“15 menit, lakukan semuanya untuk membuatmu hamil dalam kurun waktu itu! Saya tidak menerima waktu lebih dari itu”
Layla Anabella, wanita yang diselingkuhi oleh suaminya itu memilih menjadi ibu pengganti pasangan kaya raya yang tidak bisa punya anak karena sang istri mandul untuk membayar biaya pengobatan ibunya.
Namun, sang istri risih dengan keberadaan Layla dan menjebaknya sehingga Layla diusir karena melanggar perjanjian tanpa tahu kalau dirinya sudah mengandung benih pria itu.
7 tahun kemudian Layla berniat melamar kerja untuk biaya hidupnya dan putranya namun ternyata bos perusahaanya adalah pria itu.
Apa yang akan terjadi setelahnya? Apakah pria itu tahu kalau dia punya seorang putra yang sangat mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon serena fawke, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Hallo semoga ga bosen ya ngikutin Layla dan Saka. Kisah ini bakal lebih seru lagi so stay tune ya dan jangan lupa like dan berikan komentar kalian agar author semangat update.
Happy reading
"Jadi, bagaimana perjalanan dinasnya?" Lina menyodorkan sumpit ke mulutnya, matanya penuh selidik. "Kau dan Pak Saka berduaan saja di luar kota selama beberapa hari, pasti ada sesuatu yang terjadi, kan?"
Lina benar benar bisa membaca pikiran dan gerak gerik Layla bagai cenayang. Hanya melihat tingkah kikuk Layla saja Lina sudah tau pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan.
Sebagai sahabat dekatnya yang sudah tahu masa lalu dan permasalahan rumit Layla dengan bos perusahaannya ini tentunya Lina tidak bisa berdiam diri saja.
Dia harus tahu semua detail apa yang terjadi selama dinas kemarin karena sejak awal Lina sudah mewanti wanti Layla kalau kemungkinan ini bagian dari rencana Saka, bukan hanya sekedar dinas biasa.
Awalnya Layla tidak ingin berpikir jauh. Dia juga selalu mengabari Lina apa yang terjadi tetapi tetap saja wanita ini ingin tahu secara langsung dari mulut Layla.
Layla masih terdiam, jari-jarinya menggenggam gelas air tanpa sadar. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada yang dibuat setenang mungkin.”B-benar benar tidak terjadi apa-apa. Kita berdua sibuk kesana kemari,” bohongnya.
Lina mendengus kesal. "Jangan pura-pura polos. Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan, La. Tatapanmu aneh sejak kembali."
Layla menghela napas panjang, lalu menunduk. Memang tidak ada yang bisa dia sembunyikan dari sahabatnya ini. "Aku… aku tidur dengan Saka," bisiknya nyaris tak terdengar.
Sumpit di tangan Lina jatuh ke piring. "Kau APA?!" tanyanya kembali, kemungkinan besar dia salah dengar.
"Shh!" Layla memelototi sahabatnya, panik karena suara Lina hampir menggema di kantin.
Lina menutup mulutnya dengan tangan, matanya melebar. "Astaga, Layla! Ini gila! Kenapa kau bisa—bagaimana bisa—kau benar-benar tidur dengannya?"
Layla menggigit bibir, wajahnya merah padam. "Bukan rencana. Itu… terjadi begitu saja." Layla terlihat sama frustasinya dengan Lina saat ini karena jika dipikir pikir itu benar benar terjadi begitu saja.
Seluruh kesadaran dan logikanya hilang seketika.
Lina menatapnya lekat, mencoba mencerna informasi ini. "Kau menyukainya!”
Layla mendongak dan menatap wajah Lina lekat-lekat ketika wanita itu mengatakannya. Apa katanya tadi? Cinta? Bagaimana mungkin?
Layla menggeleng cepat dan pasti. ”Apa yang kau bicarakan, omong kosong. Bagaimana mungkin, aku tidak akan berani jatuh cinta dengan pria yang sejauh itu kelasnya denganku. Dia itu CEO perusahaan kita, Lin.”
Lina semakin geram dengan tingkah Layla. ”Justru itu! Tidak berani jatuh cinta dan fakta bahwa kau mau tidur dengannya itu berbeda. Mulutmu bisa mengatakan kau tidak cinta tapi buktinya? Hatimu berkata sebaliknya, Layla!”
Layla menyenderkan tubuhnya ke kursi di belakangnya. Tatapannya kosong, dia memikirkan apa yang sudah terjadi hingga dia bisa sampai sejauh ini dengan Saka sekarang padahal sejak awal tujuannya hanya mencari uang untuk biaya sekolah Farrel tapi yang terjadi malah seperti ini.
Layla hentak membuka mulut, tapi tak ada jawaban yang keluar. Ia sendiri belum tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.
”Kau mengatakan dia CEO Perusahaan ini kan? Jika kau lupa, dia juga ayah dari putramu!”
Kali ini perkataan Lina benar benar menembus hatinya. Ibunya sudah mengatakannya beberapa kali setelah kejadian ini tapi saat Lina mengatakannya benar benar membuat hati Layla goyah.
Kenapa semuanya menjadi serumit ini?
”Jika kau merasa tidak pantas bersanding dengan pria semapan Saka, tapi bagaiamana dengan Farrel? Dia berhak mendapatkan kasih sayang dari papanya sendiri.”
Deg!
Layla benar benar kehabisan kata kata saat ini, dia tidak punya pembelaan samasekali.
Lina menarik napas panjang, lalu mencondongkan tubuhnya. "Ada sesuatu juga sebenarnya yang harus kau tahu.”
Ucapan Lina membuat Layla ikut penasaran. ”Ada apa?”
Lina kembali melanjutkan ucapannya dengan penuh antusias. ”Kau ingat kejadian di kamar mandi saat kau terkunci dan Pak Saka menyelamatkanmu?” tanya Lina, dan Layla mengangguk.
Itu terjadi beberapa minggu lalu dan Layla tentu masih mengingatnya sampai sekarang. Dia sangat takut dengan kegelapan dan itu membuatnya trauma ke toilet sampai sekarang.
"Aku dengar desas-desus kalau ada seseorang yang sengaja menjebakmu di sana," ucap Lina lirih. "Dan semua orang yang terlibat sudah dipecat secara tidak terhormat."
Layla mengerutkan kening. Kenapa hal sebesar ini menyangkut dirinya malah Layla yang tidak tahu apapun? "D-dipecat? Oleh siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan Pak Saka" Lina menatapnya dengan penuh asumsi. "Dia juga memperingatkan semua orang di perusahaan untuk tidak mengusikmu sedikit pun."
”APA?” pekik Layla tanpa dia sadari. Jantung Layla berdetak lebih cepat. "Itu tidak mungkin. Kenapa dia repot-repot melakukannya?"
Lina menyandarkan punggungnya, menatap Layla penuh arti. "Itu yang harus kau tanyakan padanya sendiri.”
Siang harinya setelah makan siang akhirnya Saka baru kembali entah habis darimana dan berbau alkohol segala. Layla menebak pria ini pergi dengan Johan karena pria itu juga ikut menghilang.
Kenapa dua pria ini senang minum di siang siang buta seperti ini?
Saka terlihat lebih dingin dari biasanya. Sebagai CEO, Layla yakin ada banyak sekali hal yang harus Saka kerjakan dan mungkin pekerjaannya banyak akhir akhir ini sehingga dia terlihat seperti banyak masalah seperti itu.
Tanpa banyak berbasa basi, Saka menyodorkan map kepada Layla yang duduk didepannya.
”Kontrak yang harus kau tanda tangani,” ucapnya dingin.
Layla menatap kontrak di depannya, matanya menyisir setiap kata yang tertulis dengan rapi. Tangan Saka bertumpu di meja, tatapannya tajam mengawasi setiap gerak-geriknya.
"Baca baik-baik sebelum kau tanda tangan." Suara Saka datar, dingin seperti biasa.
Layla menelan ludah, matanya berhenti di satu bagian. "Aku dilarang berhubungan dengan pria lain?"
"Tentu saja," jawab Saka tanpa ragu. "Kau milikku, seorang!”
"Dan apa ini? Aku harus tidur denganmu dua kali seminggu?" tanya Layla dengan tatapan tak percaya. Apa yang harus dia jelaskan pada ibunya dan Farrel kalau begini?
”Tentu, Kau sudah menikah denganku."
Layla mendongak, menatap pria itu dengan mata menyipit. "Ini konyol. Kau bahkan tidak menganggap pernikahan ini nyata."
Saka menyandarkan punggungnya ke kursi. "Siapa yang bilang aku tidak menganggapnya nyata? Sudah berapakali aku katakan kau adalah istriku, Anabella, apa masih kurang?”
Layla terdiam menatap Saka yang matanya memerah kemungkinan habis mabuk bersama Johan. Sungguh sangat mencurigakan. ”Kau selalu mengatakan aku adalah istrimu kan?” tanya Layla dan Saka mengangguk mantan sambil membenarkan jasnya.
”Tapi apa kau pernah mengucapkan sebaliknya?”
Saka terdiam. Dia paham apa maksud Layla tetapi dia tidak paham kenapa dia secara spontan selalu mengatakan Layla adalah istrinya bukan aku adalah suamimu. Mungkin karena Saka terbiasa mendominasi sejak kecil. Dia terbiasa hidup dengan bergelimang harta dan bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan hanya dengan jentikan jarinya.
”Kau bisa mengatakannya, Anabella. Saat aku mengatakan kau adalah istriku maka itu berlaku sebaliknya oleh karena itulah aku ingin mengulang ini dariawal.”
Layla tertawa kecil, meski tak ada humor dalam suaranya. ”Mengulang dari awal dengan kontrak ini?”
Saka menghela napas panjang. ”Itu satu satunya hal yang bisa membuatku tenang, Anabella, jangan membantahku.”
Layla menaruhnya dengan kasar diatas meja. ”Saka, tidak semua hal bisa berjalan seperti kau berunding dengan kolega bisnismu. Aku manusia, aku punya perasaan ini bukan hanya tentang uang,” ujar Layla dengan suara tinggi tanpa ia sadari.
Saka terdiam sembari mengamati wajah Layla. ”Apa ini Anabella? Bukankah semua yang kau pikirkan di dunai ini hanya uang? Sama seperti yang kau lakukan 7 tahun lalu, kau mengkhianatiku dan membawa pergi uangku! Bagaimana bisa aku mempercayai—
”AKU TIDAK MENGKHIANATIMU!” pekik Layla dengan seluruh emosi yang sudah dia pendam selama hampir 7 tahun ini. Matanya perlahan mulai berkaca kaca dan wajahnya memerah.
Saka yang tiba tiba dibentak dengan suasana hati yang sangat buruk juga hanya bisa menatap Layla dengan tatapan yang penuh rasa kecewa dan jijik. ”Tidak mengkhiataniku setelah semua ini? Aku melihatmu berhubungan dengan mantan suamimu 7 tahun lalu saat kita sudah sepakat diatas kontrak apa alasanmu sekarang?”
Layla menangis disana, air matanya mengalir tanpa bisa dia bendung. Bagaimana bisa dia menjelaskannya pada Saka kalau dia dijebak oleh Meira? Mana mungkin Saka mempercayainya dibanding istri sahnya sendiri?
Layla mengusap matanya dengan kasar lalu mengaambil map itu lagi dan menandatanganinya tanpa membacanya lagi. Toh dia tidak punya pilihan lain bukan? Biarkan saja pria ini berbuat sesuka hatinya dan mengira dunia berputar dibawah kendalinya.
Layla menggigit bibir, pikirannya melayang ke ucapan ibunya. Kenapa ia sebegitu keras menyembunyikan Farrel?
Apa yang sebenarnya ia takutkan? Bahwa Saka akan membencinya karena menyembunyikan anaknya, atau menganggapnya lebih hina karena menyimpan pewarisnya?
Saka menyodorkan pena ke arahnya. "Tanda tangan."
Layla menatap pena itu, hatinya berkecamuk. Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Saka berbicara lagi.
"Malam ini, kau tidur denganku."
Thank you for reading