Gema Tangkas Merapi, siswa tampan dan humoris di SMA Gajah Mada, dikenal dengan rayuan mautnya yang membuat banyak hati terpesona. Namun, hatinya hanya terpaut pada Raisa Navasya, kakak kelas yang menawan. Meski Gema dikenal dengan tingkah konyolnya, ia serius dalam mengejar hati Raisa.
Setahun penuh, Gema berjuang dengan segala cara untuk merebut hati Raisa. Namun, impiannya hancur ketika ia menemukan Raisa berpacaran dengan Adam, ketua geng sekolahnya. Dalam kegalauan, Gema disemangati oleh sahabat-sahabatnya untuk tetap berjuang.
Seiring waktu, usaha Gema mulai membuahkan hasil. Raisa perlahan mulai melunak, dan hubungan mereka akhirnya berkembang. Namun, kebahagiaan Gema tidak berlangsung lama. Raisa terpaksa menghadapi konsekuensi dari pengkhianatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Retaknya hubungan
“Ada ... ada yang mau aku omongin,”
Adam mengangguk, ia mematikan mesin motornya lalu melepas helmnya. “Kamu mau ngomong apa?” tanya Adam penuh nada perhatian. Ia mendekatkan motornya ke Raisa dan melepas helmnya, agar lebih memperhatikan wajah pacarnya itu.
“Maafin aku lagi ya, aku nggak minta ijin yang buat aku berduaan sama Gema di UKS, dan nginep dirumah dia,” ucap Raisa.
Adam tersenyum kecil dari dalam helmnya. “Walaupun lu udah minta maaf, tapi hati gua udah keburu sakit,” batin Adam.
“Iya, nggak apa-apa, udah aku maafin, tapi lain kali ijin dulu ya,” Adam berusaha menutupi rasa sakit hatinya.
“Iya, aku janji, hati-hati dijalan ya,” Raisa tersenyum manis.
Melihat itu, rasa sakit dihati Adam memudar.
Memang wanita, walaupun selalu menggunakan trik murahan, tapi selalu berhasil.
Adam mengangguk. Cup. Adam mencium pipi Raisa. Seketika pipi putih mulus itu memerah, dan Raisa membelokan matanya.
“Gitu dong, jangan sedih-sedih mulu,” Adam menancap gas meninggalkan Raisa setelah memakai kembali helmnya. Gadis itu terdiam sejenak, lalu ia akhirnya masuk ke rumahnya.
Di dalam rumahnya, lebih tepatnya dikamar nya. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya, pikirannya berkecamuk ke pembicaraan nya dengan Gita.
“Lu harus pilih salah satu Ra, karena lu bisa aja nyakitin dua orang itu,”
“Raisa-raisa, kenapa sih lu nggak mikirin perasaan orang lain?” Raisa bermonolog.
......................
Berpindah ke Gema, ia kini sedang bermain basket bersama ketiga sahabatnya. Mereka tidak peduli bel pulang sekolah untuk kelas 11 sudah berbunyi setengah jam yang lalu, dan baju hitam dalaman mereka sudah basah akibat keringat.
Gema mendribble bola di dekat ring, Tara menghadangnya siap merebut bola. “Gem!” Dava melambaikan tangannya, Kian yang satu tim dengan Tara langsung menutupi Dava.
Tara sempat menengok ke belakang, namun itu malah memberi celah. Gema langsung melakukan dribble dengan tangan berbeda dan berjalan mendekati ring.
Dunk!
Gema melompat dan memasukkan bola. “Wo!” teriaknya dengan bangga. Dava langsung mengajaknya tos. “Siapa yang menang Dav?”
“Kita yang menang, 20-18,” jawab Dava terengah-engah.
Mereka berempat duduk di panggung, sudah ada tas-tas milik mereka yang tergeletak. Gema langsung mengambil botol minumnya dan menghabiskan air yang masih ada setengah.
“Lu nggak nganterin kak Andra Tar?” tanya Dava.
Tara menggeleng. “Emaknya pulang cepet, jadi dia sama emaknya,” Tara mengelap keringat di wajahnya dengan bajunya, membuat perut sixpack nya terlihat.
“Buset dah Tar, keren banget tuh perut,” ucap Dava kagum.
“Iyalah, ayo cabut, udah pada pulang,” mereka menenteng tasnya dan berjalan menuju parkiran.
“Tar, perasaan gua sering liat lu lagi baca komik stepmother friends dan berbagai komik haram lainnya, gak pernah gua liat lu olahraga selain pelajaran,” bingung Kian.
“Eh bangsat, gua jarang olahraga di depan lu pada bukan berarti gua gak pernah,” kesal Tara.
“Oh iya, jadi bego begini gua,” Kian memasang wajah polos. “Lah? Bukannya lu emang bego Ian?” celetuk Dava membuat Gema dan Tara tertawa.
Mereka sudah sampai di parkiran, hanya ada mobil Gema, Tara dan Kian, serta motor Beat milik Dava.
Gema tampak celingak-celinguk, mencari seseorang. “Lu nyariin siapa Gem?” tanya Tara.
“Kalo nyariin kak Raisa, dia udah pulang sama bang Adam,” sahut Dava. Seketika raut wajah Gema berubah menjadi tak senang.
“Napa lu Gem?” bingung Kian. Gema menggeleng dan masuk ke dalam mobilnya.
Gema langsung menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang menatapnya dengan kebingungan.
“Napa sahabat lu Tar?” tanya Kian. “Au, biasalah Gemini,” jawab Tara.
“Emang iya?”
“Au, bodo amat gua sama hal terbullshit sedunia itu,” Tara masuk ke dalam mobilnya.
“Udah biarin aja, Gema si plin-plan itu nanti juga gak badmood,”
Dava dan Kian mengangguk, mereka bertiga akhirnya meninggalkan sekolah.
......................
Gema memarkirkan mobilnya di dekat pagar beton yang tinggi dan tebal, ia sedang berada dalam rumahnya, melainkan rumah Raisa. Gila, buat apa Gema berada di rumah Raisa?
Gema memperhatikan sekeliling, apakah seniornya itu sudah sampai? Tak lama, sebuah motor datang.
siswi turun dari motor sport itu, walaupun wajahnya tertutupi helm, Gema dapat menebak kalau itu adalah Raisa.
Baru saja ingin keluar, tapi itu tertahan ketika menyadari siapa yang mengantar Raisa, ya itu adalah Adam.
Gema memutuskan untuk diam dan memperhatikannya dari dalam mobil. Raisa membuka helmnya, wajahnya terlihat sedih.
“Kak Raisa kenapa?” bingung Gema dalam hati. “Tadi di tangga, dia nangis, kenapa sekarang masih keliatan sedih?”
Gema terus memperhatikan, sampai ada satu hal yang terjadi. Cup. Ia melihat dengan jelas pipi Raisa di cium Adam.
Gema menggenggam erat setir mobilnya, hatinya mendadak terasa berat. Pemandangan Adam mencium pipi Raisa tepat di depan matanya menyulut api cemburu yang tak mampu dia kendalikan. Ia menunduk, memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang kini berpacu lebih cepat dari biasanya.
"Kenapa selalu dia?" batinnya berbisik lirih, penuh amarah yang mulai merembes ke permukaan.
“Bangsat! Kok gua tolol banget sih anjing-anjing,” Gema mengepal tangannya kuat-kuat, sampai-sampai kukunya nyeplak di telapak tangannya.
Gema sempat berharap ada celah di hati Raisa yang bisa dia isi. Namun kenyataan kembali memukulnya—Raisa dan Adam terlihat begitu dekat, seolah-olah tidak ada ruang sedikitpun untuk dirinya.
Raisa yang masih berdiri di dekat pagar rumahnya, kini tampak mengobrol singkat dengan Adam. Sesekali, Raisa tersenyum tipis, tapi senyum itu tak sampai ke matanya.
“Kok gua tolol banget, masih suka dan berharap sama pacar orang sih,” Gema menggerutu pelan, memandang kosong ke arah motornya yang terparkir tak jauh dari situ. Pandangan matanya terus mengikuti Adam yang melaju cepat, meninggalkan Raisa di depan rumah.
Setelah memastikan Adam benar-benar pergi, Gema menarik napas panjang, mencoba menenangkan emosinya. Dia memalingkan wajah ke kursi belakang mobilnya, tempat sebuah tote bag tergeletak, milik Raisa yang ia bawa kemarin ke rumahnya.
Tanpa berpikir panjang, Gema melepas sabuk pengamannya, lalu turun dari mobil sambil membawa tote bag tersebut. Ia berhenti sejenak di depan pagar rumah Raisa, menggoyangkan gerbang untuk memberi tanda.
Tak lama, Raisa muncul di depan pintu, wajahnya tampak kaget ketika melihat Gema berdiri di sana. "Kamu kok disini?" tanya Raisa, membuka gerbang dengan sedikit keraguan.
"Emang kenapa?" jawab Gema dengan nada dingin, wajahnya datar tanpa ekspresi yang biasa hangat.
Raisa terdiam sejenak. Gema yang biasanya selalu ceria dan penuh perhatian kini berbicara dengan dingin, membuatnya tak nyaman. "Nih," Gema mengulurkan tote bag ke arah Raisa tanpa penjelasan lebih lanjut.
Raisa mengerutkan kening, bingung. "Ini apa?" tanyanya, melihat tote bag itu seolah asing baginya.
"Itu pakaian-pakaian lu. Kalo lu ketauan ke rumah gua lagi, pacar lu bisa marah," jawab Gema dingin, suaranya tidak menunjukkan emosi apapun.
Keheningan menyelimuti mereka berdua. Raisa merasakan ada jarak yang semakin lebar di antara mereka, seolah-olah Gema menutup dirinya.
"Gem..." Raisa menghela napas pelan. "Mending kamu langsung pulang deh."
Gema menatapnya, bingung. "Kenapa?"
"Aku lagi nggak mau ketemu orang," jawab Raisa, mencoba menghindari tatapan Gema yang kini berubah tajam.
"Lu ngusir gua?" tanya Gema, suaranya rendah namun tegas. Wajahnya memancarkan ketidakpuasan, membuat Raisa sedikit panik.
"Enggak, bukan gitu maksudnya, Gem," Raisa terbelalak, tangannya gemetar sedikit. "Aku lagi nggak mood buat ketemu siapa-siapa. Aku... badmood."
Gema menatapnya lebih tajam, merasa semakin frustasi dengan situasi ini. "Kenapa? Kenapa gua nggak boleh ketemu atau ngobrol sama lu sekarang? Padahal tadi lu ngobrol Adam, lu bahkan tadi senyum kak, kenapa gua gak boleh?!”
Raisa mengernyitkan dahinya bingung.
“Kenapa kamu ngomong kayak gitu?”
“Gak, gak apa-apa, lupain aja, kayak lu yang selalu lupain gua pas ada Adam,”
“Gem, lu kenapa sih? Tiba-tiba marah-marah gak jelas?! Gua udah sabar ya ngadepin lu selama ini?!” emosi Raisa akhirnya meledak.
“Sebenernya selama ini gua risih sama lu Gem! Lu itu pengganggu!”
bagus kok nevelmu
aku suka