Perjalanan hidup yang berliku-liku harus diterima dengan penuh keikhlasan. Sebagai seorang single parents yang memiliki seorang anak laki-laki itu tak mudah. Setelah kehilangan pekerjaan di salah satu perusahaan di ibukota.
Akankah berakhir dengan bahagia di perjalanan hidupku ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurilmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 20
Satu bulan telah berlalu aku sudah tidak pernah berjumpa dengan Azzam kembali. Komunikasi lewat ponsel itu hanya satu kali setelah Azzam memastikan nomor yang aku catat di ponselnya benar nomorku. Saat aku sedang di ruangan tengah menonton televisi dan saat ini Fahri sedang sekolah. Vibrasi dari ponselku bergetar kulihat nama adiku menelepon ku kembali setelah sekian lama tidak menghubungiku kembali.
Drrrt drrrt drrrt
"Halo Assalamu'alaikum", ucapku pada Ratna yang berada di seberang sana.
" Walaikumsalam mbak Sarah apa kabar ", kata Ratna padaku
" Alhamdulillah baik", ucapku singkat.
"Mbak Sarah kok enggak pernah ada kabar?" tanya Ratna
"Bukannya seharusnya aku yang bertanya padamu Ratna, mengapa sejak aku keluar dari rumah peninggalan orang tua yang telah kamu jual itu kamu tidak ada kabar apa-apa", ucapku ketus.
" Maaf mbak Sarah aku sibuk jadi tidak pernah mengabari mbak Sarah", ujar Ratna.
"Aku kira kamu tidak ingat dengan kakakmu satu-satunya ini Rat", ucapku kemudian.
" Jangan omong begitulah mbak Sarah,aku masih ingat pada mbak Sarah dan Fahri", ujar Ratna.
Sedang mengobrol di telepon dengan Ratna, mbok Darmi berdiri tak jauh dari sofa tempat yang aku duduki sekarang ini. Aku pun mengakhiri teleponku dengan Ratna.
"Ada apa mbok Darmi?" tanyaku pada mbok Darmi yang sedang memegang paperbag besar.
"Ini ada titipan dari pak Azzam, bu Sarah", ucap mbok Darmi seraya menyerahkan paperbag padaku.
" Terimakasih ya mbok, lalu pak Azzam menunggu di depan atau sudah pergi ya mbok?" tanyaku pada mbok Darmi.
"Sudah pergi bu Sarah, tadi sudah saya suruh singgah tapi katanya lain waktu saja bu", kata mbok Darmi menjelaskan pada ku.
Mbok Darmi pun beranjak ke dapur untuk meneruskan pekerjaannya. Kubuka paperbag kulihat isinya ternyata ada tas sekolah untuk Fahri dan sepatu juga parfum untuk diriku juga ada satu paperbag ukuran kecil untuk mbok Darmi juga ketiga para pegawaiku yang masih keponakan mbok Darmi. Aku tak langsung menelepon Azzam karena aku harus mengecek kue buatan ku yang sedang di kerjakan oleh mbok Darmi dan juga para keponakan mbok Darmi. Walaupun begitu aku masih tetap mengerjakan sendiri untuk adonan kuenya dan mereka yang membantuku tinggal mencetak dan memanggang dalam oven.
Siang hari Fahri sudah pulang sekolah dan beristirahat siang. Sebelum Fahri tidur siang aku memberikan tas sekolah pemberian dari Azzam. Fahri terlihat sangat senang dan ingin mengucapkan terimakasih pada Azzam. Kemudian aku menelepon Azzam untuk mengucapkan terimakasih banyak sudah memberikan oleh-oleh untuk diriku juga Fahri.
Tut....tut.....tut.....
"Halo assalamu'alaikum Sarah", ucap Azzam di seberang telepon.
" Walaikumsalam mas Azzam terimakasih ya sudah memberikan oleh-oleh untuk kami semua", ucapku pelan.
"Iya apa kalian suka dengan oleh-oleh tersebut, aku bingung ingin membelikan apa untuk kamu dan Fahri juga yang para pegawaimu hanya itu yang aku pilihkan", ucap Azzam padaku lembut.
" Seharusnya tak perlu repot-repot membelikan sesuatu untuk kami, memangnya mas Azzam darimana?"ujarku bertanya.
"Ada perjalanan bisnis ada hal yang mendesak harus aku tangani sendiri, makanya baru sempat saat ini kita komunikasi lagi", ucap Azzam menjelaskan padaku.
" Oya mas Azzam, Fahri ingin mengucapkan terimakasih pada mas Azzam ", ujar ku seraya memberikan ponselku pada Fahri.
" Halo om terimakasih ya oleh-olehnya aku suka", seru Fahri pada Azzam.
"Alhamdulillah kalau Fahri suka, semoga bermanfaat untuk Fahri", ucap Azzam.
" Iya om,berkah untuk om ya", ujar Fahri.
"Aamiin Ya Allah terimakasih do'anya ya Fahri", ucap Azzam kembali
Lantas ponselku di berikan kembali padaku oleh Fahri. Akupun melanjutkan telepon dengan Azzam di ruang tengah.
" Apa sepatunya sesuai ukuran kakimu Sarah, aku hanya mengira-ngira saja karena sepertinya tidak jauh beda ukuran sepatumu dengan sepatu adikku", ucap Azzam lembut.
"Alhamdulillah sesuai dengan ukuran kakiku mas", ucapku pelan.
"Oya apa parfumnya kamu suka dengan harumnya?" tanya Azzam.
"Belum aku buka jadi tidak tahu harumnya seperti apa, omong-omong apa kamu tidak sibuk mas.... lebih nanti lain waktu bisa kita lanjutkan obrolannya", ucapku menyudahi pembicaraan di telepon.
"Sebentar lagi ada meeting, nanti lain waktu kita lanjutkan kembali", ujar Azzam mengakhiri pembicaraan di telepon.
Setelah itu memberikan bingkisan oleh-oleh dari mas Azzam dan tiga pegawai ku yang masih keponakan mbok Darmi. Mereka pun senang dan mengucapkan terimakasih.
...****************...
Di lain tempat Azzam sedang senyum-senyum sendiri setelah mengakhiri telepon dengan Sarah. Apa aku jatuh cinta pada wanita yang sudah memiliki seorang putra, gumam Azzam pada dirinya sendiri. Sedang asyik melamun tiba-tiba ada suara ketukan pintu, Denis melangkah ke arah Azzam.
" Pak Azzam meeting sudah siap hanya menunggu kehadiran bapak", ucap Denis pada Azzam.
"Ok kita ke sana sekarang", ujar Azzam beranjak ke ruangan meeting yang sudah menanti kehadirannya.
Denis pun mengikuti langkah Azzam ke ruang meeting.Sekitar dua jam lebih meeting berlangsung Selesai meeting pun Azzam menuju ke ruangannya kembali dan di ruangannya orang tua dari Azzam sedang menungguinya. Azzam hanya menghela nafas saat melihat papa dan mamanya sedang bercengkrama.
" Ma....pa....", ucap Azzam seraya mencium tangan kedua orang tuanya.
"Sudah selesai meetingnya zam?" tanya pak Adam papa Azzam.
"Sudah pa, tumben papa dan mama mampir ke kantor jam segini.....pasti ada yang mau di bicarakan dengan ku", ucap Azzam menatap papa dan mamanya.
" Kamu itu suudzon saja ke mama papa ini Zam, bisa tidak berpikir yang baik makanya cepatlah menikah ", ucap mama Dewi pada akhirnya.
" Tuh kan,ujung-ujungnya pembicaraannya mengarah ke sana?"ujar Azzam seraya menatap ke arah mama dan papanya bergantian.
"Ini loh mama kamu itu penasaran dengan oleh-oleh yang kamu belikan sewaktu kamu ke luar negeri, itu untuk siapa tidak mungkinkan kalau bukan untuk orang yang spesial dalam hidupmu Azzam", ujar Papa Adam menatap lekat Azzam.
" Apabila kamu serius dengan wanita itu lamarlah menikahlah agar tidak jadi zina kalau sering bertemu berdua, papa dan mama tidak memandang seorang itu dari kastanya tapi dari hatinya yang cantik juga membuatmu nyaman", Ucap mama Dewi sendu.
"Azzam pun belum tahu ma, bagaimana dia akan mau menerima diriku yang baru kenal belum lama ini", ucap Azzam menerawang jauh.
" Ajaklah main ke rumah nak", ujar mama Dewi.
"Apa mama dan papa menyetujui jika aku menikahi seorang wanita yang sudah memiliki seorang anak?" tanya Azzam pada kedua orang tuanya.
Mama dan papa saling memandang dan tersenyum ke arah Azzam.
"Mama dan papa akan menerimanya tidak memandang dia seorang janda mempunyai seorang anak, justru itu bonus untuk mama dan papa nak", ucap mama Dewi tersenyum.
" Nanti Azzam pikirkan ma, karena dia ini sulit untuk di taklukkan hatinya ", ucap Azzam kemudian.
" Ok kami tunggu kabar baik dari kamu segera", ucap papa Adam menyudahi obrolannya.
"Iya pa....ma.... mohon do'anya agar wanita luluh hatinya", ucap Azzam pada orang tuanya.
Kemudian mama Dewi dan papa Adam pergi untuk jalan-jalan menikmati masa tuanya dan ber kulineran mencoba berbagai makanan yang menurut mereka masih bisa di terima di usia paruh baya seperti mereka.