Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Uang, Jabatan dan kepolosan Dinar.
Nada bisa makan dengan lahap sedangkan Bang Ratanca menyuapi Dinar dengan telaten. Istri kecil Letnan Ratanca masih ngambek tapi tidak menolak perhatian yang di berikan.
"Sambalnya yang banyak..!!" Pinta Dinar.
Bang Ratanca tidak menjawabnya tapi matanya membulat besar memelototi Dinar.
Tau ketegasan tanpa kata menantunya itu sudah membuat Dinar menurut, Pak Navec pun membuang nafas berat.
"Kalian besok sudah bisa masuk rumah dinas Batalyon. Ayah sudah bilang Danyon dan berkas yang Ayah tahan kemarin juga sudah bisa masuk untuk di tanda tangani." Kata Pak Navec akhirnya mengalah. Ekor matanya melirik Nada yang sama sekali tidak rewel menghadapi kehamilannya. "Hari ini kau bisa masuk ke rumah dinas tapi Nada tetap tinggal disini sampai status kalian sudah sah." Ucap Pak Navec pada Bang Langkit.
Kedua pria hanya bisa diam dan pasrah. Tak banyak kata dan sanggahan untuk menjawab perintah mertua.
"Pak.. Bu, makan malamnya sudah siap. Bapak dan ibu mau makan sekarang??" Bibi menyela ketegangan seisi ruangan.
"Iya Bi, sebentar lagi. Saya tunggu kelima pendekar ini selesai momong dua putri." Jawab Pak Navec.
...
Malam ini Bang Ratanca tidak bisa memejamkan matanya. Nuansa kamar berwarna pink di penuhi gambar Barbie membuatnya tidak takut, sedangkan Dinar yang masih ngambek malah sudah tidur nyenyak dalam pelukannya.
"Kasihan Nada harus pindah ke kamar tamu, tapi Ayah sudah tidak mau tau." Gumamnya sembari membelai rambut Dinar. Ia pun menatap wajah istri kecilnya. "Kamu juga rewelnya setengah mati, bibir mungil begini ngocehnya seperti baca seribu ayat tapi kalau tak mau juga saya pergi. Luar biasa.. baru kali ini taktik logika saya tidak pernah terpakai jika berhadapan denganmu." Bang Ratanca menggigit pelan hidung Dinar saking gemasnya.
"Eeegghhhh.." Dinar merengek merasakan hidungnya tergigit.
Bang Ratanca tersenyum geli, ia pun mengecup kening Dinar dan berusaha memejamkan matanya untuk bisa segera tidur.
***
Usai apel, Bang Ratanca memantau keadaan rumah dinas barunya. Segalanya serba cepat dan tanpa banyak persiapan. Kamar tidur pun sekenanya saja.
Saat sedang mengarahkan beberapa orang anggota remaja, ponselnya berdering nyaring. Bang Ratanca segera mengambil ponsel di sakunya.
"Ada apa nih si 'Penyebab darah tinggi' telepon???" Gumamnya kemudian menekan tombol 'jawab'. "As.............."
"Om Ran dimana?????" Teriak di seberang sana.
"Assalamu'alaikum.. cantik. Salam dulu donk..!!" Jawab Bang Ratanca.
"Wa'alaikumsalam.. Om Ran dimana??? Dinar sudah ke ruangan Om Ran, tapi Om tidak ada di tempat. Dinar sudah jalan sampai rumah dinas nih." Oceh Dinar.
Bang Ratanca menengok ke arah sekeliling. Dari jarak seratus lima puluh meter, "Om Ran ada di rumah dinas kita, sayang.. jalan lah ke arah kanan mu. Seratus lima puluh meter saja, saya ada disitu."
Dinar menoleh dan melihat Bang Ratanca melambaikan tangan ke arahnya. "Jemput..!!"
"Masa jarak pendek saja minta jemput." Kata Bang Ratanca.
"Oke.. Dinar jalan. Sampai disana, Dinar buat Om Ran miskin. Om harus bayar Dinar karena buat Dinar susah." Ancam Dinar menakut-nakuti seorang Danton yang saat ini paling ditakuti satu Batalyon.
"Om Ran harus bayar berapa?" Tanya Bang Ratanca bernada cemas.
"Lima puluh ribu. Itu hukuman Om Ran."
"Astagaaa.. mahal sekali. Apa tidak bisa kurang." Jawab Bang Ratanca padahal hatinya sudah terbahak-bahak mendengarnya. Ia mengeluarkan selembar uang berwarna biru.
Melihat selembar uang berwarna biru berkibar-kibar, Dinar pun melangkah menuju uang tersebut.
Terang saja Bang Ratanca tidak bisa menahan tawanya hingga Dinar benar-benar datang dan menyambar uang tersebut.
"Ini rumah kita, Om???" Tanya Dinar sampai matanya terbelalak. Ia pun mematikan panggilan teleponnya.
"Iya, suka atau tidak??"
"Su_ka sih. Tapi nggak ada gambar Barbie nya."
"Dinar, sayang. Masa sudah mau punya anak begini masih pakai kamar gambar Barbie?? Kalau dinding warna pink polos, oke lah. Om Ran pengen warna yang sedikit gagah, maskulin." Jawab Bang Ratanca.
"Kenapa sih Om?? Gambar Barbie hanya ada di kamar. Barbie tuh cantik, masa nggak suka?"
Bang Ratanca tak bisa mengungkapkan alasan bahwa dirinya sangat takut dengan gambar Barbie pasalnya mata 'gadis Barbie' seakan terus menatapnya tanpa ingin berpaling, namun ia pun tidak ingin terlihat lemah di hadapan istri kecilnya.
"Sekali-kali ganti, donk..!!" Kata Bang Ratanca.
Dinar hanya bisa membuang nafas berat. Ia masih kesal karena inginnya tidak tercapai.
"Om Ran bayar deh..!!"
"Lima puluh ribu rupiah satu sisinya..!!" Ucap Dinar berharap Bang Ratanca akan membatalkan inginnya karena nominal yang mahal.
"Om Ran borong seluruh prosesnya, satu juta lima ratus ribu rupiah." Jawab Bang Ratanca kemudian mengambil uang dari dalam dompetnya lalu menyerahkannya pada Dinar.
Dinar menerima uang tersebut hingga terduduk diam. Istri kecil Letnan Ratanca itu menghitung jumlah uang di tangannya.
Bang Ratanca segera mengarahkan anggotanya untuk melanjutkan kegiatannya, ia tau betul Dinar tidak akan lagi berkutik setelah menerima uang tersebut apalagi ekspresi wajah sang istri sudah menunjukkan bahwa dirinya lah wanita terbahagia dan terkaya di dunia.
Para anggota yang melihatnya ikut tersenyum geli dan gemas sendiri melihat ibu Danton tersenyum menggelar uang di tangannya. Mereka menghargai apapun perilaku istri komandannya tersebut sebab sebagian dari mereka menganggap kepolisian tersebut merupakan bagian dari kemurnian seorang wanita dan mereka percaya suatu hari nanti Dantonnya sanggup membentuk dan mendidik seorang istri menjadi seorang yang lebih baik.
"Uangnya mau di buat apa?" Tanya Bang Ratanca.
"Tak tau lah Bang. Tangan Dinar sampai dingin. Dinar mau beli makanan untuk om-om yang bantu Om Ran disini..!!" Jawab Dinar.
"Sudah Om Ran belikan. Makanan, minuman, snack semua lengkap."
Dinar kembali berpikir keras, dirinya bingung sendiri. Terus terang semua ini adalah pertama kali untuk dirinya membawa uang dalam jumlah besar.
"Om-om yang bantu ada sepuluh orang. Berikan saja semua. Dinar sudah punya lima puluh ribu rupiah ini dari Om Ran." Kata Dinar.
Bang Ratanca tersenyum saja mendengarnya, pasalnya sebagai seorang komandan tentu dirinya pun sudah memikirkan semua untuk anggotanya dan dirinya bukanlah orang pelit yang tidak tau balas budi dan terima kasih.
"Ya sudah, tunggu di sini sebentar ya..!!"
:
Bang Ratanca kembali ke rumah dinasnya. Ia memberikan uang sejumlah satu juta lima ratus ribu rupiah pada Dinar.
"Uang yang saya berikan tadi pagi, pakailah untukmu sendiri dan uang ini, anggap saja tidak ada..!!" Bang Ratanca memberikan sepuluh amplop dari dalam tas kecil di pinggangnya. Kamu bagi semua sesuai keinginan mu tadi dan berikan pada om-om yang membantumu membereskan rumah ini. Anggap saja uang jajan buat mereka..!!"
Dinar pun mengerti. Ia segera membagi uang tersebut lalu memasukan dalam amplop dan segera berdiri di hadapan para anggota remaja di hadapannya. Ia menoleh pada Bang Ratanca karena masih canggung tapi Bang Ratanca memintanya untuk mencoba berinteraksi dengan anggotanya.
"Om-om semua. Maaf kalau hari ini saya dan Om.. ehmm maaf. Saya dann suami sudah merepotkan om-om semua. Saya tidak tahu apakah ini cukup untuk om semua, berapapun nilainya, tolong tidak di lihat dari nominalnya. Kami berterima kasih atas bantuan om-om semua..!!" Ucap Dinar lembut.
Para anggota ikut melirik Danton nya dan Bang Ratanca pun mengarahkan agar mereka mengambilnya. "Ibu, tanpa semua ini pun kami ikhlas membantu. Terima kasih untuk Bapak dan Ibu. Semoga lancar selalu rejekinya dan .........."
"Ibu???" Belum selesai ucapan tersebut, wajah Dinar sudah masam.
Bang Ratanca pun beranjak kemudian segera memeluk sang istri dengan senyumnya. "Setiap wanita yang sudah menikah pasti jadi ibu-ibu. Jangan marah lah, sayang..!!" Bujuk Bang Ratanca.
"Semoga cepat dapat momongan, Pak Danton..!!"
Dinar kembali hendak menjawabnya tapi Bang Ratanca segera menjepit bibir kecil sang istri. "Aamiin.. Aamiin Ya Allah. Minta do'a nya ya..!!"
.
.
.
.
hebat lah Kakung ini...😊
😄