Started on Agustus 2024
Tinggal di kota membuatnya memiliki hubungan yang bebas dengan sang kekasih hingga akhirnya menghadirkan sesuatu dalam dirinya. Lantas bagaimana jika sang kekasih menolak untuk bertanggung jawab dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya.
"Gugurkan kandungan itu dan kamu akan tetap menjadi pacarku." ucap Gavin Biantara Ryszard
"Tidak! Aku tak akan pernah menggugurkannya, cukup ia hadir karena kesalahan." lirih Arista Xaviera Exelyn
Entah Arista harus bersyukur atau justru sedih karena kesalahannya tersebut menghadirkan anugrah indah di dalam hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon matchaneedz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 20. Rumah Sakit
"Astagaa Aristaaa!" Seru Jihan dan Aurel dengan setengah berlari menghampiri sahabat mereka yang tengah tergeletak lemas sembari memegang perutnya.
"Kenapa kalian diam saja hah?! Apa kalian tidak punya hati nurani untuk membantunya?" Teriak Jihan.
Sepertinya mereka tidak menyadari bahwa kondisi Arista cukup memprihatinkan. Beberapa dari mereka menduga gadis itu hanya jatuh biasa, tetapi begitu terkejutnya mereka melihat darah celana yang gadis itu kenakan basah oleh darah.
"Biar aku bantu menggendongnya, kalian panggil ambulance saja." Ucap seorang pria bernama Aldo, salah satu karyawan di sana yang sejak tadi hanya fokus mengerjakan pekerjaannya. Dia juga baru menyadari kondisi rekan kerjanya yang tergeletak seperti itu.
"Biar pakai mobilku saja, ayoo kalian tunggu saja di lobby." Ucap Juan yang kebetulan tengah melewati ruangan tersebut.
Juan dan Aldo segera berlari ke arah lift untuk membawa Arista. Meninggalkan karyawan di sana bersama dengan Jihan dan Aurel. Mereka berdua menatap marah pada orang-orang di hadapannya.
"Aku tidak menyangka kalian setega itu membiarkan seorang wanita tergeletak seperti itu. Dimana hati nurani kalian hah?!"
"Aurel sudahlah, biarkan saja. Ayo kita kebawah dan menyusul mereka."
"Jika terjadi sesuatu pada Arista, aku berharap kebahagiaan tidak akan pernah ada untuk kalian." Ucap Aurel dingin dengan sorot mata yang tajam.
"Ku yakin kamu juga akan melakukan seperti kami kalau ada diposisi kami. Dia hanya pengganggu di hubungan atasan kita, sudah seharusnya dia tau diri."
"Tau apa kalian hah?!" Bentak Aurel.
"Kami tau apa yang dilakukan jalang seperti nya itu. Kau tidak perlu munafik Aurel, ku yakin kamu juga tidak ingin kehilangan pekerjaan di perusahaan ini kan?!"
"Siapa bilang?! Setelah ini aku akan mengundurkan diri dari perusahaan dengan karyawan tak bermoral seperti kalian?!"
"Sudah ayoo Aurel."
...----------------...
Kedua sahabat itu tengah menunggu dengan cemas di depan ruang tempat Arista tengah mendapatkan penanganan. Kini mereka berada di depan IGD Evergreen Hospital, rumah sakit terdekat dari perusahaan mereka.
"Juan, Aldo, terima kasih banyak atas bantuan kalian." Ucap Jihan mewakili untuk berterima kasih.
"Tidak perlu, aku yang harusnya minta maaf tidak segera menolongnya tadi. Aku tidak menyadari kondisinya." Ucap Aldo dengan tatapan bersalahnya.
"Tak apa, sekarang kalian bisa kembali ke kantor. Sekali lagi terima kasih sudah menolong kami. Maaf sudah membuat pakaian mu kotor seperti itu."
Aldo mengangguk, "Aku membawa pakaian ganti di tasku. Aku bisa menggantinya setelah tiba di kantor."
"Kau bisa gunakan pakaianku yang ada di mobil. Ganti lah sebelum kembali ke kantor." Ucap Juan.
"Baiklah, terima kasih."
Juan menghampiri kedua rekan divisinya itu, "Apa kalian serius dengan ucapan kalian tadi untuk resign?"
"Tentu saja, aku akan mencari pekerjaan lain setelah ini. Kau tau bukan apa yang sebenarnya terjadi." Ucap Jihan. Memang yang berucap akan resign adalah Aurel, tetapi dia juga tidak ingin bertahan di perusahaan tanpa ada kedua temannya itu.
"Apa tidak terlalu terburu-buru? Pak Ale akan semakin kesulitan nanti, kau tau sendiri bagaimana kondisinya saat ini." Ucap Juan.
"Aku pikirkan nanti, lebih baik kalian kembali lah ke kantor."
"Baiklah, kami permisi dulu, semoga Arista segera pulih."
"Terima kasih."
Tak lama setelah mereka pergi, seorang dokter keluar dari ruangan tempat dimana Arista ditangani. Dokter tersebut menghampiri Jihan dan Aurel yang segera bangkit dari duduknya ketika melihatnya keluar.
"Dok bagaimana kondisinya?"
"Kalian keluarga pasien?"
Aurel dan Jihan kompak mengangguk, "Kami sahabatnya dok."
"Apa ada keluarga pasien yang ikut kemari?"
Keduanya menggeleng, "Tidak dok, Arista pingsan ketika berada di kantor. Kami belum menghubungi keluarganya. Jadi bagaimana kondisinya dok?"
"Beruntung pasien segera di bawa kemari sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Tetapi kondisi pasien dan janinnya masih lemah, jadi perlu menjalani perawatan selama beberapa hari."
Aurel dan Jihan terkejut, "Apa dok, janin?"
Dokter itu mengangguk, "Iya, janin dalam kandungan pasien adalah anak yang kuat. Mereka bisa bertahan setelah terkena benturan yang cukup keras. Pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan setelah ini, kalian bisa menjenguknya nanti."
"Baik dok, terima kasih banyak."
Setelah dokter itu pergi, mereka segera berjalan cepat masuk kedalam ruangan di mana Arista berada. Ingin mereka meminta penjelasan lebih tetapi ini bukanlah waktu yang cepat, mereka lebih memilih untuk menunggu sahabat mereka saja.
"Emh..." Lenguh Arista tersadar dari pingsannya. Tangannya segera bergerak meraba perutnya. Tangisnya pecah ketika mengingat kejadian saat perutnya terbentur.
"Hikss, apa aku telah kehilangan kalian? Kenapa kalian pergii..." Lirih Arista, dia merasakan perutnya sedikit keram sehingga dia berpikir tiga calon anaknya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Aurel dan Jihan yang tengah duduk di sofa segera bangkit menghampiri Arista yang kini tengah terisak di kasurnya. "Aristaaa, syukurlah lo udah sadar."
"Aurel Jihan... Gue.. gue.. kehilangan merekaa..."
"Lo ngomong apasih Ta? Mereka siapa yang lo maksud?" Ucap Aurel, dia memang sudah tau Arista hamil tetapi dia belum tau kalau janin yang gadis itu kandung berjumlah tiga.
"Iya Ta, lo baik baik aja kok. Sebentat gue panggil dokter dulu."
Arista menggeleng, mencegah sahabatnya pergi untuk memanggil dokter. "Gue hamil, tapi sekarang gue kehilangan mereka..." lirih Arista sembari menangis.
Jihan dan Aurel saling menatap dan tersenyum, mereka menyadari apa yang membuat sahabat mereka menangis seperti itu, "Husttt, lo ngomong apasih. Janin lo baik baik aja, Ta. Dia selamat."
Arsita menatap tak percaya pada ucapan sahabatnya, meski dalam hatinya dia merasa bahagia. "Tolong panggilkan dokter, gue mau pastiin sesuatu."
Jihan pun keluar memanggil dokter, mereka melupakan bahwa di setiap ruangan terdapat tombol yang dapat ditekan untuk memanggil petugas kesehatan. Setelah dokter datang Arista segera bertangan terkait dengan kondisinya.
Berkali-kali dia mengucapkan syukur ketika dokter mengatakan kandungannya selamat. Ketiga anaknya selamat.
"Tiga?" beo Aurel dan Jihan tak percaya ketika mendengar penuturan dari dokter.
"Ya.. aku tengah mengandung anak kembar tiga."
...----------------...
To be Continued
Hai hai haii, untuk hari ini dua part dulu yaaa...
Terima kasih sudah membaca ceritaku ini guysss, semoga kalian sukaa yaaa🥰
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen di bawah sini yaaa biar aku jadi semakin rajin buat update hahahaha
Sekali lagi terima kasih sudah membaca, semoga hari kalian menyenangkan🌹🌹🌹