"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 : Terlalu Berlebihan
..."Sekuat-kuatnya diri untuk menjadi tegar. Tetap saja hati tidak bisa membohongi apa yang dirasakan, walupun sudah berusaha keras mati-matian menutupi rasa sakit yang kian bertambah, dan semakin larut dalam kepedihan."...
...~~~...
Karena kaget, dengan gerakan cepat Alaska menggendong tubuh Arumi yang cukup berat itu. Membawanya ke dalam kamar yang berada di atas, dengan bersusah payah untuk membawanya sampai ke sana.
Tubuh Arumi dibaringkan di atas tempat tidur miliknya. Ia menatap wajah cantik itu dengan seksama, lalu ia pun mengoyangkan wajah Arumi.
"Bangun! Jangan banyak drama kamu! Aku tahu kamu cuma berpura-pura pingsan supaya aku memperhatikanmu," ucap Alaska dengan tangan yang masih menggoyangkan wajah cantik itu.
Hening tidak ada perubahan, ataupun sahutan apa-apa dari sang empu. Alaska pun mulai gelisah, bukan karena ia mencintainya atau merasa bersalah, tetepi ia takut jika sampai orang tuanya tahu soal ini.
"Aduh bagaimana ini? Dia enggak bangun-bangun lagi. Apa dia beneran pingsan? Tapi ini gak mungkin kan?" gumamnya yang terus menatap wajah Arumi, sesekali mengoyangkan kedua pipinya pelan.
"Benar dia pingsan, aku harus menghubungi dokter. Jangan sampai Papa tahu," lanjutnya kembali dengan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Hallo, Dika segera datang ke rumah. Aku sedang membutuhkanmu. Cepat dan bawa alat yang dibutuhkan untuk memeriksa istriku!" ucap Alaska setelah panggilannya terhubung dengan nomor sahabatnya yang menjadi dokter di sebuah rumah sakit ternama.
"Hah istri? Sejak kapan kamu menikah Alaska? Kamu enggak mengundangku," balas Dika di seberang sana berbeda dengan yang diharapkan oleh Alaska.
"Sudahlah jangan banyak bertanya! Sekarang juga kamu ke sini! Istriku pingsan," kata Alaska dengan penuh penegasan.
"Oke baik, saya segera ke rumahmu." Dika terlihat mengalah jika sudah mendengar Alaska begitu.
"Bagus, tapi ingat! Rumah baruku bukan rumah orang tuaku! Jangan pake lama!" ucap Alaska memperingati.
"Iya, kamu tunggu saja. Aku akan segera ke sana dalam sepuluh menit," ucap Dika di sebrang sana soraya mematikan panggilan teleponnya dengan Alaska.
Sembari menunggu Dokter Dika datang, Alaska ke bawah meninggalkan Arumi sendirian. Rasanya tenggorakannya kering, ia ingin meminum air untuk melegakan rasa hausnya.
Di dapur terlihat Bibi Retno yang sedang menyiapkan makanan dan juga minuman untuk dibawa ke kamar Alaska. Setelah ia tahu Arumi pingsan, Bibi Retno tidak diam saja, lantas ia menyiapkan makanan untuk istri dari majikannya itu.
"Bi, itu untuk siapa?" tanya Alaska setelah usai meneguk segelas air putihnya tadi. Tatapannya kini beralih ke nampan yang dipegang oleh pembantunya itu.
"Oh ini Den, Bibi bawakan makanan untuk Non Arumi." Dengan ragu Bibi Retno tetap menjawabnya.
"Untuk Arumi? Kenapa dibawakan makanan?" tanya Alaska menatap heran. Ia berpikir harusnya dirinya yang diberi makanan bukan Arumi, karena istrinya itu ada di rumah seharian sudah pasti tercukupi.
"Eemmm ... anu Den. Non Arumi bel--." Belum sempat Bibi Retno menyelesaikan ucapannya, suara bel berbunyi dari luar.
Ting! Tong!
"Biar Bibi buka dulu pintunya Den," ucap Bibi Retno menyimpan kembali nampan yang sempat dibawanya. Dengan gerakan cepat, ia membuka pintu utama.
"Selamat datang Dokter Dika, silahkan masuk," ucap Bibi Retno menyambut kedatangan sahabat dari majikannya itu.
"Ya, terimakasih. Di mana Alaska?" tanya Dika langsung menanyakan keberadaan sahabatnya itu.
"Aku di sini," sahut Alaska yang tiba-tiba datang dari dapur.
Meraka berdua pun sejenak berpelukan, lalu segara berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Alaska untuk menghampiri Arumi.
Ceclek!
Pintu kamar dibuka cukup lebar oleh Alaska, Dika pun dengan mudah masuk ke dalam kamar yang di dalamnya telah ada seorang gadis berbaring lemas di atas tempat tidur berukuran cukup besar itu.
"Jadi, ini istrimu Alaska?" tanya Dika yang sedikit tertegun menatap wajah Arumi yang baru kali ini ia lihat.
Cukup lama Dika memandangi wajah cantik Arumi, ia cukup kaget melihatnya. Apalagi yang ia lihat sekarang, sebagai seorang istri dari sahabatnya, dan ia tahu betul seperti apa Alaska itu. Cukup heran jika Alaska mendapatkan gadis secantik dan sesholehah Arumi.
"Ya, dia istriku. Jangan menatapnya lama-lama, aku tidak suka melihatmu seperti itu! Cepatlah periksa keadaan istriku!" tegas Alaska cukup kesal dengan sikap Dika yang seenaknya menatap wajah cantik Arumi.
"Haha, cukup posesif juga kamu? Maaf aku tidak sengaja menatapnya, dia terlalu cantik sehingga membuatku tertarik untuk menatapnya berlama-lama," ucap Dika semakin membuat Alaska kesal.
"Sialan kamu, Dika! Dia istriku! Jangan kurang ajar kamu! Periksa sekarang, atau kamu keluar dari sini, dan aku akan mencarikan dokter lain untuk memeriksa istriku?" ucap Alaska yang sudah tidak tahan dengan sikap Dika.
"Santai saja kali, lagian aku cuma bercanda. Aku periksa sekarang. Lagian benar juga istrimu bergitu cantik," ujar Dika di akhir katanya membuat Alaska geram. Namun, ia juga tidak bisa mengusir Dika begitu saja.
Alaska terus menatap Arumi yang sedang diperiksa oleh sahabatnya itu, sesekali ia memperingati Dika untuk tidak menyentuh istrinya dengan lancang. Entah kenapa, ia tidak suka melihat Dika berdekatan dengan Arumi, walaupun istrinya itu masih belum sadar.
"Gimana? Arumi baik-baik saja kan?" tanya Alaska setelah melihat Dika selesai memeriksa istrinya itu.
"Dia baik-baik saja, tapi apa sebelumnya dia mengerjakan sesuatu sampai membuatnya kelelahan dan pingsan?" tanya Dika kini serius menatap Alaska.
Deg!
Alaska cukup kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Dika, ia bingung harus menjawab apa. Tidak lama dari itu, ia pun menjawab tanpa menjelaskan detailnya.
"Ya, dia sudah kelelahan mengurus rumah karena terlalu rajin," jawab Alaska dengan santainya seolah bukan dirinya yang bersalah.
"Oh begitu, tatapi ada yang ganjal dari apa yang kamu katakan. Tidak mungkin ia kecapean mengurus rumah, sedangkan di sini ada pelayan dan juga pembantu yang bisa mengerjakannya. Apa kamu memperlakukannya layaknya pembantu?" ujar Dika berhasil membuat Alaska kalang kabut.
"Sialan! Bagaimana bisa Dika tahu kalau aku menyiksanya dan memperlakukannya tidak baik?" gumam Alaska yang hanya diucapkan di dalam hatinya saja.
"Tidaklah! Aku sangat meratukan istriku, tidak mungkin aku membuatnya melakukan pekerjaan pembantu. Tadi Arumi cukup bandel, dia ingin membersihkan rumah sendiri tanpa bantuan pembantu, walupun aku sudah melarangnya. Ini tentu salahnya, aku hanya mengiyakan apa yang istriku inginkan," jelas Alaska berbanding terbalik dengan kenyatannya.
Sungguh licik Alaska membuat nama Arumi buruk di hadapan Dika, padahal yang bersalah adalah dirinya sendiri.
"Oh jadi itu yang membuat istrimu kelelahan? Lain kali jangan mengijinkannya mengerjakan pekerjaan terlalu berat dan beresiko untuk kesehatannya, karena aku lihat tubuhnya cukup lemah seperti belum sehat sepenuhnya," ucap Dika yang entah kenapa selalu menunjukan yang sebenernya terjadi.
"Tentu saja aku akan menjaganya. Istriku baru sembuh dari koma makanya tubuhnya cukup lemah," ujar Alaska selalu menyembunyikan fakta yang sebenarnya terjadi.
"Bagus, sebentar lagi istrimu akan sadar. Aku akan berikan resep obat untuknya dan kamu harus membelikannya segera!" kata Dika sembari menuliskan resep obat untuk diminum oleh Arumi.
Alaska hanya diam, ia terus menatap wajah cantik Arumi walupun terlihat begitu pucat.