Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Silahkan duduk dulu, Nak." Wendi mempersilahkan lelaki itu duduk.
Wendi mendorong istrinya agar ikut duduk di samping, Nia pun masih tercengang melihat tamu yang tak di duganya.
"Pak, ini siapa?" bisik Nia sembari senyum kaku di depan tamu.
"Teman Widi!" jawab Wendi seraya menempelkan jari telunjuknya di depan bibir.
"Siapanya Widi, Nak?" tanya Nia dengan rasa penasaran yang tinggi.
"Hmm." Lelaki itu pun malu dan bingung ingin menjawab pertanyaan Nia.
Tak lama dari itu, mereka mendengar suara rintihan Widi yang baru bangun tidur. Nia langsung beranjak mendekati anaknya, ia ingin tahu siapa lelaki itu.
"Huam!"
Hap!
Nia langsung membungkam mulut Widi. Agar tidak terlihat jelek di mata lelaki itu, tak sengaja lelaki itu mencuri pandangan saat Widi lagi menguap, ia pun tersipu malu melihat Nia langsung membungkam mulut Widi.
"Apaan sih Bu!" gerutu Widi yang masih ngantuk dan menggaruk lehernya yang gatal.
Nia melihat ke arah tamu sembari tersenyum kaku, Widi pun merasa ada yang aneh pada Ibunya, dengan terPaksanya Ia membuka kedua matanya. Lantas, membuat dirinya tersipu malu, jawaban dari tingkah aneh Ibunya.
Tak terasa hari sudah malam, mereka asik berbincang hingga lupa dengan waktu. Wendi pun mengantar pemuda itu keluar hingga ke parkiran, sedangkan Nia menyuruh Widi istirahat agar cepat pulang dari rumah sakit. Memang Widi sudah jenuh jika terlalu lama di rumah sakit, ia ingin kembali beraktivitas seperti biasanya. Namun, ia menuruti perintah Ibunya agar bisa pulang dengan cepat meskipun ia merasa tubuhnya baik-baik saja, secara medis Widi belum boleh beraktivitas terlebih dahulu.
"Lah, ini kan hp nya pemuda tadi. Aduh, mana orangnya sudah di bawah lagi!" ucap Nia melihat secara detail hp pemuda tadi, ia pun buru-buru ke bawah berharap pemuda tadi masih ada di parkiran saat dirinya tiba di bawah.
Melihat Nia keluar, mereka langsung masuk ke dalam ruangan Widi secara mengendap-endap. Mereka berusaha bersifat layaknya dokter dan suster, dengan cepatnya masuk ke dalam ruangan Widi. Begitu melihat Widi sedang tertidur pun, ia tersenyum jahat berharap rencananya berhasil.
"Ternyata sudah nyenyak, ya?" ledeknya dengan menahan ketawa.
Temannya pun langsung menegur untuk tidak bersuara, agar Widi tidak terganggu dengan suara berisiknya. Melihat bantal ada di atas sofa dengan ligatnya ia mengambil.
Sementara itu, Nia yang baru saja tiba di halaman rumah sakit dan menghampiri langsung suaminya.
"Pak!" teriak Nia dari belakang sembari berlari kecil, Wendi membalikkan badannya ketika mendengar suara Nia.
"Ada apa Bu? Kenapa ikut ke bawah, siapa yang menjaga Widi?" bingung Wendi
"Ini dompet pemuda tadi ketinggalan, Pak!" Nia pun ngos-ngosan.
"Sudah pergi orangnya, simpan aja. Nanti pasti kembali lagi, ayo kita ke atas!" ajak Wendi sembari merangkul istrinya dengan mesra.
Di tempat lain, pemuda tadi menyetir dengan bahagia karna sudah bertemu dengan Widi serta orang tuanya. Saat ingin melihat hasil foto bersama tadi, tetiba saja ia baru sadar dengan hpnya yang tertinggal di ruangan Widi. Pemuda itu mencari di seluruh kantong celananya, serta di sela-sela mobil yang biasa ia letakkan.
"Ke mana perginya? Kok nggak ada sih," cemas pemuda itu sembari mengingatkan.
Plak! Ia memukul keningnya dengan sedikit kuat.
"Ketinggalan di ruangan Widi!" gumamnya sembari membanting setir ke kanan.
Di sisi lain, Widi sedang berjuang melawan serangan maut yang menimpanya saat tidur. Untung saja suster datang dengan tepat waktu melakukan pemeriksaan pada Widi.
"Hei! Siapa kamu!" teriak suster terkejut melihat pasien di serang.
Pelaku pun gelagatan dengan panik, buru-buru kabur dan mendorong suster itu hingga terjatuh. Widi pun merasa sesak nafas dan kejang-kejang, suster langsung menyelamatkan pasien yang hampir sekarat.
Klek!
Wendi dan Nia yang tadinya bahagia, ketika melihat anaknya kejang seketika senyum yang melukis di wajahnya pun runtuh.
"Apa yang terjadi dengan anak saya, suster?" panik Nia .
"Saya nggak tau Bu, tadi ada orang yang gak di kenal masuk ke ruangan ini," jawab suster dengan gemetaran, dengan sigap Wendi mengejarnya.
"Tolongin anak saya, suster!" panik Nia dengan meneteskan air matanya.
Pemuda tadi yang baru sampai di lantai atas pun tidak sengaja bertabrakan dengan pelaku, tak lama ia berpapasan dengan Wendi yang sedang panik mencari sesuatu.
"Om, mau ke mana?" panggil pemuda itu dengan penasaran.
"Nak, om mencari seseorang yang!" gugup Wendi dengan gemetaran.
"Seseorang siapa, om?" bingungnya lagi.
"Widi. Widi sekarat karna ia mendapat serangan tiba-tiba dengan orang yang tidak di kenal!" ucap Wendi dengan merasa sesak di dadanya.
"Apa!"
"Jangan-jangan dua orang tadi yang menabrak aku!"
Pemuda itu langsung berlari mengejar pelaku, ia tidak mau terjadi sesuatu hal buruk pada Widi.
Wendi kembali ke ruangan Widi. Di mana Widi sedang bertaruh nyawa, beruntung dokter datang dengan tepat waktu, sehingga Widi bisa tertolong dengan baik. Selama proses penanganan Widi. Nia cinta berhenti berzikir agar anaknya bisa terselamatkan, begitu juga dengan Wendi.
"Alhamdulillah, masih bisa diselamatkan ," ucap dokter dengan lirih, Nia dan Wendi pun sujud syukur melihat anaknya kembali membaik.
"Terima kasih banyak, dokter!" ucap Wendi sembari menyalami tangan dokter yang sudah membantu menyelamatkan Widi. Sedangkan Nia, ia langsung memeluk erat anaknya dengan rasa takut yang besar.
"Sama-sama Pak, ini sudah seharusnya tanggung jawab kami sama pasien."
.
.
.
Berhubung kondisi Widi sudah membaik, ia di izinkan pulang oleh dokter. Dan Widi tetap melakukan pemeriksaan secara rutin, agar kondisi Widi benar-benar sehat.
"Cie, yang udah boleh pulang." ledek pemuda yang menyukai Widi.
Pemuda itu bernama Fadlan. Lelaki tampan yang menyukai Widi secara diam-diam, mereka kenal dan akrab ketika Widi masih menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Mereka sangat dekat, bahkan sampai dibilang orang yang sedang melihat mereka seperti sepasang kekasih.
Namun, Widi masih belum siap menerima cinta. Bahkan ia tidak tahu apa artinya cinta, karena selama ini ia terlalu fokus dengan karirnya. Meskipun Widi menganggap Fadlan itu sebagai kakak, Fadlan menerima dengan baik. Apa pun caranya, Fadlan tetap mencintai Widi.
"Alhamdulillah, habisnya aku bosen kalo di sini terus," jawab Widi sembari makan siang dari rumah sakit.
"Ya sudah, nanti kita jalan-jalan lagi," jawab Fadlan dengan mengusap kepala Widi seperti anak kecil.
"Yang bener?" tanya Widi dengan senyuman sumringah, Fadlan hanya membalas dengan senyuman yang indah.