(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gerbang Besi
Badai Abu Hitam mereda dua belas jam kemudian, meninggalkan dunia yang tertutup lapisan pasir abu-abu baru yang tebal dan sunyi.
Di dalam reruntuhan menara, Chen Kai berdiri, membersihkan jubahnya. Para Pengais Hantu di sudut ruangan masih meringkuk, mata mereka menatap Chen Kai dengan campuran ketakutan dan harapan agar monster ini segera pergi.
"Kalian," kata Chen Kai, menunjuk Raja Tikus.
"Y-Ya, Tuan Besar?"
"Tidur."
Chen Kai bergerak cepat. Sebelum mereka sempat berkedip, dia telah memukul titik saraf di leher keenam bandit itu dengan presisi bedah. Mereka jatuh pingsan seketika—bukan mati, tapi cukup untuk membuat mereka tidak sadarkan diri selama sehari penuh. Waktu yang cukup bagi Chen Kai untuk menghilang.
"Ayo," kata Chen Kai pada Manajer Sun dan Xiao Mei. "Kita harus mengubah penampilan sebelum mencapai Pos Perdagangan Besi."
Mereka keluar dari menara, kembali ke padang tandus yang menyilaukan mata.
Satu jam perjalanan dari menara, Chen Kai berhenti di sebuah cekungan batu yang terlindung dari angin.
"Kita tidak bisa masuk ke kota dengan penampilan seperti ini," kata Chen Kai, menatap Manajer Sun yang masih terlihat seperti pedagang kaya yang jatuh miskin, dan Xiao Mei yang, meskipun kotor, masih terlihat seperti gadis muda yang cantik. "Deskripsi Jian Lie terlalu spesifik."
"Apa rencanamu, Tuan Pengembara?" tanya Manajer Sun.
Chen Kai mengambil segenggam lumpur abu yang dicampur dengan sedikit getah tanaman liar yang pahit.
"Seni Penyamaran: Wajah Abu."
Dia mulai bekerja.
Pertama, Xiao Mei. Chen Kai memotong rambut panjangnya dengan pisau angin menjadi potongan pendek acak-acakan. Dia mengoleskan lumpur abu ke wajah dan leher gadis itu, menggelapkan kulitnya yang putih susu menjadi warna cokelat kusam. Dia juga membebat dadanya dengan kain kasar.
"Mulai sekarang, kau adalah 'Xiao', budak bisu yang membawa barang," instruksi Chen Kai.
Xiao Mei mengangguk, menyentuh rambut pendeknya dengan sedikit sedih tapi paham akan kepentingannya.
Kedua, Manajer Sun. Chen Kai menggunakan teknik yang lebih drastis. Dia menggunakan jarum perak untuk menekan beberapa titik meridian di wajah orang tua itu, membuat otot wajahnya sedikit lumpuh dan miring, seolah-olah dia menderita stroke atau penyakit saraf. Dia juga menaburkan bubuk herbal berbau busuk ke jubah Manajer Sun.
"Kau adalah orang yang sakit-sakitan. Kau menderita 'Kusta Abu'. Penyakit menular yang umum di kalangan penambang reruntuhan."
Manajer Sun melihat bayangannya di genangan air dan tersenyum miring "Luar biasa. Bahkan ibuku tidak akan mengenaliku."
Terakhir, dirinya sendiri.
Chen Kai tidak bisa menyembunyikan Pedang Meteor Hitam—itu senjatanya. Jadi, dia membungkus seluruh pedang itu dengan lapisan kain tebal yang berlapis-lapis, lalu mengikatkan berbagai peralatan masak, kantong tidur, dan barang rongsokan di luarnya. Sekarang, pedang itu terlihat seperti buntelan kargo raksasa yang dipikul di punggung.
Dia juga mengubah postur tubuhnya, membungkuk sedikit, dan membiarkan auranya menjadi liar dan tidak teratur, seperti kultivator liar yang kasar.
"Sekarang," kata Chen Kai, suaranya berubah menjadi geraman kasar. "Kita adalah kelompok pemulung yang tidak beruntung."
Dua Hari Kemudian.
Pos Perdagangan Besi akhirnya terlihat di cakrawala.
Itu bukan kota yang indah. Itu adalah benteng monstrositas yang dibangun dari besi tua berkarat, batu hitam, dan tulang-tulang binatang raksasa. Dindingnya setinggi dua puluh meter, penuh dengan paku dan noda minyak hitam. Cerobong asap memuntahkan asap tebal ke langit kelabu, dan suara palu menempa logam terdengar konstan seperti detak jantung industri.
Namun, yang paling mencolok adalah antrean panjang di gerbang masuk.
Ratusan pengembara, pedagang, dan tentara bayaran sedang diperiksa satu per satu. Penjagaan diperketat tiga kali lipat.
"Lihat itu," bisik Manajer Sun, menunjuk ke atas gerbang.
Di sana, berdiri beberapa prajurit dengan baju zirah hitam mengkilap yang sangat kontras dengan penjaga kota yang kumuh.
Penjaga Bayangan. Pasukan elit Klan Jian.
Mereka memegang gulungan gambar dan membandingkan wajah setiap orang yang lewat dengan teliti.
"Mereka benar-benar serius," batin Chen Kai. "Jian Lie pasti sangat ingin kepalaku."
"Tetap tenang," bisik Chen Kai pada Xiao Mei yang mulai gemetar. "Ingat peranmu. Kau bisu. Kau takut. Itu wajar."
Mereka bergabung dalam antrean. Bau keringat dan keputusasaan menguar dari kerumunan.
Ketika giliran mereka tiba, dua penjaga kota dengan tombak menyilang menghalangi jalan. Seorang Penjaga Bayangan turun dari posnya, matanya yang dingin menatap tajam.
"Identitas?" tanya penjaga kota kasar.
"Gao," jawab Chen Kai dengan suara serak, meludah ke tanah. "Pemulung. Ini orang tua dan budakku."
Penjaga Bayangan itu melangkah maju. Dia tidak peduli pada Chen Kai. Dia melihat Manajer Sun. Deskripsi target: Orang tua pedagang.
Manajer Sun, dengan akting sempurna, mulai terbatuk-batuk hebat. Suaranya basah dan menjijikkan.
"Uhuk... uhuk... tolong... obat..."
Bau busuk dari "luka" di wajahnya (akibat bubuk herbal Chen Kai) menyengat hidung Penjaga Bayangan itu.
"Menjijikkan," gumam Penjaga Bayangan, mundur selangkah sambil menutup hidung. "Apa ini?"
"Kusta Abu, Tuan," kata Chen Kai santai. "Sudah stadium tiga. Bernanah. Hati-hati, cairannya menular."
Mendengar kata "menular", para penjaga kota langsung mundur menjauh. Bahkan Penjaga Bayangan itu, yang kultivasinya tinggi, tidak mau mengambil risiko terkena penyakit kotor dari daerah kumuh.
Dia beralih menatap "buntelan" di punggung Chen Kai.
"Apa itu?" tanyanya curiga, menunjuk bungkusan raksasa yang sebenarnya adalah Pedang Meteor Hitam.
"Barang rongsokan, Tuan," Chen Kai menyeringai lebar, memperlihatkan gigi yang dia hitamkan dengan arang. "Logam bekas, panci, tulang... mau lihat? Siapa tahu ada yang berharga..."
Chen Kai bergerak seolah hendak membuka bungkusan kotor itu.
"Cukup!" bentak Penjaga Bayangan, kehilangan minat. Deskripsi targetnya adalah pemuda tampan dengan pedang hitam legendaris, bukan pemulung kotor dengan buntelan sampah dan paman berpenyakit.
"Bayar pajak masuk. Tiga puluh koin perak. Masuk sana dan jangan tularkan penyakit itu ke orang lain."
Chen Kai membungkuk berlebihan. "Terima kasih, Tuan Besar! Terima kasih!"
Dia melempar koin perak yang kusam dan segera menyeret Manajer Sun dan Xiao Mei melewati gerbang.
Begitu mereka melewati lorong gerbang yang gelap dan masuk ke hiruk-pikuk kota, Chen Kai menegakkan tubuhnya sedikit.
Mereka berhasil masuk.
Bagian dalam Pos Perdagangan Besi adalah labirin logam dan uap. Jalanannya sempit, dipenuhi lumpur minyak. Toko-toko pandai besi berjejer di mana-mana, memamerkan senjata-senjata kasar namun mematikan.
Tapi yang paling menarik perhatian Chen Kai adalah kerumunan orang yang berkumpul di alun-alun pusat.
Sebuah papan pengumuman raksasa berdiri di sana. Dan di bawahnya, sebuah panggung kayu didirikan.
Di atas panggung itu, seorang pria dengan perban membalut separuh tubuhnya duduk di kursi singgasana. Wajahnya pucat, tapi matanya menyala dengan kebencian gila. Di sampingnya, pedang emas besar tertancap di lantai panggung.
Jian Lie.
Dia tidak bersembunyi. Dia secara terbuka memimpin perburuan.
"Dengar baik-baik, sampah Reruntuhan Utara!" suara Jian Lie, diperkuat Qi, menggelegar ke seluruh alun-alun.
"Siapa pun yang bisa membawakanku kepala Chen Kai... aku tidak hanya akan memberinya 100.000 Batu Roh..."
Jian Lie berdiri, menahan rasa sakit di rusuknya. Dia mengangkat sebuah benda tinggi-tinggi.
Sebuah Buah Roh berwarna merah darah yang berdenyut seperti jantung.
"...Aku akan memberikan Buah Jantung Naga ini! Buah yang bisa membantu seseorang menerobos ke Alam Pembangunan Fondasi tanpa hambatan!"
Kerumunan meledak dalam kegemparan. Keserakahan membakar mata setiap tentara bayaran, pembunuh, dan kultivator di sana. 100.000 Batu Roh sudah cukup untuk membuat orang gila, tapi Buah Jantung Naga? Itu adalah harta karun yang tak ternilai!
Di pinggiran kerumunan, Chen Kai menatap buah itu.
"Buah Jantung Naga?" tanya Chen Kai dalam hati. "Yao, apa itu asli?"
"Itu asli," jawab Kaisar Yao, nadanya serius. "Dan ironisnya... buah itu kemungkinan besar tumbuh dari darah naga yang sama yang mereka gunakan untuk membangkitkan Naga Mayat. Itu benda yang sangat cocok untukmu, Bocah."
Chen Kai menyeringai tipis di balik lapisan debu di wajahnya.
"Dia menawarkan hadiah yang sempurna untuk menarikku keluar," batin Chen Kai. "Tapi dia lupa satu hal. Jika dia memamerkan harta di depan serigala... dia mungkin akan digigit sendiri."
"Ayo," bisik Chen Kai pada rombongannya. "Kita cari penginapan paling kumuh dan paling aman. Kita perlu merencanakan langkah selanjutnya."
Mereka menghilang ke dalam gang-gang sempit Pos Perdagangan Besi, sementara di belakang mereka, seluruh kota bersorak meneriakkan nama Chen Kai sebagai target buruan nomor satu.