napas sampai terdengar di telingaku? Kamu kecewa aku menghubungimu untuk urusan pekerjaan?" tanya Lilis kemudian. Sebuah pertanyaan yang tepat sasaran. Membuat Andre nyaris menjatuhkan handphone nya.
"Kamu mengejekku? Aku hanya sedang lelah memikirkan kasus," kilah Andre. Keraguan terlihat jelas di wajahnya. Tawa Lilis terdengar nyaring di telpon. Andre tidak dapat menerka apa yang sedang dipikirkan perempuan galak itu.
"Aku baru saja dihubungi petugas forensik. Di bagian paha kanan korban, maksudku Hendra, ditemukan sebuah tulisan. Lebih tepatnya aksara sih," jelas Lilis. Kali ini nada bicaranya terdengar serius.
"Tato maksudmu?" tanya Andre.
"Bukan. Awalnya petugas menganggap itu hanya noda kotoran debu atau semacamnya. Tapi saat mereka memeriksa mayat Totok ditemukan noda yang serupa. Hasil identifikasi, noda itu berasal dari sejenis arang hasil pembakaran," jawab Lilis. Ucapannya membuat Andre bingung.
"Gambarnya akan kukirimkan padamu. Kurasa besok kamu perlu untuk mencoba mengajak Melati berkomunikasi. Dia adalah saksi kunci, apa yang sebenarnya sedang kita hadapi," pungkas Lilis. Andre menelan ludah mendengar peringatan dari Lilis.
Setelah telpon dimatikan, Andre memeriksa gambar yang Lilis kirimkan. Dua buah gambar kaki dengan noda hitam di bagian paha luar. Terdapat aksara jawa yang terlihat ditulis dari bawah ke atas. Huruf Ca di kaki Hendra. Dan huruf Ra pada kaki Totok.
"Apa ini? Jelas bukan sebuah kebetulan," gumam Andre.
Kembali terdengar teriakan Bi Irah dari dapur. Andre meletakkan handphone nya di meja kamar. Kemudian melompat dari tempat tidur dan berlari menuju ke dapur. Padahal saat itu terdapat sebuah panggilan masuk dari nomor Tabah.
Sampai di dapur, Andre menemukan Bundanya muntah-muntah. Bi Irah terlihat panik.
"Mas, Bunda tiba-tiba saja muntah. Padahal baru saja makan dengan lahap," pekik Bi Irah dengan wajahnya yang gusar. Sedangkan Nurma terlihat terengah-engah mengatur napas.
"Kita ke rumah sakit sekarang Bi. Aku keluarin mobil dari garasi. Bibi bersihin baju Bunda. Ambil selimut, bantal yang nyaman. Terus bawa Bunda ke depan ya," perintah Andre. Bi Irah mengangguk mengiyakan.
"Ndree!" pekik Nurma tiba-tiba.
"Ada apa Bunda?" tanya Andre mendekati Nurma.
"Kamu berbohong! Kamu menyukai gadis lain. Kamu harus menikahi gadis berkebaya putih. Pokoknya nurut sama Bunda!" bentak Nurma. Sekali lagi perempuan itu muntah. Cairan yang keluar dari mulutnya berwarna hitam pekat dan berlendir. Dengan aroma yang mirip seperti lumut.