Mendapatkan batu roh ungu dan bertemu dengan seorang Dewi. Wan Tian yang tidak memiliki akar spiritual pun menjalani pelatihan keras dari Yang Yue, Dewi Alkemis dari batu roh ungu.
Menjadi kuat bukanlah masalah, ketika menghadapi kejamnya dunia. Bukankah ada guru seorang Dewi membantunya? Ketika mendapatkan kekuatan dan mengalahkan musuh kuat, para wanita cantik di dunia juga datang sendiri memperebutkannya.
Menjadi kultivator maupun alkemis hebat, semua dilaluinya dengan kerja keras. Jalan menuju abadi dan menjadi dewa, menginjak orang jahat, melindungi jalan kebenaran.
Tingkatan Ranah Kultivasi Manusia : Manusia Pejuang, Manusia Sakti, Manusia Luar Biasa, Tubuh Emas, Tubuh Berlian, Manusia Suci dan Manusia Tertinggi.
Tingkatan Ranah Kultivasi Abadi/Immortal : Darah Abadi, Janin Abadi, Tulang Abadi, Tubuh Abadi, Jiwa Abadi dan Setengah Dewa.
Tingkatan Ranah Kultivasi Dewa : Kelahiran Dewa, Dewa Abadi, Dewa Suci, Dewa Agung dan Dewa Tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanto Trisno 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruangan Khusus
Setelah menjual kulit ular piton, Wan Tian bersama Su Menglan keluar dari toko. Mereka membawa uang di kantung penyimpanan Su Menglan agar lebih praktis. Apalagi uang banyak tidak mungkin dibawa begitu saja. Karena akan banyak orang yang menginginkannya.
Di kota ada banyak orang-orang bermaksud jahat. Sementara Wan Tian sendiri, kehidupan di desa pun tak ada yang baik padanya. Dari paman, bibi, tetangga serta anak-anak seusianya, mereka memperlakukannya dengan buruk.
Saat ini hanya ada dua orang yang memperlakukannya dengan baik. Yang Yue, seorang Dewi yang selalu menemaninya. Serta Su Menglan, teman pertama yang melakukan perjalanan bersama. Keduanya adalah orang terpenting saat ini.
"Sekarang kita cari makan. Apa mau makan, makanan kota? Di restoran, makanannya pasti enak-enak. Ayo kita ke sana!" tunjuk Su Menglan pada sebuah restoran besar.
Pandangan orang-orang meremehkan Wan Tian karena terlihat miskin. Meski memiliki wajah yang lumayan. Berkat obat yang dimakannya, membuat wajah Wan Tian lebih cerah dan sehat. Hanya pakaian yang dikenakan sudah lusuh. Sehingga harus mencarikannya pakaian baru.
Dengan uang yang dimiliki Su Menglan saat ini, jangankan untuk membeli pakaian. Membeli toko pakaian pun bisa ia lakukan. Juga berkat kepintaran Wan Tian dalam melakukan pertarungan pedang dengan ular piton, membuat mereka menjadi kaya mendadak.
"Nona, apakah benar ingin makan di sini?" tanya seorang pelayan restoran. Karena melihat gadis belasan tahun memasuki restoran dengan pemuda yang terlihat miskin. Ia tidak percaya mereka bisa membayar makanan di restoran.
Su Menglan tahu mengapa sikap yang ditunjukkan oleh pelayan. Meski dengan sopan berniat mengusir, pelayan itu masih harus berhati-hati. Jangan sampai salah menyinggung orang besar. Karena terkadang ada beberapa orang menyamar menjadi orang bawah.
Su Menglan mengambil tael emas lalu menaruhnya di meja. Melihat tael emas, membuat pelayan itu menaruh hormat dan langsung mengambilnya. Memiliki tael emas, cukup membeli makanan berkualitas tinggi dan mahal. Apalagi dengan tael emas yang dikeluarkan. Maka nilainya sepuluh kali lipat dari tael perak.
"Nona mau pesan apa?" tanya pelayan dengan sopan. "Atau sebaiknya nona makan di atas? Di sini tidak pantas untuk nona. Mari, ikuti saya ke atas."
"Ayo, Wan Tian. Kita ke lantai atas biar makanya lebih tenang," ajak Su Menglan. Lalu mengikuti pelayan dan membisikinya, "Pokoknya makanan paling unggul di sini. Bawakan semua yang ada. Juga minuman yang paling mahal."
Mendengar kata minuman, pelayan itu khawatir karena melihat kedua tamu terlihat masih dibawah umur. Di restoran ada arak yang berharga dan dikhawatirkan mereka tidak bisa minum arak.
Sebagai pebisnis, mereka selalu berhati-hati dalam segala hal. Untuk menerima tamu, mereka tidak langsung mengusir orang yang terlihat lusuh dan miskin. Pertama-tama mereka mencari informasi tentang keuangan si calon tamu yang hendak makan. Kedua adalah memastikan makanan atau minuman itu sesuai atau tidak untuk disiapkan untuk pelanggan.
Selain dua di atas, kejujuran dalam berbisnis juga akan membuat peningkatan dan kredibilitas tinggi bagi para konsumen. Jika berdagang tidak jujur, maka yang ada hanya menghancurkan restoran. Pelayanan yang ramah memang penting. Tapi nilai kejujuran adalah hal yang lebih penting lagi.
Mereka berjalan melalui tangga dan dibawa ke suatu ruangan khusus. Setelah sampai, pelayan itu ingin memastikan sesuatu dan berbisik, "Nona. Makanan mewah akan kami siapkan. Namun untuk minumannya, yang paling mahal adalah arak. Hemm, maksudku, apa nona sudah boleh minum? Dan teman nona juga, sepertinya masih terlalu muda. Saya sarankan jika diganti dengan air perasan buah? (Jus buah)"
"Ah, benar juga. Baiklah kalau begitu. Yang penting makanannya enak-enak." Su Menglan juga tidak berani minum arak disaat begini. Walau sebenarnya ingin mencoba rasanya. "Tapi bawakan saja untuk dibawa pulang. Ini untuk kakekku."
"Baiklah, Nona. Selama tidak diminum di restoran ini, terserah nona saja. Kalau begitu, saya permisi." Pelayan meninggalkan ruangan.
Di ruangan hanya ada dua orang. Untuk pertama kalinya mereka bisa makan dengan fasilitas mewah. Apalagi berada di ruangan yang hanya ada dua orang. Sementara mereka bisa melihat ke arah jendela. Ada pemandangan yang menarik kota yang penuh keramaian.
Ruangan khusus itu terlihat beberapa karya seni. Mulai dari lukisan, seni pahat dan beberapa barang mewah. Di sana juga terdapat fasilitas kamar mandi di sebelah. Namun itu bukan ruangan utama di restoran. Di lantai tiga memiliki fasilitas yang lebih besar. Namun tidak pantas untuk didatangi Wan Tian dan Su Menglan. Itu ruangan khusus pejabat dan memiliki kekuasaan besar. Entah kultivator atau alkemis yang tingkatannya sangat tinggi.
Sebelum makanan sampai, pelayan restoran menghidangkan minuman buah yang lebih cepat disajikan. Ada juga teh panas yang disediakan khusus di tempat itu. Meski usia mereka masih muda, minum teh juga tidak ada yang melarang.
"Nona dan Tuan muda, mari minumannya. Juga teh ini adalah teh yang biasa dipesan di sini. Tidak tahu, apakah berkenan atau tidak." Pelayan itu pun kembali keluar dari ruangan dengan sopan.
"Wah, ada teh." Wan Tian tidak pernah minum teh yang disediakan untuknya. Ia pernah melihat bibi dan pamannya sering minum teh. Ia juga pernah minum sisa di gelas mereka jika masih ada.
Rasa pahit teh namun membuat pikiran lebih nyaman. Wan Tian tidak menyangka bisa menikmati teh yang disediakan khusus untuknya. Ia segera minum, minuman buah. Setelah sisa setengah, barulah menuang teh panas tersebut.
"Hey, minum teh jangan dicampur sama minuman buah. Nanti rasanya tidak enak," ucap Su Menglan memperingatkan Wan Tian.
"Ahh, biar lebih manis, minum teh harus pakai gula. Karena tidak ada gula, pakai minuman buah juga pasti lebih enak. Kak Menglan, ayo cobalah!"
"Tidak! Tidak! Tidak! Kamu ini, yah. Jangan pernah mencampur teh dengan minuman lain! Kamu begitu bodoh!" Su Menglan kesal dan menyilangkan tangannya di dada.
Padahal rasa teh sudah pasti pahit. Rasa minuman buah terasa sangat manis. Dengan menambahkan teh pada minuman buahnya, ia mengira dapat memberi rasa buah pada teh. Sehingga menjadi lebih manis dan terasa lebih nikmat.
Ruangan khusus itu tidak ada yang mengganggu. Sehingga tidak ada orang yang melarang. Hanya saja ketika ada keributan dari ruangan lain, terkadang menimbulkan masalah baru. Seperti yang dilakukan oleh Wan Tian dan Su Menglan yang berdebat masalah teh.
"Siapa yang membuat keributan? Bisakah kalian tidak berisik? Mengganggu tuan muda kami yang sedang makan!" kecam seorang pria paruh baya seraya menghancurkan dinding sekat dari kayu.
Wan Tian dan Su Menglan sampai kaget setelah mendengar suara keras. Apalagi melihat sosok pria kekar dan sangar. Sudah dapat dipastikan dia adalah seorang petarung yang sangat kuat. Apalagi tingkatan kultivasinya tidak bisa diprediksi oleh Su Menglan. Lain halnya Wan Tian yang bahkan tidak tahu tingkat kultivasi karena bukan seorang kultivator.
"Tak kusangka, seorang gadis yang kultivasinya dikunci dan seorang anak tak punya akar spiritual. Tapi anehnya kamu masih hidup di dunia ini?"
***