NovelToon NovelToon
Happy Story

Happy Story

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Riska Darmelia

Karya ini berisi kumpulan cerpenku yang bertema dewasa, tapi bukan tentang konten sensitif. Hanya temanya yang dewasa. Kata 'Happy' pada judul bisa berarti beragam dalam pengartian. Bisa satir, ironis mau pun benar-benar happy ending. Yah, aku hanya berharap kalian akan menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riska Darmelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hidup Baginya dan Hidup Bagiku part 2 End.

Andre muncul di kantorku tepat seminggu setelah kepergiannya. Dengan wajah berseri-seri ia memelukku yang baru kembali dari makan siang di restoran dekat kantor. Aku menghirup aromanya yang kurindukan dalam dalam. Aku sangat mencintai Andre. Rasanya tidak bisa marah untuk kali ini.

Andre melepaskan pelukannya dariku. “Kita beneran bakalan punya bayi?”tanyanya sambil menatap mataku.

“Iya. Kamu jangan pergi-pergi lagi. Aku akan butuh kamu untuk jagain aku.”

Andre mengangguk. “Aku pasti akan siap siaga kapan pun kamu butuhin. Aku nggak akan ngilang-ngilang lagi,”janjinya.

“Kemarin kamu kemana, sih?”

“Ngunjungin penulis di Bandung. Sekalian melepas stress dan jalan-jalan. Aku nggak bisa ngajak kamu karena kamu harus kerja. Aku yakin kamu nggak bisa cuti karena kamu lagi sibuk ngurusin proyek baru kantormu.”

Memang benar. Lagi pula kalau diajak dan tidak sibuk pun aku belum tentu mau pergi. Aku tidak terlalu suka jalan-jalan. Aku lebih suka bersantai di rumah kalau memang punya waktu senggang.

“Ya udah. Aku mau lanjut kerja lagi. Nanti malam kita ketemu di rumah orang tuaku. Mama udah berencana ngadain selamatan buat bayi kita. Aku nyerahin semuanya ke tangan mama tapi kata Mama aku harus ikut nyiapin supaya aku puas dengan hasilnya. Karena sekarang kamu udah pulang, kamu harus ikut juga.”

“Mama tau aku pergi?”

“Ya. Seperti biasa.”Hubungan Andre dan Mamaku tidak terlalu baik. Karena itulah Andre selalu menghindari segala kemungkinan untuk bertemu Mama. Tapi rasanya kali ini Andre tidak bisa mengelak.

Andre menghembuskan nafas berat. “Aku pergi dulu. Pulang kerja kamu aku jemput.” Andre mengelus perutku. “Papa pergi dulu, nak,”katanya sambil menatap perutku dengan tatapan penuh kasih sayang.

Dadaku hangat karena kalimat manis Andre. Sedikit memalukan memang melihatnya bicara dengan bayi yang belum bisa mendengar. Untung lobi sepi.

“Hidup buatku nggak serumit omongan Mamamu. Aku cuma menjalani hidup yang santai dan tenang karena memang begitulah caraku berbahagia. Kamu bisa paham?”

Aku dan Andre sedang dalam perjalanan pulang dari rumah orang tuaku. Tadi Andre dimarahi habis-habisan oleh Mama, seolah-olah Mama mengabaikan kedewasaan Andre. Aku merasa Mama menuntut terlalu banyak, tapi aku tidak bisa bicara untuk membela suamiku. Aku tidak pernah berani membantah Mama.

“Mungkin di mata kamu aku bukan suami yang baik karena selalu sibuk dengan pekerjaanku sendiri. Tapi aku benar-benar mencintai kamu. Apa pun yang kulakukan aku tidak pernah berniat selingkuh saat jauh dari kamu. Aku benar-benar bekerja untuk kita berdua. Kamu percaya?”

Aku mengangguk.

Mungkin tuduhan Mama kalau dia pergi jauh untuk bersenang-senang dengan wanita lain benar-benar berbekas di pikiran Andre. Padahal dulu saat aku bercerita tentang Andre yang pergi tanpa kabar Mama hanya diam dan mengatakan kalau memang salahku memilih suami yang berjiwa bebas seperti Andre. Hanya seperti itu. Dulu tidak pernah sekali pun Mama memarahi Andre karena pergi tanpa kabar.

Aku benar-benar menyesal sudah curhat pada Mama. Seharusnya aku bercerita kepada teman-temanku saja. Tapi mereka sedang sibuk mengurusi keluarga mereka. Lagi pula sepertinya mereka sudah bosan mendengar curhatanku tentang Andre pergi tanpa kabar. Persoalan Andre kabur-kaburan sudah jadi masalah dominan dalam kisah pernikahan kami.

“Aku nggak selingkuh. Kamu percaya, kan?”tanya Andre.

“Iya. Tapi kenapa kamu selalu nggak ngasih kabar sama aku kalo pergi? Aku capek khawatir. Kadang-kadang aku juga kayak Mama. Aku pikir kamu pasti pergi sama cewek lain karena nggak ngasih kabar.”

“Aku nggak selingkuh. Aku cuma mau bebas dari hal-hal yang bikin aku stres dan capek. Itu aja.”

“Oh… jadi aku bikin kamu stress dan capek?”

Andre diam.

“Maaf, deh,”kataku dengan nada menyindir.

“Aku cuma suka hidup dengan caraku. Aku tahu kamu susah untukn paham. Tapi aku butuh dukungan kamu sebagai istriku. Cobalah untuk paham,”kata Andre dengan suara datar.

“Aku udah coba dari dulu. Kamu aja yang nggak paham semua usahaku. Aku selalu coba ngertiin kamu, tapi kamu nggak pernah sadar dengan semua usahaku. Sebenarnya kamu butuh aku bersikap seperti apa?”

“Aku cuma butuh kamu suka apa yang aku lakuin. Kita bukan pasangan baru lagi. Masa gitu aja kamu nggak ngerti.”

Aku kesal sekali. “Aku nggak mau ngomongin hal ini lagi,”kataku.

“Oke,”jawab Andre.

Sampai di rumah aku dan Andre tidak saling bicara lagi. Aku berpikir, entah siapa yang benar-benar salah diantara kami berdua. Aku yang sibuk mencurigai Andre sampai dia merasa tidak nyaman atau Andre yang selalu melarikan diri setiap ada masalah kecil yang bahkan tidak aku pahami.

Yang bisa kumengerti, bayi kami tidak terlalu beruntung punya orang tua seperti kami berdua.

“Pak Andre di kantor seperti biasa aja, Bu. Penerbitan lagi bagus kondisinya karena banyak buku layak terbit yang dikirim penulis-penulis baru mau pun lama. Pak Andre sering curhat kalau penerbit bakalan untung banyak tahun ini. Gitu aja sih.”

Aku menyeruput tehku dengan santai. “Nggak ada berita special sama sekali?”

Saras menggeleng.

Perusahaan baik-baik saja tapi akhir-akhir ini Andre sering melamun. Aku sudah berkali-kali bertanya apa ada masalah yang sedang ia hadapi tapi Andre selali berkata dia tidak ingin bercerita. Andre berkata belum saatnya ia menceritakan masalahnya padaku.

“Kamu pernah ngeliat Andre dekat sama perempuan lain?”tanyaku lagi.

Saras tertawa. “Rasanya soal itu Bu Sari lebih tau bagaimana pak Andre dari pada saya. Pak Andre cuma milik Bu Sari. Di kantor Bu Sari tidak dekat secara khusus dengan perempuan mana pun.”

Kalau begitu kenapa akhir-akhir ini Andre sering melamun? Kalau bukan bermasalah denganku atau urusan kantor, kenapa ia terlihat sibuk dengan urusannya sendiri?Aku benar-benar tidak mengerti.

“Menurut kamu ini ada hubungannya dengan perginya Andre bulan kemarin?”tanyaku.

Saras terlihat berpikir sebentar. “Oh… mungkin sih. Soalnya Pak Andre suka sekali dengan karya penulis yang dia kunjungi itu. tapi penulis itu katanya nggak mau nulis lagi, dia ingin fokus kuliah katanya. Itu yang Pak Andre ceritakan pada saya.”

“Penulisnya perempuan?”

“Laki-laki. Masih kuliah dan hampir jadi mahasiswa abadi.”

Andre tidak pernah bercerita kalau dia punya penulis yang secara khusus dia suka padaku. Di mataku pekerjaan Andre hanyalah urusan bisnis. Kalau ternyata dia punya ketertarikan emosi pada seseorang, rasanya Andre gagal bersikap profesional.

“Kamu punya alamatnya?”

“Maaf. Kalau itu rahasia perusahaan, Bu. Kalau penulis ini komplein ke penerbit kaena data pribadinya bocor, pekerjaan saya bisa terancam. Mohon pengertiannya.”

Sepertinya aku harus bertanya langsung pada Andre.

“Kamu lagi deket sama Saras, ya?”tanya Andre.

“Ya, Andre. Aku suka ngobrol sama Saras. Dia temen ngobrol yang asyik sekaligus informan yang baik. Dari dia aku tau di kantor kamu ngapain aja. Jangan ganti Saras dengan orang lain.”

“Aku udah lama curiga kamu mata-matain aku lewat sekretarisku. Kenapa kamu sekarang berterus terang?”

“Aku pengan kita saling percaya sekarang. Sebentar lagi kita bakalan punya anak. Selain tanggung jawab, sebentar lagi kita harus saling berkerja sama untuk membesarkan anak kita. Kita harus mulai saling berbagi kepercayaan sekarang.”

Andre menyalakan rokoknya. Ia menghembuskannya sebentar sebelum menatapku. “Apa yang mau kamu tau?”

“Apa yang bikin kamu sering melamun akhir-akhir ini?”

Andre mendesah lalu terdiam. Aku menunggunya bicara sementara Andre menatap jauh ke luar jendela ruang tamu, tempat kami biasa menghabiskan akhir pecan di pagi hari sambil menikmati kopi.

Aku kehilangan kesabaran. “Sebenarnya aku ini kamu anggap apa sih, Ndre? Kamu nggak pernah mau ngomongin masalah kamu sama aku. Kamu nggak mau berbagi hidup lagi sama aku?”

Andre menatapku. Tatapan yang menyiratkan dia bimbang. Aku mencoba lebih sabar lagi menunggu dia bicara.

“Aku ketemu sama seseorang yang kehidupannya mirip aku di masa lalu. Dia ngingetin aku sama diriku waktu masih muda dulu.”

“Dia siapa?”

“Seorang penulis muda berbakat yang karyanya adalah salah satu karya terbaik yang penerbitku pernah terbitin. Dia selalu kesulitan ekonomi karena kesukaannya pada narkoba. Dia ketangkep dan kemarin aku jenguk dia di penjara. Dia kurir juga. Bakalan sulit bikin dia bebas.”

Aku menelan ludah. “Bagian mananya yang mirip di antara kalian berdua?”

“Aku make dan pernah kesulitan ekonomi juga sampai jadi kurir. Syukurlah aku nggak pernah masuk penjara.”

“Kamu pernah make?”tanyaku tidak percaya.

Andre tersenyum. “Itu salah satu hal yang nggak pernah aku ceritain sama kamu dulu. Dulu aku belum nemuin alasan buat cerita, jadi aku nggak cerita.”

Aku terdiam. Ternyata aku tidak tahu apa-apa soal masa lalu Andre. Aku merasa sama saja dengan orang asing yang baru Andre kenal. Aku hanya tahu apa yang aku lihat selama ini. Masa muda Andre ternyata lebih gelap dari yang aku kira.

“Jadi kamu pergi kemarin bukan karena aku, kan?”

“Setelah hampir sebulan kamu baru nanya?”

Andre terkekeh. “Kita memang pasangan yang nggak saling terbuka, ya. butuh jeda selama itu buat kamu nanya ke aku?”

Aku menunggu jawaban Andre sambil menatapnya dengan tatapan tidak sabar yang sengaja aku tunjukkan terang-terangan.

Andre mendehem. “Nggak. Buka karena kamu.”

“Trus puisi itu maknanya apa?”

“Cuma ingin menyampaikan isi hatiku ke kamu.”

“Kamu sengaja ninggalin aku?”

Andre menggeleng.

Aku membuang nafas yang terasa sedikit menyesakkan dada. Aku baru sadar kalau pertanyaan yang baru saja Andre jawab sedikit membebani dadaku. Aku senang dia tidak sengaja. “Kamu tau nggak, lampu sempat mati saat kamu pergi. Untung matinya nggak lama.”

Andre menatapku dengan pandangan lembut. “Maaf, ya. Aku benar-benar nggak sengaja ninggalin kamu sendiri. Aku benar-benar peduli pada keadaan Arman. Aku udah lama pengen ngasih puisi itu ke kamu dan baru sempat ngasih saat itu. Baris terakhir itu aku bikin belakangan.” Andre tertawa kecil. “Maaf, karena udah bersikap kekanak-kanakan.”

“Aku maafin. Tapi mulai hari ini kamu harus ingat untuk selalu terbuka sama aku.”

Andre mengangguk dan tersenyum. “Masih ada yang ingin kamu tanyain sama aku?”

“Kita bisa jenguk orang yang katamu mirip kamu waktu muda itu? Aku penasaran orangnya kayak apa. Aku mau cuti. Sekalian berlibur.”

“Namanya Arman.”

“Ya, Arman. Kita kunjungin dia di penjara.”

“Yakin?”

“Iya.”

“Oke. Kapan pun kamu bisa pergi aku bersedia.”

“Dan ceritain juga bagaimana hidup kamu sebelum kita bertemu. Jangan sembunyiin apa pun lagi dari aku.”

“Oke. Aku harus mulai cerita dari mana?”

“Kamu waktu remaja.”

Andre mulai bercerita dan aku mendengarnya sambil sesekali menyesap teh dan makan biskuit. Dari cerita Andre aku sadar ternyata ia tidak sedangkal yang aku kira. Ada banyak ide dan pikiran cemerlang yang kutemukan dari cerita-ceritanya. Aku merasa hanya harus mulai memahami cara hidup yang berarti baginya karena selama ini Andre berhasil menghargai cara hidup yang berarti bagiku.

~Selesai~

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka.....
gabung di cmb yu....
untuk belajar menulis bareng...
caranya mudah cukup kaka follow akun ak ini
maka br bs ak undang kaka di gc Cbm ku thank you ka
Riska Darmelia
〤twinkle゛
Terima kasih sudah menghibur! 😊
Riska Darmelia: sama-sama/Smile/
total 1 replies
Tiểu long nữ
Suka dengan gaya penulisnya
Riska Darmelia: makasih.
total 1 replies
🍧·🍨Kem tình yêu
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
Riska Darmelia: terima kasih karena sudah membaca.😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!