✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wifeꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Setelah Beberapa Hari
Di malam itu, hujan pun turun dengan derasnya membasahi jalanan yang kini sepi. Aruna baru saja keluar dari minimarket kecil, tas belanjaannya berisi beberapa makanan ringan juga obat-obatan yang biasa dia simpan di apartemennya.
Sesekali, dia menatap ponselnya, berharap tidak ada pesan mendadak dari kantornya atau dari Nero. Jalanan malam itu lengang, mungkin karena hujan, dan suasananya sedikit mencekam dengan lampu-lampu jalan yang suram.
Ketika Aruna melangkah lebih jauh menuju apartemennya, sebuah suara ribut menarik perhatiannya. Di sudut jalan, tak jauh dari sebuah klub malam, ia melihat sekelompok pemuda yang terlibat perkelahian. Hatinya bergetar, ia sejenak ingin melanjutkan perjalanan tanpa terlibat, tetapi nalurinya berkata lain. Seorang pemuda tampak dikeroyok oleh beberapa pria, dipukul, didorong, dan ditendang tanpa ampun.
Aruna merasa kasihan, dan tanpa berpikir panjang, ia melangkah mendekat, mencoba memahami situasinya. Pemuda yang babak belur itu berjalan terhuyung-huyung menjauh dari mereka, namun kelompok itu tidak membiarkannya lolos. Satu pukulan keras membuat pemuda itu jatuh ke tanah, sementara yang lain bersorak dan bersiap untuk memukulnya lagi.
Aruna menggigil, bukan hanya karena hujan yang mulai membasahi tubuhnya, tetapi juga karena ketakutan dan keputusasaan yang terpancar dari mata pemuda yang dikeroyok itu. Tanpa berpikir panjang, Aruna berani mendekati kelompok tersebut.
"Hei! Berhenti!" serunya lantang, suaranya bergetar namun penuh tekad.
Sekelompok pria itu terkejut, salah satu dari mereka yang tampak paling besar dan berwajah bengis, menoleh ke arahnya. “Ini bukan urusanmu, nona. Pergilah sebelum kau ikut terlibat,” ujarnya dengan nada memperingatkan.
Aruna merasa darahnya mendidih. Meski ia tahu dirinya bukan tandingan mereka, dia tidak bisa diam saja menyaksikan kekerasan ini. Dengan cepat, dia mencoba berpura-pura bahwa pemuda yang terkapar itu adalah sahabatnya.
“Aku sahabatnya! Lepaskan dia sekarang, atau aku akan memanggil... menelpon polisi,” ancamnya sambil merogoh ponsel dari tasnya, berpura-pura telah melakukan panggilan.
Para pemuda itu saling pandang, ragu sejenak. Mereka tidak yakin apakah Aruna benar-benar telah menelpon polisi atau hanya menggertak. Salah satu dari mereka tampak mulai gugup, sementara yang lain mencoba menjaga ketenangan.
“Baiklah, kami akan pergi,” kata salah satu dari mereka dengan nada tidak suka. “Tapi jangan coba-coba ikut campur lagi, gadis bodoh.”
Setelah mengucapkan ancaman terakhir itu, kelompok itu akhirnya pergi, meninggalkan pemuda yang babak belur di tanah. Aruna segera menghampiri pemuda itu, napasnya masih tersengal karena adrenalin.
Ketika ia membungkuk untuk melihat wajah pemuda itu, hatinya seolah berhenti sejenak. Wajah yang lemah dan penuh luka itu… adalah Aron, adik tiri Nero. Aruna tercekat, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Aron?" bisik nya, setengah tak percaya. Dia sudah pernah bertemu Aron beberapa kali, terutama saat Aron mencoba mengganggu hubungannya dengan Nero. Tetapi melihatnya dalam kondisi seperti ini, babak belur, mabuk, dan terluka, membuat hatinya tersentuh. Meski Aron sering menentang hubungannya dengan Nero, Aruna tidak bisa meninggalkannya begitu saja.
Aruna berlutut di samping Aron, dia muali memeriksa lukanya. Wajah Aron memar, bibirnya pecah, dan tubuhnya penuh luka. Aron mengerang pelan, matanya setengah terbuka, tetapi tidak benar-benar menyadari siapa yang ada di depannya.
“Aku akan membawamu ke apartemenku. Kau butuh pertolongan,” gumam Aruna pada dirinya sendiri. Meskipun Aron sering berbuat jahat padanya, ia tidak bisa tega meninggalkannya dalam kondisi seperti ini.
Dengan susah payah, Aruna membantu Aron berdiri. Pemuda itu terlalu lemah dan mabuk untuk bisa berjalan sendiri, sehingga Aruna harus menopangnya sepanjang perjalanan ke apartemennya. Hujan yang deras semakin menambah kesulitan, tapi Aruna tak peduli. Dia harus melakukan ini, untuk Nero… dan mungkin juga untuk dirinya sendiri.
Sesampainya di apartemen, Aruna dengan sigap membersihkan luka-luka Aron. Ia mengambil handuk basah, beberapa plester, dan obat-obatan yang baru saja dibelinya dari minimarket. Aron menggigil, tubuhnya mulai panas karena demam.
"Astaga, kau demam," gumam Aruna cemas saat merasakan suhu tubuh Aron yang semakin panas. Ia segera mengambil obat pereda demam dan memaksa Aron untuk menelannya meskipun dalam kondisi setengah sadar.
Setelah memberikan Aron obat, Aruna menyelimutinya dengan selimut tebal, berharap panas tubuhnya segera turun. Ia duduk di samping Aron, menatap wajahnya yang kini terlihat lebih tenang setelah dirawat.
Saat itu, Aruna berpikir untuk menghubungi Nero. Ini bukan situasi yang bisa ia tangani sendiri, dan Nero perlu tahu apa yang terjadi dengan adiknya.
Aruna meraih ponselnya dan menelpon Nero. Tidak lama setelah dering pertama, suara Nero terdengar di ujung sana.
“Aruna, ada apa?” tanya Nero dengan nada khawatir.
“Aku… aku menemukan Aron malam ini. Dia dikeroyok dan terluka parah. Aku membawanya ke apartemenku. Dia mabuk dan sekarang demam. Aku pikir… kau harus datang sekarang,” jawab Aruna, suaranya bergetar.
Nero terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menjawab dengan tegas, “Aku akan segera ke sana. Tunggu aku.”
...***...
Tidak lama kemudian, pintu apartemen Aruna diketuk. Saat Aruna membuka pintu, Nero berdiri di ambang pintu, basah kuyup oleh hujan. Wajahnya penuh kekhawatiran.
“Apa yang terjadi?” tanyanya segera begitu ia masuk, matanya langsung tertuju pada Aron yang terbaring di sofa, dibalut selimut tebal.
Aruna menjelaskan kejadian yang ia saksikan di jalanan, bagaimana Aron dikeroyok oleh sekelompok pemuda, dan bagaimana dia terpaksa membawanya ke apartemen karena tidak ada tempat lain yang aman.
“Aku tidak tahu harus bagaimana, Nero. Meski Aron sering mencoba menjatuhkan hubungan kita, aku tidak bisa meninggalkannya di sana begitu saja,” ujar Aruna, suaranya penuh simpati.
Nero menatap Aruna dengan perasaan campur aduk—rasa terima kasih dan rasa bersalah bercampur menjadi satu. “Kau benar-benar baik, Aruna. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aron... dia memang selalu bermasalah, begitu sejak mengetahui hubungan kita. Tapi aku tidak pernah berpikir dia akan terlibat dalam hal seperti ini.”
Aruna mengangguk, memahami situasi yang dihadapi Nero. “Aku hanya ingin dia selamat. Bagaimanapun, dia adikmu, dan aku tahu kau peduli padanya.”
Nero mendekati Aron, mengamati wajah adiknya yang penuh luka. Dia menarik napas panjang, merasa bersalah karena tidak bisa mencegah semua ini terjadi. “Aku akan membawanya pulang,” ujar Nero setelah beberapa saat. “Terima kasih, Aruna, kau sudah melakukan lebih dari yang seharusnya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kau tidak menemukannya.”
Aruna tersenyum tipis. “Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar. Kita tidak bisa memilih siapa yang kita tolong, apalagi jika itu keluarga.”
Nero menatap Aruna dengan penuh rasa syukur. Dalam hati, dia semakin yakin bahwa cintanya pada Aruna bukan sekadar perasaan. Aruna bukan hanya wanita yang ia cintai, tapi juga seseorang yang memiliki hati yang besar, yang mampu memahami dan mengampuni meski disakiti.
“Aruna,” kata Nero, suaranya rendah namun penuh makna. “Aku tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan malam ini. Ini adalah bukti bahwa kau adalah wanita yang tepat untukku.”
Aruna menatapnya, merasa haru. “Kita hadapi ini bersama, Nero. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sampingmu.”
Setelah Aron terjaga, Nero membantunya berdiri dan membawanya keluar dari apartemen Aruna. Sebelum pergi, Nero menatap Aruna sekali lagi, memberikan senyum yang penuh dengan rasa terima kasih.
“Kau luar biasa, Aruna. Terima kasih, untuk semuanya.”
Aruna hanya mengangguk, melihat Nero dan Aron berjalan menjauh. Malam itu, meski penuh kejutan, Aruna merasa lebih kuat. Cinta yang ia miliki untuk Nero membuatnya semakin yakin bahwa mereka bisa menghadapi apa pun yang datang, termasuk tantangan dari dalam keluarga Nero sendiri.
...◦•●◉✿ Segera Hadir ✿◉●•◦...
...SEGERA HADIR 15 Oktober 2024...
"Rasa di Balik Langit" – Menyiratkan kisah cinta tersembunyi yang terhubung dengan elemen langit (Bulan, Bintang, dan Pelangi).
sekarang sudah sibuk takut pergaulan anaknya.
bentar mereka keluarga tiri Nero kan? apa bedanya dengan Mereka yang hanya menikmati kekayaan ayahnya Nero
jangan sampai jadi fitnah kalau cuma berdua dengan Aron.
tetap semangat ya thor..