Meluluhkan Hati Suami Dingin

Meluluhkan Hati Suami Dingin

1. Diajeng Danisa Kusuma Putri

Aku adalah Diajeng Danisa Kusuma Putri, gadis kecil sederhana. Yang tidak suka dengan kemewahan. Bahkan tidak pernah ada yang Tahu kalau aku pewaris tunggal kekayaan kakek ku Budiono Djoyodiningrat. Yang katanya orang terkaya nomor dua dinegeri ini. Aku sekarang berkuliah dengan jalur beasiswa. Dengan jerih payah ku sendiri tanpa campur tangan kakek ku. Dari kecil aku hidup hanya dengan kakek ku.

Karena kedua orang tua ku telah meninggal. Karena kecelakaan saat perjalanan bisnis keluar kota. Pagi ini, hari libur sudah menjadi kebiasaanku. Berkebun dipekarangan rumah. Tiba-tiba ada yang memanggil ku. Ternyata yang memanggil ku adalah paman Yudi. Asisten kepercayaan kakek ku. Aku memanggilnya paman, karenan memang dia sudah kuanggap sebagai keluargaku. Beliau juga pengganti orang tua ku.

"Nona Kecil, dipanggil tuan besar." ucapnya kepadaku.

"Oh, iya paman. Bilang sama kakek sebentar ya. Aku bersih-bersih dulu." jawabku.

"Baik nona." kata paman Yudi sembari menganggukkan kepalanya.

Tanda beliau juga menghormatiku sebagai cucu dari tuannya. Yaitu kakek Budiono. Aku pun mencuci tangan dan melepas celemek yang biasa ku pakai saat berkebun. Aku menghampiri kakek, yang duduk diteras depan.

"Eyang memanggilku?" tanya ku perlahan mendekat.

"Iya, sini nduk ayu." katanya.

Aku pun mendekat dan duduk disampingnya. Nduk ayu yang memiliki artian gadis cantik. Adalah panggilan eyang kepadaku. Paman Yudi juga disana. Ternyata eyang ingin mengatakan sesuatu. Dia memberiku amplop coklat. Aku mengerutkan dahiku, tanda tak mengerti.

"Bukalah nduk." perintah eyang.

Aku membuka amplop itu perlahan. Berisikan biodata seseorang. Yang akupun tambah tak mengerti dengan isinya.

"Itu biodata Raden Mas Nalendra nona. Laki-laki yang akan dijodohkan dengan nona kecil." jelas paman Yudi.

"Eyang, Ajeng kan masih kuliah belum lulus. Usia Ajeng juga masih dua puluh tahun Eyang. Ajeng masih ingin kuliah dan lanjut berkarir." jelas Ajeng.

"Nduk ayu cucuku Ajeng. Eyang sudah tidak muda lagi untuk melindungi mu. Paman mu Yudi juga tidak mungkin bersama mu terus. Dia juga memiliki keluarga nduk." jelas Eyang Budiono.

"Nona kecil, jangan putus asa dulu. Nona masih bisa kuliah dan melakukan apa pun yang nona mau. Benar juga kata tuan besar nona. Nona pikir-lah dulu ya..." bujuk paman Yudi.

Aku pun memasukkan lagi biodata entah siapa tadi namanya. Aku membungkuk kan badanku dan pergi meninggalkan eyang. Aku masuk ke dalam kamar, dan langsung merebahkan tubuhku di ranjang tempat tidur. Ku lempar amplop cokelat itu. Berhambur entah kemana. Pikiran ku sudah tak karuan. Lanjut aku mengambil ponsel ku dan ku cari kontak sahabat ku Arum.

Hanya Arum sahabatku dari kecil. Yang tahu bagaimana aku. Arum adalah anak dari paman Yudi. Yang tinggal dipaviliun belakang rumah. Iya, paviliun itu sudah menjadi milik keluarha paman Yudi. Karena dari aku kecil keluarga mereka sudah tinggal disana. Aku dan Arum pun sebaya. Jam dan tanggal lahir kita pun bersamaan. Arum memiliki kakak laki-laki yang usianya tak jauh dari kami berdua. Usianya hanya berjarak lebih tua dari kami tiga tahun. Namanya adalah Guntur.

Tak lama pintu kamar ku diketuk oleh seseorang. Aku tahu yang datang adalah Arum. Karena aku tadi menelponnya untuk pergi ke kamar ku.

"Ada apa tuan putri?" tanya nya dengan sapaan yang ku benci.

"Aduh..." keluh Arum.

Karena Arum kulempar pakai bantal. Sudah sebel dibikin tambah sebel aja. Arum pun mengambil bantal dan mendekat kepadaku.

"Ada apa? Jangan terbiasa uring-uringan Jeng." bujuk Arum.

"Gimana nggak uring-uringan? Tiba-tiba Eyang dan ayahmu ingin menikahkan aku Rum." jelasku.

"Hah... Apa Jeng? Kan kamu masih kuliah. Terus siapa calonnya?" cecar Arum.

"Raden Mas Nalendra." jawab ku.

"Masha Allah Ajeng... Kenapa pusing terus uring-uringan? Tuan muda Nalendra itu baik, sopan, terus CEO dari Buana Raya Grup. Anak dari bapak Surya Maheswara dan ibu Ayu Kusuma Putri. Orang terkaya nomor satu dinegeri ini Ajeng." jelas Arum menggebu.

"Kenapa kamu tahu semua tentang dia Rum? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan paman dan Eyang." curigaku.

"Ngawur kamu... Sumpah aku nggak tahu sama sekali kalau kamu dijodohkan sama tuan muda Nalendra Jeng."

"Tapi kok kamu tahu si Nalendra itu?" tanya ku penasaran.

"Sekarang itu internet banyak memunculkan berita. Bahkan beberapa hari ini dia berseliweran ditv. Karena mendapat gelar pengusaha tersukses Jeng. Nona muda jangan kudet." ejek Arum.

Aku terdiam dan mengambil amplop cokelat yang ku buang tadi. Dan kubuka perlahan, muncul sebuah foto. Memang tampan dan berwibawa. Tapi usianya jauh terpaut dariku. Beda sepuluh tahun, apakah bisa bersama. Pertanyaan muncul dalam benakku. Arum berpamitan untuk pulang. Aku pun melangkah masuk kedalam kamar mandi. Karena hari sudah sore.

Ketika malam tiba, eyang memanggil ku kembali setelah makan malam. Kali ini kami hanya berdua diruang tv. Aku mendekat dengan memijit kaki Eyang. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Eyang mengelus kepala ku.

"Nduk cah ayu, bukannya Eyang memaksamu untuk menikah. Tapi Eyangmu ini sudah sepuh nduk. Sebelum Eyang mu ini pergi, Eyang ingin sekali melihat cucu Eyang ini ada yang melindungi." wejang Eyang.

"Eyang jangan bicara seperti itu. Ajeng tidak mau mendengarkan Eyang. Ajeng sayang Eyang." aku tergugu dalam tangis.

"Jangan menangis nduk, berusahalah menerima Raden Mas Nalendra. Dia anak yang baik. Kalau kamu bersama dia Eyang akan bahagia. Kedua orang tua Nalendra dan orang tua mu sudah bersahabat sejak dulu. Eyang hanya meneruskan keinginan kedua orang tua mu. Untuk menjodohkanmu dengan putra sahabatnya itu." jelas eyang.

"Baik Eyang, Ajeng akan mencoba menerimanya. Mungkin hal ini juga yang akan membuat papa, mama bahagia disurga." jawab ku.

"Baiklah, besok pagi kamu datang ke perusahaan Buana Raya Grup nduk." pinta eyang.

Aku hanya mengangguk tanda menyetujui pemintaan eyang. Aku pun mengantar Eyang masuk ke dalam kamarnya. Dan aku pun masuk kedalam kamarku. Kubuka kembali amplop cokelat pemberian eyang. Ku perhatikan wajah om om yang mau dijodohkan kepadaku.

Ganteng sih, tapi apa iya kita tidak bakal ada kesenjangan. Beda usia kami cukup jauh, sepuluh tahun. Apa mungkin dia mau sama aku ini? Aku tidak tahu ya Tuhan apa rencana Mu. Tapi aku yakin mungkin ini yang terbaik. Aku yakin skenario Mu lebih indah dari apa yang aku bayangkan.

Sudahlah, aku akan beristirahat dulu. Besok pulang kuliah aku akan temui. Raden Mas Nalendra itu. Semoga ini yang terbaik untuk ku. Semoga eyang senang dan papa mama disurga tenang. Semoga dia juga akan menerimaku dengan baik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!