Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Nikmatnya Pacaran dengan Tetangga
"Mas.."
"Hm.."
"Mass..."
"Iya, sayangku."
"Mas kok gak bilang kalo pulang cepet?" Tanya Laras.
"Sengaja, biar kamu kaget." Sahut Dimas sembari mengusap kepala Laras.
Setelah tarawih tadi, Dimas langsung mampir ke rumah Uti. Tentu saja untuk menemui kekasihnya. Tak peduli ketika di goda oleh para tetangga yang turut senang dengan hubungan keduanya yang kabarnya sudah sampai di mana - mana.
Terlebih lagi, ini adalah kali pertama mereka, para tetangga melihat sosok lain seorang Dimas yang ternyata super bucin pada gadis 'pendatang' di desa mereka.
Tak sedang duduk di teras seperti biasanya karena hujan yang turun, mereka kini berada di ruang tamu rumah Uti.
"Uti masak apa? Uti buat sambel kentang jeroan sama lontong sayur gak?" Tanya Dimas yang hafal masakan Uti setiap masuk puasa pertama.
"Buat, ada semur ayam juga. Tadi juga ngirim ke Ibuk. Kata Uti itu kesukaan Mas. Mas belum makan di rumah ya berarti?" Tebak Laras.
"Belum. Sampai rumah tadi mandi terus langsung berangkat ke Masjid karna udah masuk waktu Isya."
"Mas laper ya?" Tanya Laras yang di jawab anggukan jujur oleh Dimas.
"Utiii cucumu yang satu ini laper katanya, mau minta makan!" Seru Laras yang langsung di bekap mulutnya oleh Dimas.
"Heh! Astaghfirullah. Bocah iki (Anak ini)" Lirih Dimas.
"Mboten, ti. (Enggak Ti.)" Timpal Dimas kemudian.
"Mbok yo di jipukke to, nduk. Wong gur arep mangan wae kok. Urung kober mangan to le, mau? (Mbok ya di ambilin to, nduk. Orang cuma mau makan aja kok. Belum sempet makan to le, tadi?)" Tanya Uti yang juga tau kalau Dimas baru pulang.
"Dereng, ti. (Belum, ti)" Sahut Dimas yang cengar - cengir.
"Kono Laras kon jipukne opo jipuk dewe. Koyo opo wae lho lah! Biosone nak ra cocok masakan ibuke yo moro merene. (Sana Laras suruh ngambilin apa ambil sendiri. Kayak apa aja lho lah! Biasanya kalau gak cocok masakan ibuknya ya dateng kesini)" Cicit Uti.
Ya, faktanya sedekat itulah hubungan mereka walaupun tak ada ikatan darah. Dimas memang kerap kali makan di rumah Uti jika bosan masakan di rumahnya.
Uti pun sering memanggil Bu Asih dan Dimas untuk mengajak gembulan (makan bersama) Jika sedang tak nafsu makan, begitu pula sebaliknya.
Bu Asih dan Pak Sugeng yang notabene hanyalah orang lain yang tinggal di sebelah rumah Uti, justru tampak seperti anak kandung Uti.
Tak hanya tentang makanan, mereka pun saling merawat, dan saling membantu dalam segala hal layaknya keluarga. Seperti anak dan orang tua, juga seperti nenek dengan cucunya.
"Laras aja yang ngambilin, Ti. Nanti Mas Dimas ngambilnya sedikit karna malu." Kekeh Laras sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Kowe ki yo senenge njaraki lho, ras. (Kamu ini ya senangnya ngeledek lho, ras.)" Omel Uti sembari memukul pelan pundak Laras.
"Yowes Uti tinggal, ojo do tukaran (Yasudah Uti tinggal, jangan berantem)." Gelak Uti yang meledek.
Tak lama, Laras kembali ke ruang tamu dengan membawa sepiring makanan dan segelas air putih.
"Makan, Mas. Biar kuat." Goda Laras.
"Kuat ngadepin pacar jahil kayak kamu." Sahut Dimas yang membuat Laras tertawa.
"Astaghfirullah, banyak banget. Gak kira - kira sih, Ay." Omel Dimas saat melihat porsi makan yang di ambilkan Laras.
"Harus abis loh, biar kenyang, biar tidurnya nyenyak. Biasanya porsi Mas juga segini kalo makan." Jawab Laras.
"Malem ini, Ay. Kalo kekenyangan malah gak bisa tidur." Keluh Dimas.
"Enggak, gak kekenyangan kok. Pasti siang tadi kan, terakhir makan?" Paksa Laras yang membuat Dimas hanya bisa tarik nafas tanpa bisa melawan lagi.
"Ngene carane, genep sesasi lak seger awakku, Ay. (Gini caranya, genap sebulan bisa seger badanku, Ay)" Cicit Dimas kemudian.
"Malahannya sehat kalo seger."
"SEGER-DUUUU (Segardu/sebesar gardu)" Sahut Dimas yang membuat Laras tertawa.
"Mas ngapain?" Tanya Laras.
"Balesin chat ini." Jawab Dimas sembari menunjukkan ponselnya.
"Anak - anak gak libur itu puasa pertama?" Tanya Laras sembari menyuapi Dimas yang sibuk dengan ponselnya.
"Libur, dek." Jawab Dimas sambil menikmati makanan di mulutnya.
"Paling enak emang disuapin gini, Ay." Kata Dimas setelah kembali menerima suapan dari Laras.
"Makanya, sengaja aku suapin, biar Mas habisin ini." Kekeh Laras.
"Mas ngerjain apa aja kemarin?"
"Mau liat?." Dimas kemudian membuka vidio hasil visualisasi buatannya yang sudah di realisasikan.
"Ini perumahan apa gimana, Mas?"
"Kompleks perumahan mewah. Ini tipe terendahnya aja harganya hampir satu M." Cerita Dimas.
Mereka berdua tampak fokus melihat tayangan vidio di ponsel Dimas. Laras juga masih tetap menyuapi pria dewasa di sebelahnya.
"Ya Allah Gusti! Wes gerang kok yo ijek di dulang! (Ya Allah! Sudah besar kok ya masih di suapin!) Assalamualaikum." Hilman mengagetkan Laras dan Dimas yang sedang asyik dengan kegiatan mereka.
Uhhukkk... Uhuukk....
Dimas sampai tersedak mendengar komentar Hilman yang tiba - tiba ada di depan pintu yang terbuka lebar.
"Minum Mas, minum. Sampe keselek kan." Kekeh Laras sambil memberikan air putih pada Dimas. Tak hanya Laras, Hilman pun ikut terkekeh melihat kekagetan Dimas.
"Kamu juga lho, man. Tiba - tiba muncul ngagetin kayak hantu gitu.!" Cicit Laras.
"Mbak Laras sama Mas Dimas aja yang terlalu fokus liat hape. Aku salam aja sampe gak di jawab." Jawab Hilman.
"Waalaikumsalam." Sahut Dimas.
"Wes kasep, Mas - mas. (Sudah telat, Mas - mas)" Gelak Hilman.
"Dari pada gak di jawab?" Sahut Dimas yang kembali menerima suapan terakhir dari Laras.
"Itu gak bisa makan sendiri to? Ngalemeeee (manjanya.)" Komentar Hilman yang meledek.
"Tanggung, tinggal sesuap." Jawab Dimas.
"Mau nyari Uti, man?" Tanya Laras.
"Enggak juga. Mau nganterin sop teklik (kaki sapi) ini lho. Waktu itu katanya Mbak Laras kangen sop teklik buatannya mamak." Kata Hilman sambil memberikan rantang yang ia bawa pada Laras.
"Iya, wihhhhh....!!!! Bulik Lani emang the best kalo masak menu satu ini." Girang Laras yang segera membuka rantang yang di bawa Hilman.
"Mas mau cicip?" Tanya Laras.
"Kenyang, Ay." Tolak Dimas yang memang kekenyangan.
"Yaudah, aku simpen dulu di kulkas, di angetin untuk sahur besok." Ujar Laras sambil beranjak menuju ke dapur. Tak lupa ia membawa serta piring bekas Dimas makan.
Setelah mengobrol sebentar, Dimas dan Hilman pamit pulang secara bersamaan karena sudah larut malam.
"Wani mulih dewe ora, man? (Berani pulang sendiri gak, man?)" Tanya Dimas.
"Wani to, Mas. Aku lho kendel, dalan ngarep yo jek rame. (Berani to, Mas. Aku lho berani, jalan depan ya masih rame.)" Jawab Hilman yang percaya diri.
"Ndi hapemu, kene. (Mana hapemu, sini)" Pinta Dimas.
Hilman pun memberikan ponselnya pada Dimas. Dimas lalu mengirim lokasi terkini dari Hilman agar ia bisa memantau keberadaan Hilman satu jam kedepan.
"Ati - ati, man. Nak enek opo - opo, telfon aku. (Hati - hati, man. Kalau ada apa - apa, telfon aku)" Pesan Dimas.
"Njih, Mas. Matur nuwun, tak mulih sek. Assalamualaikum. (Iya, Mas. Terima kasih, aku pulang dulu. Assalamualaikum)" Pamit Hilman.
"Waalaikumsalam."
...****************...
"Gak mangan tah, Dim? Iki enek sayur karo lawuh senenganmu ko Uti. (Gak makan tah, Dim? Ini ada sayur dan lauk kesukaanmu dari Uti.)" Ujar Bu Asih saat melihat Dimas hanya minum kopi susu ketika sahur.
"Masih kenyang banget buk, semalem udah makan itu banyak di rumah Uti." Jawab Dimas.
"Jelas awet leh wareg. Opo meneh mangane karo di kancani cewek e. (Jelas awet kenyangnya. Apa lagi makannya sambil di temenin pacarnya.)" Ujar Pak Sugeng yang menggoda putranya.
"Iyo to, di dulang mbarang kok. (Iya ti, di suapin juga kok.). Nikmatnya pacaran sama tetangga." Sahut Dimas yang beranjak meninggalkan orang tuanya menuju ke ruang tamu samping sembari membawa segelas kopi susu.
"Wes tuwek kok di dulang mbarang, Dim - Dim. Ra isin karo wulu kelek. (Sudah tua kok disuapin segala, Dim - Dim. Gak malu sama bulu ketiak)" Komentar Bu Asih yang memecah tawa Dimas dan Pak Sugeng.
update trus y kk..
sk bngt ma critany