Memiliki anak tanpa suami membuat nama Cinta tercoret dari hak waris. Saudara tirinya lah yang menggantikan dirinya mengelola perusahaan sang papa. Namun, cinta tidak peduli. Ia beralih menjadi seorang barista demi memenuhi kebutuhan Laura, putri kecilnya.
"Menikahlah denganku. Aku pastikan tidak akan ada lagi yang berani menyebut Laura anak haram." ~ Stev.
Yang tidak diketahui Cinta. Stev adalah seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan besar yang menyamar menjadi barista demi mendekatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13~ SEPERTI ANAK TIRI
Malam hari...
"Wah, kamu cantik sekali malam ini, Sayang," ucap mama Ratih memuji putrinya.
Indri tersenyum. "Iya dog, Ma. Aku harus tampil cantik dan menarik malam ini. Akan ku buat Vano tidak bisa berpaling dariku kali ini."
"Mama jadi penasaran, seperti apa rupa laki-laki yang kamu idam-idamkan itu." Mama Ratih pun tampak tak sabar menunggu kedatangan Vano dan kedua orangtuanya.
"Mama pasti akan terpukau melihatnya. Dia itu bukan hanya mapan tapi juga sangat tampan, Ma. Siapapun wanita pasti akan jatuh hati melihatnya, dan aku adalah wanita beruntung yang akan menjadi pendampingnya," ucap Indri penuh percaya diri.
"Semoga saja, semuanya berjalan lancar malam ini."
"Harus, Ma. Oh ya, Papa mana?" tanya Indri.
"Di kamar, masih siap-siap."
"Ya udah, aku mau ke depan dulu. Sebentar lagi mereka pasti akan datang." Indri pun berjalan keluar. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Cinta keluar dari dapur membawa segelas air minum. Ia pun menghampiri saudari tirinya itu.
Cinta memalingkan tatapannya ke arah lain sambil membuang nafas panjang ketika Indri tiba-tiba menghadang jalannya. Sekarang, kata-kata pedas apa lagi yang akan dikatakan wanita itu padanya.
"Sebentar lagi, aku akan kedatangan tamu spesial. Dan jangan sekali-kali kamu menampakkan batang hidung kamu di depan mereka, apalagi anak haram kamu itu. Papa bisa malu karena kalian berdua!"
"Cukup, Indri!" bentak Cinta. Jika siang tadi ia hanya diam anaknya dikatai anak haram di depan Stev, tapi sekarang tidak lagi. "Aku peringatkan ini terakhir kalinya kamu menyebut Laura anak haram. Jika sekali lagi aku mendengarnya, kamu akan tahu akibatnya!"
"Uhhh, takut." Indri memasang ekspresi mengolok. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman Cinta. "Faktanya memang begitu, kan? Laura itu anak haram yang gak jelas siapa bapaknya!"
Plak...
Satu tamparan yang cukup keras mendarat di pipi Indri. Wanita itu memegang pipinya yang terasa perih dan panas, tatapannya begitu tajam bak belati yang siap menikam Cinta.
"Kurang ajar kamu, ya!" Indri hendak membalas, namun tangannya lebih dulu dicekal oleh Cinta dan dihempaskan dengan kasar sehingga ia terdorong dan jatuh ke lantai.
"Dasar wanita murahan!" tukas Indri yang tak terima perlakuan Cinta
Byur...
Segelas air yang dipegang Cinta, ia tumpahkan tepat di atas kepala Indri.
"Cinta!" teriak Indri marah. Penampilannya yang sudah sempurna malam ini dan siap menyambut kedatangan Vano, hancur berantakan karena perbuatan saudari tirinya itu.
Teriakan Indri yang cukup keras itu, membuat mama Ratih yang sedang duduk di ruang tengah segera berlari ke asal sumber suara. Pun dengan papa Haris yang baru menuruni tangga.
Sepasang paruh baya itu terperangah melihat Indri yang terduduk di lantai dalam keadaan sedikit basah.
"Indri, kamu kenapa, Nak?" Mama Ratih dengan cepat membantu putrinya berdiri.
"Ini semua gara-gara Cinta, Ma. Dia tadi nampar aku, terus aku didorong dan disiram air!" Indri menunjuk kearah Cinta dengan tatapan berapi-api.
"Cinta!" bentak papa Haris yang marah mendengar pengaduan Indri.
"Dia memang pantas mendapatkan itu," ucap Cinta tanpa melihat papanya.
Papa Haris tampak geram. Ia melangkah maju ke hadapan Cinta, mengangkat sebelah tangannya dan melabuhkan di pipi kiri putrinya itu.
Sepasang mata Cinta seketika terpejam. Untuk yang pertama kali sang papa menamparnya. Sakitnya tak sebanding dengan luka di hatinya yang ditorehkan sang papa.
"Sudah cukup Papa diam melihat kelakuan kamu. Kali ini kamu benar-benar kelewatan!" Nafas papa Haris memburu dikuasai amarah. "Apa salah Indri sama kamu, kenapa kamu melakukan ini padanya!"
"Sudah jelas pasti karena dia Iri sama Indri, Pa," sahut mama Ratih.
Cinta menatap papanya, matanya nampak memerah. "Papa gak tahu duduk permasalahannya. Tanpa bertanya apa yang sudah lebih dulu dilakukan dan dikatakan Indri padaku, tapi Papa langsung menghakimi aku. Aku yang dilahirkan di rumah ini, tapi sekarang aku yang diperlakukan seperti anak tiri!" Setelah mengatakan itu, Cinta pun berlari meninggalkan mereka. Setetes air matanya jatuh. Papa yang dulu begitu menyayanginya, kini benar-benar telah berubah.
Sebelah tangan papa Haris terkepal. Menatap kepergian Cinta dengan tajam.
"Pa, sudah, biarkan saja. Sekarang Papa harus tenangkan diri. Jangan sampai gara-gara Cinta, acara kita malam ini jadi berantakan," ucap mama Ratih. Sebenarnya ia belum puas atas balasan yang diberikan suaminya terhadap Cinta. Tapi kali ini ia mengampuni sebab tak ingin merusak suasana dalam menyambut tamu spesial mereka malam ini.
Papa Haris pun mengatur nafasnya yang memburu. Ia berbalik menatap Indri.
"Pa, sakit," keluh Indri sambil memegangi pipinya yang bekas ditempat oleh Cinta.
Papa Haris menyentuh pipi Indri yang tampak sedikit memerah. "Papa pastikan, lain kali Cinta tidak akan berani lagi melakukan hal ini padamu. Sekarang, sana kamu cepat ganti pakaian. Sebentar lagi tamu kita pasti datang," ucapnya.
"Iya, Pa." Indri pun bergegas menuju kamarnya. Dalam hati merutuki Cinta yang telah membuat penampilannya jadi berantakan. Tapi, ia puas melihat Cinta langsung mendapatkan balasannya dari papa Haris.
"Pa, ayo kita ke depan menunggu kedatangan mereka," ajak mama Ratih sambil merangkul lengan suaminya.
Papa Haris mengangguk. Keduanya melangkah bersama keluar rumah.
Tak berselang lama, sebuah mobil mewah memasuki pelataran setelah pak Amin membukakan pagar.
Mama Ratih tersenyum lebar, penuh antusias menyambut tamu spesial mereka.
Sementara itu di dalam mobil. Mama Kinan menatap suaminya tajam. Ia sudah beberapa kali bertanya kemana mereka akan pergi, tapi suaminya hanya menjawab ia juga akan tahu nanti.
"Mama gak mau turun kalau Papa masih belum mau jawab," ucap mama Kinan.
Papa Azka terkekeh. Ia menunjuk ke arah sepasang suami istri yang berdiri di teras rumah. "Lihat, mereka itu calon besan kita."
"Calon besan?" Mama Kinan mengalihkan pandangannya. Menatap dengan lekat sepasang suami-istri yang terlihat tersenyum menyambut kedatangan mereka. "Jangan bercanda, Pa. Vano gak akan mau dijodohkan seperti ini. Mama sudah beberapa kali membujuk tapi dia gak pernah mau. Bahkan beberapa foto wanita yang ingin Mama perlihatkan, dia juga sama sekali gak mau lihat."
"Tapi rumah ini, adalah rumah wanita pilihan Vano, Ma," ucap papa Azka.
"Papa serius?" tanya mama Kinan tak percaya.
"Dua rius malah. Vano sendiri yang meminta kita datang kesini. Agar kita bisa lebih mengenal dekat calon istri dan calon mertuanya," jawab papa Azka.
Kedua mata mama Kinan seketika berbinar. Padahal, baru beberapa hari yang lalu putranya itu meminta waktu dalam satu bulan, tapi ternyata lebih cepat dari itu. "Pa, ayo kita turun. Mama udah gak sabar mau melihat calon menantu kita."