Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
...~Happy Reading~’...
Sore harinya, tepat sebelum Maghrib, acara pernikahan Khalifa dan Hilal sudah usai. Semua tamu sudah pulang begitu pun dengan tenda juga sudah rapi seperti sebelum ada acara. Kini, Khalifa masih berada di dalam kamar nya, sambil terus menunggu dengan perasaan tak menentu.
Iya, Khalifa sedang menunggu hasil sidang yang di lakukan oleh Hilal bersama kedua orang tua nya, yakni abi Mike dan juga abah Abdul. Sidang tentang keinginan abi Mike yang menyuruh agar Hilal dan Khalifa untuk menginap di sebuah Hotel yang sudah ia siapkan. Akan tetapi Hilal menolak dengan alasan tidak tega meninggalkan putri nya.
Maka dari itu, kini laki laki itu tengah melakukan negoisasi, tepatnya agar dirinya tetap bisa di rumah. Dan kalau bisa, Khalifa akan ikut dengan nya, meskipun gadis itu merasa ragu untuk ikut apalagi tinggal di kamar Hilal.
‘Jahat gak sih kalau aku gak mau ke sana? Apakah aku egois jika aku menginginkan tinggal disini?’ gumam Khalifa sambil menatap dirinya di pantulan cermin.
Bukan tanpa alasan, ia menolak untuk tinggal di rumah orang tua Hilal. Tak bisa di pungkiri, bahwa ia merasa sangat cemburu bila mana setiap kali memasuki kamar milik Hilal, dimana kamar itu yang menjadi saksi bisu atas kebersamaan Hilal dengan mendiang istrinya.
Meskipun mantan istri Hilal sudah meninggal, akan tetapi Khalifa tetap saja masih merasa cemburu, jika mengingat kesempurnaan yang di miliki oleh ning Kirana. Khalifa takut, jika nanti Hilal menyentuh nya maka Kirana lah yang ia bayangkan bukan dirinya. Separah itulah rasa cemburu yang di miliki oleh Khalifa.
Ia juga berfikir, Hilal menolak hadiah dari ayah nya karena masih belum siap melupakan ning Kirana. Hilal belum mau membuka lembaran baru dengan nya, maka dari itu laki laki itu menolak dengan dalih Aca yang menjadi tumbal.
Cklek!
Khalifa langsung mendongakkan kepala nya, menatap pantulan seseorang yang baru saja memasuki kamar nya dengan wajah sedikit datar. Why? Mengapa? Apakah gagal? Pikir Khalifa.
“Bagaimana Gus? Abi pasti setuju kan? Aku yakin—“
“Kita siap siap sekarang!”
“Hah!” Khalifa sedikit terkejut, ia semakin lekat menatap suaminya, “M—maksudnya? Abi menolak? Lalu bagaimana dengan Aca? Dia—“
“Nasha sudah di bawa sama nenek nya. Maka dari itu, kita siap siap sekarang. Habis Maghrib aku jemput ya?” Hilal mendekati Khalifa, membuat jantung gadis itu semakin berdetak tak karuan, gugup dan canggung setiap kali dirinya berdekatan dengan laki laki yang sudah menjadi suami nya.
Baru di dekati, drinya belum di sentuh, tapi mampu membuat jantung nya semakin tidak aman. Lantas bagaimana nanti jika dirinya benar di sentuh oleh Hilal? Bayangan demi bayangan ucapan yang di katakan oleh kakak nya, kini seolah kembali terngiang di kepala nya.
Tentang Hilal yang sudah lama berpuasa dan bagaimana rasa sakit yang harus di rasakan setiap wanita di malam pertama. Hanya membayangkan hal itu saja sudah mampu membuat tubuh nya merinding, hingga menelan saliva saja rasanya sangat sulit.
“Gapapa kan?” tanya Hilal yang kini sudah berada tepat di depan Khalifa.
“A—aku gapapa,” jawab Khalifa semakin gugup.
Hilal menghela napas nya cukup berat. Melihat kegugupan di wajah Khalifa yang membuat deru nafas nya seperti memburu membuat nya sedikit ragu dan takut. Hilal berfikir, mungkin Khalifa memang belum siap dan takut akan dirinya.
Lagi, bayangan dimana saat ia dan Kirana menikah. Ketika KIrana takut padanya dan tubuh nya selalu bergetar hebat kala di sentuh oleh nya, kini kembali terbayang di benak Hilal. Ia merasa, mungkinkah Khalifa juga akan sama, apakah gadis itu takut pada dirinya?
Itulah yang menjadi alasan bagi Hilal, mengapa ingin menunda malam pertama. Menolak hadiah pemberian mertua nya karena ia tidak ingin memaksa Khalifa dan membuang uang mertua nya sia sia.
...~To be continue .......