NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perjuangan Chris

Kegelapan menyelimuti ruang sempit itu. Tembok dari beton dingin membuat Chris merinding. Ia menatap pintu besi yang tertutup rapat, mencoba menggali ide untuk meloloskan diri.

“Bisa keluar dari sini?” Suara Allan memecah keheningan, muncul di balik bayangan. Ia duduk bersandar pada dinding, wajahnya pucat dan tampak lelah.

Chris menoleh, “Aku tidak tahu. Jendral itu pasti punya rencana jahat.”

Allan menghela napas, “Dia tidak selalu berhak atas semua pengetahuan. Kita harus berusaha keluar sebelum semuanya terlambat.”

“Jendral itu menyebut kita penghalang bagi rencananya. Dia ingin menguasai teknologi dari pesawat alien itu, dan kita berdua tahu betapa bahayanya jika dia berhasil,” balas Chris, nada suaranya emosional.

“Jangan panik,” Allan menjawab. “Kalaupun dia membungkam kita, akan selalu ada cara lain untuk menghentikannya.”

Chris berpikir sejenak, “Kita butuh bukti, Allan. Hanya itu yang bisa menghentikannya. Kita harus keluar dan memperlihatkan apa yang dia sembunyikan.”

“Betul. Sekarang, mari kita lihat apakah ada celah di pintu ini.” Allan berpindah, bergerak ke arah pintu, meraba-raba pinggirannya.

Ketika itu, suara langkah mendekat. Keduanya terdiam, menunggu. Seorang prajurit muncul, mengenakan seragam lengkap dengan senjata terhunus.

“Dua orang ini, bawa mereka ke ruang interogasi,” perintah prajurit itu dengan nada datar.

“Lepaskan!” Chris berteriak, memukul kaca pintu.

“Bukan urusanmu,” prajurit itu menjawab, menunduk sejenak sebelum mengarahkan senapan ke arah mereka.

Mata Allan melebar. “Chris, tenang. Jangan provokasi.”

“Tidak ada waktu untuk tenang,” Chris menggertak, “Otak jendral sudah terbakar, dan dia butuh kita untuk menutupi kesalahannya.”

“Kalau aku bilang, ini tidak akan berakhir baik,” Allan mengulas pelan, berusaha menenangkan Chris.

Prajurit itu menggerakkan tangannya, membawa keduanya keluar dari ruangan kecil. Chris berjuang, mengangkat kakinya, ingin kabur, namun tak ada harapan.

Mereka dibawa ke ruang yang lebih besar, didesain seperti ruang interogasi. Meja panjang terletak di tengah, di sekelilingnya, kursi-kursi kosong menunggu untuk diisi.

“Duduk,” perintah prajurit dengan suara serak, mengarah pada kursi-kursi yang menanti.

Chris dan Allan menyambutnya dengan tatapan tajam, enggan berkompromi. “Kami tidak akan duduk,” Chris menolak, membalas dengan berani.

Prajurit memutar bola matanya, “Senjata seharusnya berbicara, bukan lidah.”

“Kenapa kalian tak bisa berfikir jernih?” Allan mendesak, “Apa yang akan kalian lakukan dengan semua ini?”

“Bukan urusanmu,” jawab prajurit sambil mendorong Allan ke kursi. Chris, dengan penuh kemarahan, berusaha menarik Allan kembali, tetapi prajurit itu lebih kuat.

Mereka akhirnya terduduk, menatap satu sama lain dalam keheranan. “Jika kita ingin bertahan, kita harus berpikir cepat,” Allan berbisik, wajahnya serius.

“Dengar, kami ada di sini untuk menyelamatkan dunia,” Chris berteriak, “Kami tahu tentang pesawat itu!”

Prajurit itu menatap Chris, berpikir sejenak sebelum mengubah arah pembicaraan, “Berhenti bicara yang tidak-tidak.”

“Ini bukan hal sepele! Berita tentang alien ini jauh lebih mendalam dari yang kalian pikirkan.”

“Dugaanku, kalian hanya gagal menyadari dengan siapa kalian berbicara.” Prajurit itu menatap tajam, seolah mengintimidasi. “Ini militer, dan kami punya cara kami sendiri.”

“Kalau begitu!” Chris menggeram, “Jika berani, ajak aku berbicara langsung dengan jendral. Kami harus memperingatkan semua orang!”

Prajurit itu mengangkat bahu, seolah menganggapnya remeh. “Kau pikir kalian penting?”

Senyum cemoohan menyebar di wajahnya, Chris merasakan kemarahan menjalar. “Jendral cuma memanfaatkan kita, dan kalian semua tak lebih dari pion.”

Mata prajurit menyempit. “Jaga kata-katamu, anak muda. Gagasanmu tentang pentingnya diri bisa berujung lebih kelam dari yang kau harapkan.”

“Dengar, lebih baik kau pikirkan langkahmu dengan matang!” Allan menginterupsi, “Kami tahu cara menghentikan bencana ini. Tidak ada waktu untuk basa-basi!”

“Apa yang kalian tahu?” prajurit itu menantang. “Semua ini sudah diluar kendali kalian.”

Chris menatap wajah prajurit, mencari celah untuk mengalihkan perhatian. “Kami tahu—”

“Jendral butuh informasi dari kami!” Allan melanjutkan, “Bukan dari orang-orang seperti kalian.”

Dalam sekejap, wajah prajurit berubah, ketegangan menyusut sayup-sayup. “Kedua, kalian adalah beban. Tidakkah kalian mengerti? Ini bukan permainan.”

Chris menjawab cepat, “Tidak ada yang perlu ditakutkan dari kebenaran.”

Malam merayap melewati jendela kecil, temaram. Mereka merasa terjebak dalam dunia yang kacau, ditinggalkan oleh sistem pemerintahan yang mengacau.

“Ini semua tentang kuasa, bukan hanya teknologi,” Chris melanjutkan, “Jendral hanya menginginkan keuntungan.”

“Lupakan kami, tentu jauh lebih baik untuk militer jika ini tetap tersembunyi. Jangan sampai ada yang mengetahui, kan?” Allan menambahkan.

Senyum sinis muncul di wajah prajurit itu. “Satu hal yang bisa kalian lakukan adalah berdoa agar jendral memperhatikan.”

“Kalau pun dia memperhatikan, dia tidak akan mendengar kami,” Chris berkata, “Kau paham kakak, dia bersembunyi di balik jubah kekuasaan!”

Prajurit terdiam, cenderung berpikir. Keduanya tidak pernah berencana untuk berdebat, tapi kekuatan kebenaran merasuki setiap kata.

“Jika jendral berhasil dengan rencananya,” Allan bersuara, “Dunia ini akan menghadapi kiamat. Apakah itu yang kau inginkan?”

Prajurit mengerutkan kening, keraguan melintas di wajahnya. Tindakannya terhenti, sebuah dorongan baru muncul.

“Kau tidak tahu apa yang akan terjadi dalam skala besar,” Chris menekankan, sinar harapan bersinar di antara kegelapan. “Semua orang akan terpengaruh.”

Prajurit itu menghela napas, merenung sejenak. “Mungkin kalian bisa membantu kami.”

“Seperti yang sudah kukatakan, kami masih punya kesempatan. Jika kita bersatu…” Allan menjawab, optimis.

Pertukaran pandangan antara Chris dan Allan mempertegas tekad mereka.

“Kita harus membongkar kebohongan ini, dari dalam,” Chris berkata mencuba meraih harapan.

“Kalau aku membawa kalian menemui sang jendral?” prajurit itu berbisik, suara resah. “Apa jaminan kalian tidak akan berkhianat?”

“Kami tidak berencana menghianati. Kami ingin membantu, dan dunia butuh penjelasan,” Allan menjawab tegas.

Prajurit tertegun, memikirkan resiko. Keterasingan telah merenggut kepercayaan, namun benih yang ditabur keduanya mulai tumbuh.

“Baiklah,” prajurit itu setuju, “Ayo. Bergerak cepat. Kita tidak banyak waktu.”

Sama-sama tertegun, Chris dan Allan saling berpandangan. Harapan kecil mulai muncul. Jika mereka bisa bertemu jendral, mereka punya kesempatan untuk menghentikan semua ini.

Prajurit itu memimpin, melangkah cepat menuju koridor gelap. Chris dan Allan mengikuti erat, langkah mereka menciptakan gema di dinding besi.

“Kalau kita bertemu jendral, apa yang harus kita katakan?” tanya Chris, suaranya bergetar penuh kecemasan.

“Fokus pada fakta. Kita harus menjelaskan risiko yang akan dihadapi dunia jika dia meneruskan rencananya,” Allan memberi arahan, wajahnya tegang, matanya berkedip cepat.

Prajurit itu menoleh, memberi sinyal bahwa mereka sudah mendekati ruang interogasi jendral. Ia berhenti sejenak, menyentuh pintu besi yang menghalangi mereka.

“Satu hal lagi,” katanya pelan, “jangan sekali pun tunjukkan kelemahan. Dia akan menghancurkan kita jika menemukan celah.”

Chris menganggukkan kepala, berusaha menenangkan detakan jantungnya. Allan menepuk bahunya, memberi dukungan. “Kita bisa melewati ini, Chris.”

Prajurit itu mengetuk pintu. “Jendral, ada dua individu yang ingin berbicara denganmu.”

Suara berat dari dalam menjawab, “Masuk!”

Pintu terbuka, dan mereka melangkah masuk. Pandangan pertama Chris terfokus pada sosok jendral yang duduk di belakang meja besar. Wajahnya tajam, penuh ketegangan, seolah bisa membakar mereka dengan tatapan.

“Kau kenapa membawaku dua bocah ini?” Jendral menyelidik dengan nada merendahkan. “Ada hal penting yang harusnya kau lakukan.”

“Tuan Jendral,” prajurit itu cepat menjawab, “mereka memiliki informasi tentang pesawat alien yang kami temukan di danau elips.”

Dan mereka terkunci di sebuah penjara karena berusaha membongkar rahasia sang jendral

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!