NovelToon NovelToon
Cinta Suci Untuk Rheina

Cinta Suci Untuk Rheina

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / Slice of Life
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nofi Hayati

Tidak ada pernikahan yang sulit selama suami berada di pihakmu. Namun, Rheina tidak merasakan kemudahan itu. Adnan yang diperjuangkannya mati-matian agar mendapat restu dari kedua orang tuanya justru menghancurkan semua. Setelah pernikahan sikap Adnan berubah total. Ia bahkan tidak mampu membela Rheina di depan mamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan Besar Adnan

Sepulang sekolah, Rheina langsung menemui papanya, Pak Ramli, di ruang tamu. Ia menceritakan semua kejadian yang terjadi hari itu, mulai dari kedatangan Adnan di sekolah, hingga pesan ancaman dari mertuanya, Desti. Wajah Pak Ramli berubah tegang mendengar cerita putrinya.

"Ini sudah keterlaluan," ujar Pak Ramli dengan suara tegas. "Mereka tidak bisa terus-terusan mengganggu hidupmu dan Zahid. Kita harus melakukan sesuatu."

Pak Ramli segera mengambil ponselnya dan mulai menekan nomor Adnan. Sementara itu, Rheina duduk dengan cemas, tahu bahwa konfrontasi ini tidak akan mudah.

"Adnan, kita perlu bicara. Sekarang juga." suara Pak Ramli terdengar berat dan penuh wibawa.

Di sisi lain, Adnan yang sedang berada di toko merasa jantungnya berdebar kencang. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan menyenangkan. "Iya, Pa. Apa yang ingin Papa bicarakan?"

"Aku tidak suka bagaimana mamimu terus mengganggu Rheina dan Zahid. Ini harus dihentikan, Adnan. Kami baru saja mulai hidup tenang, dan kedatanganmu yang menyebabkan ancaman dari mamimu kepada Rheina merusak semuanya," suara Pak Ramli terdengar penuh kemarahan yang tertahan.

Adnan merasa kepalanya berputar. Di satu sisi, ia sangat marah dengan perbuatan maminya yang terus mencampuri urusan hidupnya. Namun di sisi lain, ia merasa tak sanggup melawan wanita yang telah melahirkannya dan membesarkannya.

"Pa, Adnan minta maaf. Adnan benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Mami sangat dominan, dan Adnan ... Adnan tidak bisa melawannya," suara Adnan terdengar putus asa.

Pak Ramli menghela napas panjang. "Adnan, kamu harus bisa berdiri sendiri. Kamu adalah ayah dari Zahid. Kamu harus memikirkan masa depan anakmu, bukan hanya terus berada di bawah bayang-bayang mamimu."

Adnan hanya bisa terdiam, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Ia tahu Pak Ramli benar, tapi melawan kehendak maminya bukan perkara mudah. "Adnan akan mencoba, Pa. Adnan benar-benar akan mencoba."

Pak Ramli mengakhiri pembicaraan dengan nada yang lebih lembut. "Baik, Adnan. Papa berharap kamu bisa melakukannya. Ingat, yang terpenting adalah kebahagiaan Zahid."

Setelah menutup telepon, Adnan merasa semakin frustasi. Ia marah pada dirinya sendiri karena tidak mampu berdiri tegak di hadapan ibunya. Ia tahu bahwa ini adalah momen penting dalam hidupnya, momen di mana ia harus memilih antara tunduk pada ibunya atau berjuang demi keluarganya sendiri.

Sementara itu, Rheina merasa lega setelah melihat ketegasan papanya. Ia tahu tidak akan mudah, tetapi dukungan dari keluarganya membuatnya merasa lebih kuat. "Terima kasih, Pa," katanya pelan.

Pak Ramli tersenyum dan memeluk putrinya. "Papa akan selalu ada untukmu, Nak. Jangan pernah merasa sendirian."

Malam itu, di rumah masing-masing, baik Rheina maupun Adnan merenung tentang masa depan mereka. Rheina dengan tekadnya untuk melindungi Zahid, dan Adnan dengan keputusan besar yang harus ia ambil. Di balik semua itu, mereka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, penuh dengan tantangan, tetapi juga harapan.

Adnan melangkah mantap menuju ruang tamu di rumah maminya. Desti, yang sedang duduk membaca majalah, menatapnya dengan heran saat melihat raut wajah serius putranya.

"Mi, Adnan ingin bicara," katanya dengan suara tegas.

Desti menutup majalahnya dan menatap Adnan dengan cermat. "Ada apa, Nak? Kenapa wajahmu begitu serius?"

Adnan menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. "Adnan ingin pergi dari kota ini, Mi."

Ucapan itu membuat Desti terkejut. "Kenapa? Apa perempuan itu lagi yang mempengaruhi kamu?"

Adnan menggeleng pelan, menatap langsung ke mata ibunya. "Bukan, Mi. Justru karena ingin menjauhi Rheina seperti keinginan mamilah Adnan ingin meninggalkan kota ini."

Desti terdiam, mencerna kata-kata Adnan. Ia tidak menyangka putranya akan mengambil keputusan sejauh itu. "Kamu serius, Adnan? Meninggalkan semua yang kita punya di sini?"

Adnan mengangguk tegas. "Iya, Mi. Adnan sudah bulat dengan keputusan ini. Adnan harus menjauh dari Mami dan juga Rheina. Adnan ingin membangun hidup baru, menjadi diri sendiri tanpa dibayangi masa lalu dan rangkulan Mami yang sangat dominan."

Desti merasa hatinya seperti ditikam. Ia selalu menganggap dirinya sebagai pelindung Adnan, memastikan putranya tidak tersesat. Namun, kini Adnan ingin menjauh darinya. "Adnan, Mami hanya ingin yang terbaik untukmu. Kenapa kamu tidak mengerti?"

Adnan menarik napas panjang, berusaha tetap tenang. "Mami, Adnan tahu Mami selalu ingin yang terbaik. Tapi Adnan butuh kebebasan untuk menentukan jalan hidup sendiri. Adnan butuh ruang untuk tumbuh tanpa terus diatur."

Desti menatap Adnan dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya takut kamu akan tersesat tanpa aku."

Adnan mendekati ibunya, menggenggam tangannya dengan lembut. "Adnan tahu, Mi. Tapi Adnan sudah dewasa. Adnan harus belajar berdiri sendiri, demi kebaikan Adnan sendiri dan juga Zahid."

Dengan berat hati, Desti mengangguk pelan. "Kalau itu memang yang kamu inginkan, Adnan, Mami tidak akan menghalangi. Tapi ingat, Mami selalu ada untukmu."

Adnan tersenyum, merasakan beban yang sedikit terangkat dari pundaknya. "Terima kasih, Mi. Adnan akan selalu ingat itu."

Keputusan Adnan sudah bulat. Ia harus menjauh dari kota ini, dari bayang-bayang masa lalu dan dominasi ibunya. Ia perlu ruang untuk menemukan jati dirinya, untuk membuktikan bahwa ia bisa menjadi ayah yang baik bagi Zahid dan membangun masa depan yang lebih baik.

Dengan persetujuan ibunya, Adnan mulai merencanakan langkah-langkah ke depan. Meninggalkan kota ini bukanlah hal yang mudah, tetapi ia tahu ini adalah keputusan yang benar. Untuk kebahagiaan Zahid, Rheina, dan dirinya sendiri, ia harus berani melangkah menuju kebebasan.

--

**Langkah Terakhir**

Adnan berdiri di samping mobil, menatap koper-koper yang tersusun rapi di bagasi. Suasana pagi itu terasa berat, namun penuh harapan. Supir sang mami sudah siap untuk mengantarnya ke bandara. Provinsi tetangga akan menjadi tujuan barunya, tempat di mana ia berharap bisa memulai hidup baru dan menemukan kembali jati dirinya.

Di perjalanan menuju bandara, Adnan merenung tentang keputusan yang diambilnya. Ia tahu ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga demi kebahagiaan Zahid dan Rheina. Bisnis toko elektronik yang saat ini dikelola oleh orang kepercayaannya di kota tujuan akan menjadi fokusnya. Ia berharap bisa menenggelamkan diri dalam pekerjaan dan menjauh dari bayang-bayang masa lalu.

Sebelum berangkat, Adnan mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Rheina. "Rheina, aku sudah memutuskan untuk pergi dari kota ini. Aku tidak akan lagi mengganggu kehidupanmu. Namun, sebagai ayah, aku akan terus mengirimkan nafkah untuk Zahid setiap bulannya. Semoga kamu dan Zahid bahagia."

Di tempat lain, Rheina yang sedang bersiap-siap untuk memasak makan siang, menerima pesan itu. Membaca baris demi baris kata dari Adnan, hatinya kembali terusik. Ia tidak tahu apakah harus sedih atau bahagia karena tidak akan pernah lagi diganggu oleh Adnan. Meski sering merasa kesal dengan kehadiran mantan suaminya, ada bagian kecil dari hatinya yang masih merasakan kebaikan Adnan sebagai ayah dari Zahid.

Dengan berat hati, Rheina mengetik balasan. "Terima kasih, Adnan. Aku berharap kamu menemukan kedamaian dan kebahagiaan di tempat baru. Yang terbaik untukmu."

Di dalam mobil, Adnan menerima balasan tersebut dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa perjalanan ini adalah langkah besar, tetapi juga langkah yang diperlukan. Ia memejamkan mata, berharap semua keputusan ini akan membawa kebaikan bagi semuanya.

Sesampainya di bandara, Adnan mengangkat koper-kopernya dan melangkah masuk ke dalam terminal. Suara pengumuman keberangkatan terdengar, menandakan bahwa pesawatnya akan segera berangkat. Dengan napas yang dalam, ia melangkah menuju gerbang keberangkatan.

Sementara itu, di rumah, Rheina menatap ponselnya sekali lagi sebelum menyimpan kembali ke dalam saku. Ia menghela napas panjang, merasakan campuran antara kelegaan dan ketidakpastian. Tanpa kehadiran Adnan yang sering mengusik, ia berharap bisa lebih fokus pada kebahagiaan Zahid dan kehidupannya sendiri.

Namun, Rheina juga tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang meninggalkan masa lalu, tetapi juga tentang membuka lembaran baru. Dengan dukungan dari keluarganya dan cinta yang tulus untuk Zahid, ia yakin bisa menghadapi apapun yang datang.

Adnan akhirnya duduk di kursi pesawat, mengamati pemandangan di luar jendela. Langit biru dan awan putih menyambutnya, seolah memberi harapan baru. Ia tersenyum tipis, merasakan beban yang perlahan terangkat. Di dalam hatinya, ia berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk Zahid.

Pesawat mulai bergerak, dan dengan itu, Adnan meninggalkan kota yang penuh dengan kenangan pahit dan manis. Ia tahu, perjalanan hidupnya baru saja dimulai, dan meskipun penuh dengan ketidakpastian, ia siap untuk menghadapi semua tantangan di depannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!