Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Berdosakah Diriku?
"Cukup, Syila ... Nathalia memang istrinya," ucap Syila seraya menatap wajahnya di cermin, sudah tiga puluh menit dia menghabiskan waktu di toilet lantaran dadanya seakan sakit ketika mengingat Zean yang pergi bersama Nathalia.
Sebenarnya dia sudah berusaha untuk tidak menangis dan sadar diri. Hanya saja, hati kecilnya tidak terima pria yang tadi selembut itu mengecupnya berlalu dengan wanita lain, sekalipun itu memang istri Zean.
Demi Tuhan, Syila sangat sadar posisinya. Dia hanya istri yang Zean jadikan tempat pulang dan mencari hal yang tidak dia dapatkan dari Nathalia. Akan tetapi, semakin kuat dia mencoba batinnya kian berkecamuk tak karuan.
Sama sekali dia tidak menduga ada di titik ini, entah kenapa dia lemah sekali. Padahal, ketika Zean menyebut namanya dalam sighat akad siang itu, dada Syila bahkan tidak berdebar lantaran paham bagaimana watak Zean.
Namun, saat ini dia merasa kehilangan dirinya. Zean datang dengan sikap berbeda dan membuat mata Syila terbuka, tanpa dia sadari air mata itu membasahi pipinya. "Syila stop, buang air matamu ... hapus deritamu, jangan pernah menangisi pohon beringin itu."
Sayangnya, hati kecil dan lisannya berbeda. Sungguh menyedihkan wajahnya sekarang, dia bahkan belum makan siang dan pangsit yang sudah dia pesan sama sekali tidak menggugah seleranya.
Apa mungkin dia terpesona dengan pesona Zean? Ya Tuhan yang benar saja, apa yang Zean lakukan sampai jiwa Syila porak poranda begini. Dia berlalu keluar setelah menghapus air matanya. Masih sedikit terlihat, tapi tidak membuat kecantikannya luntur sama sekali.
Jika ada yang melihat, tentu saja mereka memaklumi dan mengerti jika tangisan Syila adalah ulah Zean yang kerap semena-mena. Sayangnya, rasa sakit yang Syila rasa hari ini bahkan lebih buruk daripada tangis akibat mulut judes Zean.
Dia melangkah gontai dan mendaratkan tubuh lemasnya di kursi empuk itu. Syila menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, baru kali ini dia meneteskan air mata karena kepergian Zean. Biasanya, Zean yang menghilang dari pandangan adalah anugerah karena telinga dan batinnya sedikit terjaga walau beberapa jam.
Tidak berselang lama, ponselnya bergetar dan menunjukkan seseorang mengirimkan pesan singkat di sana. Entah hatinya memang tengah merana atau bagaimana, akan tetapi senyum Syila terbit ketika melihat notifikasi yang muncul di layar ponselnya.
- Pak Zean (Beringin Alam Baka)
Masuk, aku sudah kembali.
Sebuah kalimat singkat yang membuat Syila lagi-lagi tersenyum tanpa dia rencanakan. Sial, kenapa dia seakan tidak ada harga dirinya, pikir Syila kesal sendiri. Akan tetapi, begitulah ketika hati sudah ikut adil, Syila segera beranjak menuju ruangan Zean.
.
.
Meski dia sebahagia itu kala Zean mengirimkan pesan padanya, tetap Syila bersikap seolah dia biasa saja. Tidak mau terlihat begitu berharap, karena dia khawatir Zean justru akan membuangnya jika terlalu percaya diri hanya karena dinikahi.
Sebelum masuk, Syila menarik napas lebih dulu. Dia memejamkan mata dan kini melangkah dengan perasaan yang lagi-lagi gugup. Heran sekali, kenapa dia mendadak seperti wanita yang tengah kasmaran.
"Duduklah."
Kali pertama Zean memerintahkannya untuk duduk selama Syila berada di kantor ini. Biasanya pria itu hanya diam layaknya pohon beringin tua dengan aura negatif, kini Zean seperti bukan dirinya.
Tenang, santai dan Syila bersikap seadanya walau batinnya bergelora setiap senyum pria yang dia kenal begitu datar dan dingin itu terukir di wajah tampannya. Bagaimana tidak Syila berdesir, selama ini jangankan senyum, bicara baik-baik saja dia enggan.
"Belum makan, 'kan?" tanya Zean kini duduk di hadapannya, sang istri sejak tadi menunduk dan menjaga pandangan. Mungkin karena masih terbawa suasana sebagai bawahan hingga Syila tidak berbuat macam-macam.
"Su-sudah."
"Bohong, pangsitmu saja belum disentuh ... makanlah, aku bawakan makan siang untukmu." Zean tidak pernah bersikap semanis ini, sekalipun pada sekretarisnya yang terdahulu.
"Kamu sendiri gimana?"
"Aku sudah kenyang, jangan coba-coba menolak hanya karena kamu punya pangsit ... lagipula apa tidak bosan setiap hari? Lambungmu muak mungkin menerima makanan yang itu-itu saja setiap harinya."
Setelan pabrik memang dia julid, beberapa menit lalu Syila bersedih lantaran sang suami pergi dari jangkauannya. Akan tetapi, kini dia kembali menyebalkan dan membuat suasana hati Syila tidak semelow sebelumnya.
"Tidak, lambungku terbiasa," ujarnya kemudian seraya membuka kotak makan siang yang cukup menggugah seleranya.
Memang dasar lambung banyak gaya, tadi dia sama sekali tidak naffsu dan kini kenapa justru lapar seakan tidak makan setahun. Zean menatapnya begitu lekat, sama sekali tidak dia lewatkan setiap momen yang ada di depannya. Hanya karena melihat syila makan dengan tenang, dia berdegub kencang.
"Biasakan makan nasi, nanti sakit."
Syila mendongak dan sejenak berhenti mengunyah, kenapa Zean bisa tahu jika dia sangat jarang makan nasi. Padahal Zean adalah pria yang dikenal sama sekali tidak peduli dengan urusan pribadi orang lain, akan tetapi kebiasaan Syila seolah dia ketahui.
"Iya."
"Jangan iya-iya saja, makan itu dijaga selagi sehat ... jangan cuma mikirin kenyang, setidaknya seimbang," ujarnya menjadi panjang dan berubah jadi ahli gizi dadakan.
Syila mengangguk patuh dan kemudian melanjutkan makan siangnya. Hatinya mendadak ge-er ketika Zean mengatakan hal tersebut. Meski Zean tidak mengatakan dengan jelas, akan tetapi Syila yakin pria itu diam-diam memerhatikannya.
Tidak butuh waktu lama bagi Syila menghabiskan makanannya. Dia bukan wanita lambat yang menjaga cara makan agar terlihat imut di hadapan pria, akan tetapi dia memang tetap menjaga sopannya.
Sayangnya, meski dia berusaha melakukan hal yang sempurna, Syila tidak sengaja bersendawa kecil hingga membuat Zean tertawa sumbang. Sungguh memalukan, susah payah usaha ternyata lambungnya berkata lain.
"Ehm, maaf tadi aku meninggalkanmu, tapi kami tidak cuma berdua ... ada papanya Nathalia juga. Jangan salah paham, Syila," tutur Zean tiba-tiba selembut itu dan membuat hati Syila menghangat, dia tertegun dan matanya seakan tidak bisa melepaskan Zean.
"Dia minta maaf? Ya Tuhan, berdosakah jika aku sesenang ini?"
.
.
- To Be Continue -