Rahasia Tuan Buruk Rupa

Terdengar suara gaduh di dapur. Pisau beradu dengan talenan yang digunakan untuk memotongi bahan-bahan untuk memasak. Gadis yang umurnya belum genap 20 tahun itu sedang membuat sesuatu di dapur. Saat ia membuka kulkas, ternyata ada banyak bahan makanan di dalam sana. Sayur mayur dan juga daging-dagingan.

Walaupun umurnya masih muda, tapi ia memang yang paling rajin membantu ibunya dikala memasak dulu. Sejenak ia teringat akan anggota keluarganya. Tentang kenapa mereka pergi dari rumah ini. Barang-barangnya pun hampir tak tersisa.

Ia hampir meneteskan air mata dan berusaha menghalau cairan bening itu yang hampir menetes.

"Aduh, perih!" Ia tersadar akan tangannya yang sedang memotong bawang. Matanya seketika perih saat tangannya menyentuh kedua matanya yang basah. Segera ia guyur dengan air kran yang mengalir untuk mengobati sedikit rasa perih itu. Tapi nyatanya malah tak menghilangkan rasa perih itu. Sampai ia terjongkok menahan matanya yang perih.

"Gosong!" teriak Arsen saat melihat tempe yang sedang dalam penggorengan. Dengan cepat ia mengangkat tempe itu dengan spatula. Ia sempat melirik Anell yang sedang terjongkok di lantai.

"Duduklah. Jika kamu tak mampu memasak. Jangan terlihat menyedihkan seperti itu," ujarnya seraya mengejek.

"Eh, siapa bilang aku tak mampu? Aku—"

"Sssttttt. Duduklah." Ia menutup mulutnya dengan jari telunjuknya, menyuruh gadis itu diam dan duduk.

Anell sempat ingin melanjutkan memasaknya tapi Arsen menghalangi. Ia akhirnya duduk dan memandangi Arsen yang sedang memasak dari belakang.

Tubuh tinggi dan tegapnya terlihat gagah dari belakang. Ia memakai kaos hitam polos dan celana panjang berwarna coklat. Tapi masih dengan rambut panjangnya yang menjuntai sampai ke bahu. Demi menutupi luka bakarnya yang memang menjijikkan.

Tak menyangka bahwa seorang Arsen bisa memasak. Tercium aroma masakan yang lezat.

"Kamu belajar masak darimana? Bukannya kamu selama ini hanya sibuk melukis? Kata pelayan kamu setiap hari hanya menghabiskan waktu untuk melukis. Tak pernah mau keluar kamar kecuali atas perintah tuan Samantha," cerocosnya panjang lebar.

Arsen menghidangkan berbagai macam lauk pauk di meja makan. Ia lantas duduk dan langsung mengambil nasi berserta lauk pauknya.

"Hey! Jawab aku!" Anell menggebrak meja dan menatap Arsen dengan sorot matanya yang menyala. Pria itu yang sedang memakan ayam goreng langsung menatapnya balik tentu dengan tatapan matanya yang tajam.

"Aku pernah kursus memasak," jawabnya singkat.

Dahinya langsung berkerut merasa tidak percaya dengan jawabannya.

"Kursus memasak? Untuk apa kalau sekarang kau hanya sibuk melukis? Harusnya kamu jadi seorang chef!"

"Makanlah. Jangan banyak bicara!" Tiba-tiba Arsen menyendokkan makanan ke dalam mulut Anell. Karna sangat terkejut, Anell langsung mengunyah makanannya itu dan menelannya dengan susah payah.

"Arsen ....." panggilnya saat pria itu ingin meninggalkan kursinya. "Apa yang bisa aku bantu agar keluargamu harmonis lagi?"

Dirinya merasa kasian akan harapan Arsen tentang ingin keluarganya harmonis lagi.

"Sulit," jawabnya singkat dan berlalu pergi.

***

"Tuan, berkas ini harus tanda tangan asli dari tuan Arsen. Tidak bisa diwakilkan."

Pria paruh baya itu lantas memijit pelipisnya pelan. Karna ia merasa pusing.

"Aaarrrgggghhhh!" Ia mengerang karna ekpektasinya tak sesuai harapan.

Setelah sekretarisnya keluar dari ruangan, tiba-tiba ada yang membuka pintunya kembali.

"Pa ...." Derlin masuk dengan wajah yang tak bersahabat.

"Darimana kamu tahu Papa di sini?" Perusahaan ini tak seorang pun yang tahu. Ia terkejut saat melihat putra bungsunya datang.

"Kak Arsen diusir mama. Sekarang aku tidak tahu kak Arsen di mana," tutur Derlin membuat wajah Samantha memerah hebat. Ia bahkan mengatai istrinya dengan kalimat kotor.

"Mama mu benar-benar kejam!!!!" serunya dengan amarah berapi-api.

"Derlin, Papa minta tolong. Coba kamu cari keberadaan kakakmu dulu. Nanti Papa akan mencarinya juga setelah pekerjaan Papa selesai."

"Tidak mau!!!" Derlin menolak dengan tegas. "Aku tidak mau mencari kakak. Dia sedang bersama istrinya, pasti akan baik-baik saja."

"Kurang ajar! Perempuan itu tak mau lepas dari Arsen?"

Ia benar-benar merasa marah karena anak dari sahabatnya itu tak mau pergi dari sisi putranya. Baginya Anell adalah penghambat rencananya sekarang.

"Papa sendiri yang menjodohkan kak Arsen dengan dia! Kenapa tidak dengan aku saja????"

"Derlin!" Samantha berusaha mencerna perkataan dari putranya tersebut. "Apa maksudmu? Kau menyukai wanita itu? Hah????" tanyanya dengan nada tinggi.

Tak masuk akal jika perempuan seperti dia bisa disukai oleh seorang Derlin. Pria tampan yang menjadi idola di sekolahnya.

"Aku kesini hanya ingin memberitahu itu saja, Pa. Karna kak Arsen adalah anak emasnya Papa. Tentu saja Papa akan sangat khawatir," ucapnya dan ingin keluar dari ruangan tapi Samantha menahannya.

"Derlin, kamu harus mengenal wanita lain yang jauh lebih baik darinya. Dia tidak pantas untukmu. Juga tak pantas untuk Arsen."

Derlin mengangkat sudut bibirnya sedikit. "Tapi aku suka, Pa. Jika Papa ingin memisahkan mereka berdua. Aku akan bantu," ucapnya dan membuat Samantha semakin menahan amarahnya.

"Derlin!!!"

Putra bungsunya itu tak menghiraukan panggilannya dan langsung keluar saja.

"Kakak, mulai menyukai kak Arsen? Aku tahu kalian dijodohkan pasti butuh waktu untuk saling mengenal. Jadi, setelah sekian lama bersama apa Kakak mulai tumbuh rasa?"

Percakapan mereka saat di tangga waktu itu. Sejenak Anell berpikir dan menyusun jawabannya.

"Sejak awal aku menentang pernikahan ini. Bahkan aku sempat memaksa kakakku untuk yang menikah saja. Tapi ia menolaik dan ayah menyuruhku untuk menikah lebih dulu. Awalnya aku merasa tidak adil hidup ini. Dan sering merasa kesal saat melihat wajah Arsen. Tapi lambat laun dari sikapnya yang kasar kini sudah mulai melunak. Dia diam-diam perhatian denganku. Dia yang selalu menyelimutiku dikala aku ketiduran. Dia juga yang mematikan televisi saat aku lupa mematikannya. Perhatian kecil itu yang membuatku semakin menemukan jati dirinya yang ternyata bisa lembut juga."

Saat mengingat perkataan Anell waktu itu, membuat hatinya terasa sakit. Tapi ia harus ikhlas, bahwa wanita itu adalah milik kakaknya.

"Aku bisa gilaaaa!!!!!!"

Ini adalah kali pertamanya ia merasa tertarik dengan seorang wanita. Karna ia melihat tingkah yang unik dari Anell. Gadis itu sangat periang dan punya banyak cerita. Tak pernah kehabisan topik pembicaraan jika dengannya.

BIM! BIM!

Ia terjingkat kaget saat mendengarkan klakson di belakang mobilnya. Derlin ingin keluar dari tempat parkir rumah sakit tapi ia tak lantas maju-maju karna melamun.

"Iya iya! Sabar sih."

Setelah keluar dari parkiran, ia langsung melajukan mobil kencang. Membelah keramaian di jalanan.

"Kenapa harus kamu!!! Kenapa harus kamu orangnya!!!!!" Ia memukul-mukul stirnya dengan kesal.

Padahal mereka baru saja kenal beberapa bulan, tapi Derlin sudah jatuh hati dengan paras, sifat dan juga perilaku Anell. Menurutnya ia adalah wanita yang sangat berbeda di banding wanita-wanita jaman sekarang.