Diajeng Danisa Kusuma Putri, gadis kecil yang memiliki paras ayu khas gadis keraton. Ia adalah cucu dari Budiono Djoyodiningrat. Orang terkaya nomor dua di negara ini. Terpaksa dinikahkan dengan seorang laki-laki dingin yang masih memiliki darah biru juga. Ia anak dari orang terkaya nomor satu di negara ini. Bernama Radenmas Nalendra. Putra dari bapak Surya Maheswara dan ibu Ayu Kusuma Putri. Nalendra atau yang sering dipanggil Nalen sangat menentang perjodohan ini. Begitu pun dengan Ajeng, yang sama sekali tidak mengenal laki-laki dingin yang akan dijodohkan kepadanya. Apakah pernikahan ini akan berlangsung? mari kita simak yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DNur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Menunggu Jawaban
Nalendra sampai ditempat dimana Ajeng dan mama nya berada. Setelah pengakuan dari Kesya. Nalendra ingin mengungkapkan sesuatu kepada istrinya. Iya, istri adalah panggilan yang tepat untuk Ajeng. Karena memang Ajeng istri sah Nalendra. Ajeng tengah asik, melihat-lihat baju. Dikagetkan dengan suara bariton Nalendra.
"Beli aja kalau kamu suka. Jangan hanya dilihat-lihat." suara Nalendra.
Ajeng dan mama Ayu menoleh kearah sumber suara. Dugaan Ajeng benar, itu suara laki-laki yang beberapa bulan ini sangat nyaring ditelinganya. Nalendra langsung meraih pinggang ramping istri kecilnya itu. Awas kau bocil, jika aku tidak bisa mendapatkan Nalendra kamu pun juga tidak akan bisa. Ucap Kesya dikejauhan. Ia melihat kemesraan Nalendra dan Ajeng.
"Hmm, padahal mama yang ngajak sekarang mama dicuekin." kesal mama.
"Ya ampun mama, bukan begitu. Tapi mas Nalen yang narik-narik aku. Terus ini apa coba, semua baju diambilin langsung bayar. Aku nggak minta lo mas, mama bilangin ma..." rengek Ajeng.
"Nggak papa nduk, suami mu ini pengen manjain kamu. Buat apa uangnya kalau nggak manjain istri." jawab mama.
"Dengerin kata mama."Tambah Nalendra.
"Mas, tapi ini kebanyakan sedangkan baju aku masih bagus-bagus semua dirumah." Ajeng merasa terlalu boros.
"Sayang dengerin selama nikah sama aku hampir tiga bulan sama aku. Uang nafkah dari aku aja belum pernah kamu gunakan. Kenapa coba? Merasa udah kaya bisa beli apa-apa sendiri?" dingin Nalendra.
"Udah-udah debatnya dirumah aja. Kasian mbaknya keganggu dengan suara kalian berdua." lerai mama.
Tiga bulan aku nggak gunakan uang dari kamu. kamu tahu alasannya mas, karena aku istri pura-pura mu. Bahkan aku saja belum bisa meluluhkan hati mu setelah perjanjian satu bulan kita yang sudah berjalan dua minggu. Isi batin Ajeng bergelut. Sampai dirumah, Nalendra langsung membawa Ajeng masuk ke dalam kamar.
Sedang mamanya kembali kekamarnya sendiri. Merasa tidak ingin mengganggu pasangan pasutri baru itu. Nalendra dan Ajeng masuk ke dalam kamar. Nalendra menciptakan suasana tegang dalam benak Ajeng. Mau apa orang om-om dingin ini. Yang suasana hatinya gak bisa ditebak. Kata Ajeng dalam hatinya. Ajeng merasa suasana sangat tegang ketika Nalendra mengunci pintu kamar. Dan memasukkan kunci kedalam saku celananya.
"Kenapa dikunci?" tanya Ajeng.
"Nggak papa, pengen berdua aja sama kamu sayang. Biar kamu nggak lari dari hutang jawaban mu." kata Nalendra yang terus mendekati Ajeng.
"Jawaban apa? Aku ada hutang jawaban apa?" tanya Ajeng terus menerus.
Karena saat ini dia sudah berbaring diatas ranjang tempat tidur. Dengan posisi Nalendra ada diatasnya. Posisi yang sangat menguntungkan bagi Nalendra. Karena dengan ini pasti Ajeng tidak akan bisa lari darinya. Tatapannya pun hanya tertuju padanya. Senyum Nalendra menyeringai. Dengan tangannya yang terus membelai Ajeng. Merapikan rambut-rambut Ajeng dengan sayang.
"Sedari pagi mas menunggu jawaban mu sayang?" kata Nalendra penuh kelembutan.
"Iya jawaban untuk apa mas? Aku sendiri tidak tahu. Aaahhh... Mas..."
Desahan yang lolos dari mulut Ajeng. Karena bibir Nalendra sudah bergerilya dipipi, tengkuk dan leher jenjang Ajeng. Dan meninggalkan beberapa jejak. Nalendra berdiri dan membantu Ajeng untuk duduk. Ia tak ingin membuat kegiatannya berlanjut lebih dalam. Karena ia yakin, saat ini Ajeng akan merasa tegang atau lebih ekstrimnya takut.
"Mas nunggu jawaban untuk ucapan mas tadi pagi. Mas udah nyerah, nggak bisa nunggu satu bulan lagi sayang. Mas ngaku, mas kalah, mas sudah jatuh cinta sama istri kecil mas Nalen ini." kata Nalendra.
Ajeng menatap Nalendra yang berada dihadapannya. Laki-laki yang sudah menjadi suaminya. Yang dulu katanya tidak akan jatuh cinta kepadanya. Kini bersimpuh dan menunggu jawaban atas ucapannya. Menyerah untuk menahan rasanya. Menyerah untuk keangkuhan dan egonya menyembunyikan perasaannya. Seorang Raden Mas Nalendra mampu bertekuk lutut dihadapan Ajeng.
"Diajeng Danisa Kusuma Putri istriku, I LOVE YOU..."
Ucapan itu kembali didengar Ajeng. Yang membuat lidahnya kelu, tak bisa menjawab dengan kata-kata. Ajeng memeluk Nalendra, dan air matanya pun lolos. Selama ini ia memendam ketakutan jika dia tidak bisa meluluhkan hati sang suami. Pasti impian eyangnya akan sirna. Beliau akan merasa sangat bersalah telah menjodohkan cucunya dengan orang yang tidak tepat.
Tapi kali ini, semua keinginan eyang akan mulai terwujud. Ajeng sudah bisa meluluhkan hati suami dinginnya. Nalendra merasa kaget mendengar isak tangis Ajeng. Ia takut jika Ajeng tidak menerimanya.
"Hei... Kenapa sayang? Nggak sayang sama mas? Apa mas perlu kasih kamu waktu? Kan kamu yang ingin meluluhkan hati suami mu ini. Kenapa, hmm?" bingung Nalendra.
"Hik hik hik... Mas Nalen jahat, aku dibikin nangis. Selama ini yang aku takutkan salah. Ternyata aku bisa mewujudkan keinginan eyang. Ternyata laki-laki pilihan eyang tidak salah. Beberapa bulan ini aku hidup dalam ketakutan mas. Takut kalau kamu nggak bisa cinta dan sayang sama aku. Takut kalau mas...."
"Sssssssttt... Mas sudah sayang dan cinta sama Ajeng. Jadi jawaban istri mas ini apa?"
Nalendra menaruh jari telunjuknya dibibir Ajeng. Ajeng menjawab dengan anggukan. Yang membuat Nalendra berdiri dan bersorak yes. Ajeng jadi tertawa melihat ekspresi Nalendra yang sangat langka ini. Nalendra tersadar, ia pun berubah menjadi sok cool lagi. Ajeng tersenyum dan memeluk Nalendra.
"Nggak papa kok sesekali bertingkah seperti ABG mas. Jangan terlalu dingin sama istri sendiri." kata Ajeng.
"Apa? Mas mau denger sekali lagi."
"Apa? Udah ah mau nyiapin makan malam sama bik Sumi."
"Eh tunggu dulu sayang..."
Ajeng tidak menghiraukan panggilan Nalendra. Padahal dia ingin mengatakan kalau dilehernya banyak tanda kepemilikan. Sampai didapur, ternyata sudah ada mama Ayu dan bik Sumi. Mereka saling pandang setelah kedatangan Ajeng.
"Duh bik, bentar lagi pasti cucu ku hadir bik." kata mama.
"Iya nyonya, non Ajeng mau apa?" tanya bik sumi.
"Mau bantu-bantu bik..."
"Udah kamu kembali ke kamar sana nduk. Lanjutkan buat cucu sama suami mu..." kata mama.
Ajeng menjadi bingung dengan tingkah mama dan bik Sumi. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamar dan mandi. Nalendra memandang ke arah pintu ketika pintu terbuka. Dia tersenyum melihat Ajeng yang masuk. Ia menjentikkan tangannya memeberi isyarat Ajeng untuk mendekatinya. Tanpa rasa ragu Ajeng langsung duduk diatas pangkuan Nalendra.
"Sudah berani ya..." goda Nalendra.
"Kenapa? Suami aku ini." jawab Ajeng kesal.
"Kenapa wajahnya ini ditekuk?" tanya Nalendra.
"Masa aku mau bantuin mama sama bik Sumi nggak boleh. Mama malah bilang gini, udah sana lanjutin buat cucu sama suami mu. Kan aneh mas." kesal Ajeng.
"Atututu... Cantiknya ipang kalau cemberut gitu. Coba deh ngaca."
"Kenapa emang mas?"
Ajeng pun berjalan menuju meja riasnya. Dan dia memperhatikan bentuk tubuhnya yang biasa saja tidak ada yang aneh. Namun ketika Ajeng memperhatikan lehernya ada bercak merah.
"Mas Naleeeeeeeeennnn...." teriak Ajeng.