"Tidak adakah pekerjaan yang bisa kamu lakukan selain mengganggu kesibukan orang lain?" Clive melirik dingin Berry yang duduk disebelahnya.
"Aku hanya ingin wanita itu menjadi ibuku. Bila menunggu Ayah, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kehidupan," Berry ikut melirik dingin pada ayahnya.
"Siapa yang mau menjadi Ibumu? Wanita itu?" Clive tersenyum sinis mendengar ucapan putranya.
"Aku saja tidak mau jadi Ayahmu. Terpaksa saja, karena kamu adalah anakku," Clive membuka sabuk pengamannya, lalu segera turun dari mobil. Ia membuka pintu, lalu meraih tubuh kecil Berry masuk dalam gendongannya dan menyerahkannya pada pengasuhnya.
"Pastikan pria kecil ini tidak membuntutiku lagi."
"Baik Tuan," David membungkuk hormat, lalu menggandeng tangan Berry yang segera ditepis anak itu lalu berlari memasuki rumah.
Ikuti kisah Berry, yang memilih sendiri siapa wanita yang dijadikan sebagai ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Tidak Merindukan
"Ibu, Ibu masuk saja lebih dulu, aku ingin menyapa Sky dulu," ucap Berry seraya mengusap anjing Boxer-nya yang sedang menggesek-gesekan tubuh besarnya pada kakinya dengan manja.
"Baiklah Sayang, jangan lama-lama. Lihat, matahari sudah terbenam, kamu harus segera mandi," Sizy tersenyum, turut mengusap punggung Sky yang hampir sama tingginya dengan tubuh Berry.
"Ibu, terima kasih sudah bersedia datang kerumah sakit, dan menghibur Yuna."
Sizy menoleh, menemukan senyum tipis pria kecilnya, sementara tangannya masih mengusap-usap punggung Sky.
"Sama-sama. Dan Ibu bangga padamu Sayang," Sizy balas tersenyum. Berry kadang bersikap datar, juga dingin, mirip sekali dengan Clive, mungkin karena dirawat dan dididik oleh pria itu mulai bayi. Tapi ia dapat merasakan, rasa kemanusian pria kecil itu sangat besar pada sesamanya, contohnya pada Yuna, teman sekolahnya.
"Ibu masuk dulu ya. Setelah bermain sebentar dengan Sky, segeralah mandi. Ibu akan menyiapkan makan malam untuk kita," pamit Sizy, setelah merasa cukup menyapa dan mengusap hewan peliharaan Berry, wanita itu gegas beranjak dari sana.
"Tuan kecil, nona Michelle masih menunggu didepan pagar sedari tadi," ucap David pelan, setelah memastikan Sizy sudah tidak terlihat lagi.
Berry menarik rantai Sky, mengayunkan langkah kecilnya menuju pagar di iringi David.
Seorang wanita berpenampilan seksi, dengan gaya rambut ponytail-nya, tersenyum lebar menyambut kedatangan Berry didepan pagar.
"Berry Sayang, bukakan pintu pagarnya, tidak sopan membiarkan tamu berada diluar seperti ini," ujar wanita itu dengan wajah dibuat imut.
"Rumah ini tidak untuk menerima tamu," Berry menatap datar wanita yang sangat dikenalnya itu.
"Lima bulan tidak bertemu dengan Ibumu ini, apa tidak membuatmu merindukanku?"
"Tidak."
Mendengarnya, tidak membuat wanita cantik itu tersingung, malah senyum lebarnya semakin lebar.
"Kalau begitu, anggap aku yang merindukanmu, bagaimana Berry Sayang?" wanita itu berusaha membujuk sembari mengulas senyumnya yang paling manis.
"Aku yakin, nona Michelle tidak lupa dengan peringatan Ayah, jika ingin bertemu denganku bukan dirumah ini, tapi dirumah Nenek dan Kakek. Sekarang pergilah."
Berry berbalik, mengayunkan langkah kecilnya meninggalkan pagar.
"Lalu, bagaimana kalian bisa mengijinkan wanita miskin itu tinggal dirumah ini?!" pekik Michelle, sudah tidak bisa menahan kesabarannya lagi.
Berry menghentikan langkahnya, kembali berbalik, dan menatap dingin wanita yang adalah ibu kandungnya itu.
"Jika masih ingin bertemu denganku, jangan pernah menghina Ibuku lagi seperti itu, apalagi sampai mengganggunya, aku dan Ayah tidak akan pernah membuat pemakluman untuk itu."
Berry kembali berbalik, dan melangkah pergi sambil menyeret rantai Sky yang menggonggong galak kearah Michelle.
David gegas mengekor Berry, wajah suram Michelle membuatnya ngeri melihatnya.
"Awas saja! Aku tidak akan tinggal diam Clive, setelah mengambil anakku, bisa-bisanya kamu malah menikahi wanita lain!" Michelle masuk kedalam mobilnya dengan amarahnya, lalu melajukannya meninggalkan kediaman Clive.
...***...
"Su-su I-bu Ha-mil," eja Berry pelan, membaca pada kotak susu ditangannya, lalu meletakannya kembali diatas meja makan.
"Apa aku akan segera punya adik bayi, Ibu?" Berry menatap Sizy, wanita itu seketika kelabakan mendapat pertanyaan pria kecilnya sembari melirik kearah Clive yang tengah fokus mengaduk isi gelas susu untuknya.
Sedari tadi ia pusing memikirkan bagaimana kedepannya harus menghabiskan berkotak-kotak susu yang dibeli oleh Clive sore itu selepas pulang berkerja.
"Aaa, i-iya Sayang, kamu akan punya adik, apa kamu menyukainya?" gugup Sizy, belum pernah ia segugup itu.
"Tentu saja Ibu, laki-laki atau perempuan, aku tidak memilih," sahut Berry senang.
"Mulai malam ini, Ibumu tidak akan membacakan buku dongeng lagi untukmu, karena harus banyak istirahat. Ayah yang akan menggantikan Ibumu," Clive berjalan mendekat, meletakan gelas susu yang ia bawa tepat dihadapan Sizy.
"Habiskan susumu. Anak kita butuh banyak nutrisi dari Ibunya," beralih pada Sizy yang tengah memaku, menatap nanar gelas susunya.
"Ayah yang akan membacakan buku dongeng untukku? Oh tidak, terima kasih. Pasti membosankan," tolak Berry mentah-mentah, membayangkan suara datar sang ayah lengkap dengan wajahnya yang tanpa ekspresi.
"Kamu belum mendengar saja, ayahmu ini peniru ulung," beralih mendekati Berry, lalu meraih tubuh pria kecil itu masuk dalam gendongannya.
"Setelah menghabiskan susumu, segeralah kembali kekamar, aku akan menyusulmu setelah pria kecil ini tertidur."
"Hm," gumam Sizy sembari mengangguk.
...***...
"Tidak perlu membaca buku dongeng untukku, aku bisa tidur sendiri."
"Siapa juga yang mau membaca buku dongeng untuk pria kecil sepertimu, merepotkan, dan melelahkan saja," balas Clive, sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh kecil Berry.
"Melihat sikap Ayah ini, aku bingung bagaimana caranya Ayah dan Ibu bisa membuat adik untukku."
Clive terpaku mendengarnya, tangannya yang sibuk merapikan selimut Berry berhenti bergerak. Sampai saat ini dirinya-pun masih bingung, bagaimana bisa dengan hanya membuat wanita itu tidak berpakaian sehelai-pun dan tanpa menyentuhnya bisa membuat isterinya itu hamil.
Juga tidak mungkin ada pria lain. Semenjak dirinya setuju dengan permintaan Berry, orang-orang suruhannya selalu extra menjaga isterinya itu kemanapun pergi dengan diam-diam.
"Nona Michelle tadi sore kemari. Sepertinya dia tahu tentang Ibu."
Suara Berry membuyarkan lamunan Clive, tapi tidak membuat pria itu kaget, karena wanita yang disebutkan putranya itu sempat mendatanginya dikantor siang tadi dan diusirnya pula.
"Lalu?" tanya Clive datar.
"Aku menyuruhnya pergi. Bila ingin bertemu denganku dirumah Nenek dan Kakek saja, sesuai apa kata Ayah dulu," sahut Berry.
"Memang seharusnya begitu. Ayah tidak mau Ibu kandungmu itu mengganggu ketenangan rumah ini. Sekarang tidurlah, Ayah akan kembali kekamar menemani Ibumu."
Clive menekan tombol lampu tidur pada remote ditangannya, lalu beranjak menuju pintu dan menutupnya rapat.
Bersambung...✍️
Otw unboking kah…
🤭🤭
malu sangat diriku,, gak terlalu banyak tau tentang budaya sendiri🥲🥲🥲
iklan ku masih lengkap padahal udah malem.🤭